Penulis: Rima Septiani, S.Pd | Pemerhati Sosial
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Baru-baru ini masyarakat dikagetkan dengan penemuan mayat bayi berjenis kelamin laki-laki yang ditemukan di dalam parit (anak sungai) di Kecamatan
Tangaran, Kabupaten Sambas, Jumat (7/2/2025).
Laman kumparan (9/2/25) menulis, polisi berhasil mengungkap kasus dan mengamankan ibu bayi yang diketahui merupakan anak di bawah umur. Saat ini pihak kepolisian masih mendalami kasus tersebut. Dugaan sementara anak tersebut nekat membuang bayinya karena takut ketahuan jika sudah melahirkan.
Hal serupa juga pernah terjadi tahun lalu, di mana tragedi pembunuhan mengerikan terjadi di beberapa daerah Jawa Barat. Kasus memilukan terjadi di Kabupaten Sukabumi ketika seorang anak tega menghabisi nyawa ibu kandungnya sendiri. Peristiwa itu terjadi di Desa Sekarsari, Kecamatan Kalibunder, Kabupaten Sukabumi, Senin (13/5/2024).
Menyusul kasus pertengkaran hebat yang berujung kematian terjadi di Desa Kertasari, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, (7/8/2024) lalu. Pertengkaran itu seperti ditulis Detikjabar (25/12/24) melibatkan U (24) dan ayah tirinya, D (60).
Marak Kriminalitas dampak Sistem Hidup Rusak
Berbagai bentuk tindak kejahatan yang menyeret anak sebagai pelaku sungguh terjadi hari ini. Di Indonesia, kasus anak yang berhadapan dengan hukum sudah marak terjadi. Dari tahun ke tahun berbagai bentuk kriminalitas cenderung mengalami peningkatan. Bahkan di antara mereka ada yang masih remaja yang ditetapkan sebagai pelaku. Salah satu kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian, pencabulan, bullying, penyalahgunaan narkotika hingga menghilangkan nyawa.
Terkadang kita juga merasa heran dan tak masuk akal, bagaimana anak-anak bisa melakukan perbuatan menyimpang dan melawan hukum. Entah apa yang mendorong anak melakukan perbuatan keji tersebut, apalagi korbannya adalah keluarga sendiri.
Psikolog klinis Liza Marielly Djaprie menganalisis kasus yang banyak
melibatkan anak sebagai pelaku kriminalitas. Menurutnya penumpukan trauma dan frustasi bisa menjadi pemicu di balik tindakan kejamnya. Ia berpendapat bahwa tidak ada orang yang secara tiba-tiba melakukan tindakan kekerasan. Seperti balon yang terus diisi udara, yang pada akhirnya akan meledak ketika mencapai titik puncak.
Benar, kasus kriminalitas yang melibatkan anak sebagai pelaku di kalangan usia muda tidaklah terjadi
secara tiba-tiba. Berbagai faktor berperan dalam perubahan perilaku yang mendorong mereka bertindak di luar prikemanusiaan dan mengabaikan nurani serta akal sehat.
Salah satu faktor penyebab utama adalah ketidak harmonisan pada keluarga sehingga berdampak pada pola asuh keluarga yang kurang tepat. Ketika keluarga mandul dalam membina dan mendidik anak maka akan berpengaruh pada pembentukan karakter kepribadian anak.
Selanjutnya adalah peran lingkungan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup signifikan. Sebab lingkungan sangat berperan dalam pembentukan jati diri dan kepribadian anak.
Lingkungan sosial yang buruk dapat memberikan dampak negatif yang beresiko lebih tinggi. Kurangnya bimbingan dan dukungan moral dapat membuat anak sulit membedakan perilaku yang benar dan salah.
Saat ini anak dihadapkan pada lingkungan yang memudahkan mereka melakukan kejahatan dengan beragam bentuk. Ditambah dengan kehadiran media sosial dan teknologi yang tidak terkontrol. Semua ini menunjukan bahwa tingkat kepekaan dan kepedulian lingkungan terhadap anak-anak masih sangat kurang.
