Penulis: Susi Mariam Mulyasari, S.Pdi | Aktivis Dakwah Ideologi dan Penggiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Idul Fitri adalah momen yang dangat baik bagi semua warga muslim di Indonesia, karena biasa dijadikan momen untuk berkumpul bersama sanak keluarga sambil menikmati hidangan khas Idul Fitri.
Perayaan Idulfitri bahkan di tunggu-tunggu oleh warga binaan di seluruh lapas yang ada di Indonesia, sebab bagi warga binaan yang memenuhi kriteria akan mendapatkan remisi – pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada narapidana dan anak yang berkonflik dengan hukum.
Meraka yang mendapatkan remisi adalah yang memenuhi kriteria admnistrasi yang diatur oleh Undang-Undang. Melalui kebijakan ini ribuan warga binaan lapas mendapatkan potongan masa tahanan, bahkan ada di antara mereka yang langsung bebas.
Sebagai contoh misalnya di Sulawesi Selatan sebagaimana yang dimuat di CNN terdapat 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idul Fitri dan 14 di antaranya langsung dinyatakan bebas. Sehingga sangatlah wajar apabila remisi ini menjadi hal yang perlu diraih oleh seluruh warga binaan lapas.
Pertanyaan, mampukah kebijakan remisi ini menekan angka kejahatan di Indonesia? Padahal menurut laporan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sepanjang periode Januari-April 2023 terdapat 137.419 kasus kejahatan. Jumlah tersebut lebih banyak 30,7% dibandingkan Januari-April 2022.
Dari laporan ini menunjukan bahwa, adanya kebijakan remisi tidak menjadi salah satu faktor yang mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan, dengan berbagai macam jenis tindakannya. Padahal hukum dibuat untuk memberikan efek jera bagi pelaku sehingga memberi dampak positif bagi kehidupan bermasyarakat.
Mungkin orang akan dengan mudah melakukan kejahatan kepada orang lain, kemudian divonis bersalah dan dapat hukuman kurungan, kemudian si pelaku ini berakhlak baik dan mampu menciptakan situasi kondusif sehingga dari hasil penilaian si pelaku layak mendapat remisi dan selang beberapa bulan ke depan dinyatakan bebas karena sudah habis masa tahanannya.
Pertanyaannya, di mana efek jeranya?
Hal ini sangat berbahaya kalau si pelaku yang mendapatkan remisi ini adalah gembong kejahatan yang sudah memiliki jaringan yang sangat luas, walaupun si pelaku di penjara, tetapi jaringannya terus aktif melakukan tindakan kejahatan, maka lamanya si pelaku di penjara nyaris tidak berdampak.
Hal inilah yang mengakibatkan banyak diantaranya yang keluar masuk penjara, karena merasa tidak jera walaupun mendapatkan hukuman.
Hukuman atau sanksi sangatlah penting diberikan sebagai alat untuk menciptakan ketentraman dan kedamaian selama hidup bermasyarakat, sehingga hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan adalah yang mampu memberikan efek jera bagi si pelaku dan menjadi pencegah orang lain berbuat kejahatan.
Nampaknya hal ini yang tidak ada di hukum Indonesia. Padahal kedua hal ini, yaitu efek jera dan pencegah kejahatan sangatlah penting di dalam menjaga kestabilitasan kehidupan bermasyarakat.
Hal ini pasti terjadi dan wajar terjadi, sebab hukum yang dibuat mengacu pada pemikiran manusia. Semua berlandaskan pada hawa nafsu manusia yang sangat mungkin untuk disimpangkan demu kepentingan tertentu.
Kalau kita merujuk pada realita yang ada, nampaknya kita harus bercermin kepada konsepsi Islam di dalam menuntaskan masalah tindak pidana atau kriminal. Hal ini telah teruji bahwa hampir 14 abad lamanya Islam berkuasa hanya tercatat 300 tindak kriminal yang terjadi. Ini menunjukan kepada kita bahwa Islam sudah teruji mampu mengetaskan tindak pidana.
Konsepsi Islam di dalam mengetaskan tindak kejahatan berpatokan pada dua unsur penting di dalam menegakkan hukum, di antaranya Jawabir dan Jawazir. Jawabir menimbulkan efek jera bagi pelaku dan juga akan mendapatkan Jawazir yaitu penebus dosa, artinya bahwa ketika syariat diterapkan hal yang terjadi adalah ketentraman dan kedamaian dalam menjalani kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu selama hukum yang diterapkan bersumber dari akal dan hawa nafsu manusia, yang terjadi adalah kekacauan hidup dan maraknya tindak kejahatan.
Maka dari itu untuk menekan angka kriminalitas, hal yang harus dilakukan adalah kembali kepada sistem kehidupan Islam yang sudah teruji yang mampu menjaga stabilitas kehidupan bermasyarakat. Wallahualam bissawab.[]
Comment