Faktor terakhir adalah andil negara dalam menuntaskan dan menekan angka kriminalitas anak terlihat masih mandul. Masih perlu upaya lebih serius
dalam penanggulangan masalah kejahatan termasuk dalam hal ini kenakalan remaja.
Sebab, kriminalitas yang dilakukan anak bukan satu atau dua kejadian, tetapi sudah menjadi sebuah fenomena. Hal ini menjadikan anak terjerat pada permasalahan hukum dan pidana. Kondisi ini sungguh sangat memprihatinkan.
Mari renungkan sejenak, sebesar apa angka kriminalitas yang terus menyeret anak belia. Diakui atau tidak, perbuatan serta perilaku anak-anak yang melakukan tindak pidana merupakan cermin sebuah kondisi lingkungan
sekuler.
Mereka dibentuk oleh perilaku bebas dan semaunya. Sekularisme mencetak anak-anak yang tak paham agama serta jauh dari akhlak yang baik. Ini merupakan masalah serius yang tidak boleh didiamkan.
Sungguh sekularisme makin mandul menjamin keamanan dan gagal menjaga nyawa manusia. Semua itu menunjukan dampak penerapan sistem hidup yang rusak pada semua bidang kehidupan baik ekonomi, media, pendidikan, pergaulan, dan lain-lain.
Islam Melindungi Anak
Melindungi anak membutuhkan kerangka sistemis. Jika merujuk pada institusi terkecil (keluarga), anak memang tanggung jawab orang tua. Peran keluarga sebagai madrasatul ula (sekolah pertama) bagi anak-anak menjadi faktor penting yang tidak bisa dilepaskan dalam proses tumbuh kembang anak. Orang tua wajib memahamkan Islam dan nilai-nilai kebaikan pada diri anak.
Agar harmonisasi dalam keluarga dapat berjalan dengan baik, maka orang tua diwajibkan mendidik anak-anak dengan cara menanamkan akidah Islam, dimulai sejak anak kecil hingga baligh. Orang tua harus memberikan nasehat dan petunjuk kebaikan pada anak-anak, karena sejatinya anak adalah tanggung jawab orang tua bukan fotokopi orang tua.
Anak memiliki kewajiban berbakti pada kedua orang tuanya. Islam mengajarkan adab yang harus dipahami anak pada orang tuanya, semisal berkata baik dan tidak meneriaki orang tua. Anak adalah cahaya bagi kedua orang tuanya, jendela dan pintu masuknya banyak kebaikan bagi kedua orang tuanya.
Kemudian hal lain yang berperan penting dalam pembentukan karakter anak adalah lingkungan tempat dia berkembang dan bersosialisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran masyarakat adalah sebagai pengontrol sosial. Anak-anak akan mengalami perkembangan dan berbaur dengan dunia luar. Di sinilah tumbuh kembang anak berproses.
Untuk itulah, kehadiran masyarakat berperan membentuk kepribadian anak. Aktivitas amar ma’ruf nahi munkar menghiasi kehidupan sosial masyarakat. Anak-anak akan terbentuk pada lingkungan yang mengutamakan ketakwaan kepada Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari.
Keberadaan negara sangat penting untuk menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Penerapan Islam secara sempurna akan mewujudkan kepemimpinan yang mengutamakan penjagaan dan perlindungan terhadap
seluruh lapisan masyarakat baik generasi muda dan generasi tua.
Salasatu upaya menekan angka kriminalitas pada anak adalah memberikan perlindungan kepada anak dengan membentenginya dari paparan pemikiran negatif.
Negara memastikan anak hanya mengonsumsi infromasi bersih dan sehat dalam tumbuh kembang mereka. Negara harus mengedukasi dan mendukung fase perkembangan melalui media yang mendukung pola asuh orang tua.
Negara berperan menjalankan sistem hukum sesuai syariat Islam. Di sini, negara berperan dengan melakukan edukasi syariat yang berkait dengan hukum perbuatan seorang hamba.
Walhasil anak akan tumbuh menjadi individu bertakwa dengan dukungan masyarakat dan negara. Inilah proses kompleks dan sistemis dalam Islam. Wallahu a’lam bi ash shawwab.[]
Comment