Kriminalitas Anak Meningkat, Warning Untuk Pemerintah dan Masyarakat 

Opini168 Views

 

 

Penulis: Agus Susanti | Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi Serdang Bedagai

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kian hari, kasus kriminal yang dilakukan oleh anak-anak terus bertambah. Bahkan kejahatan tersebut bukan sekadar tindak kriminal saja, melainkan juga disertai pelecehan seksual. Seperti yang belakangan ini terjadi di Sukabumi.

Kapolres Sukabumi Kota AKBP Ari Setyawan Wibowo mengatakan, bocah laki-laki berinisial MA (6 Tahun) ditemukan tewas di perkebunan dekat rumah neneknya pada tanggal 17 Maret 2024.

Menurut pemeriksaan sementara bukan hanya menjadi korban pembunuh, naasnya korban juga sebelum dan setelah wafat menjadi korban pelecehan seksual yakni sodomi. Pelaku yang masih dibawah umur, yakni 14 tahun 6 bulan tersebut akhirnya ditetapkan menjadi tersangka dan berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH). SUKABUMIKU.ID, 02 Mei 2024

Kejadian ini sekali lagi menjadi warning untuk para orang tua, masyarakat dan terlebih negara. Anak-anak yang seharusnya fokus untuk belajar namun justru menjadi pelaku kriminal. Ini menunjukkan tentu ada yang yang salah dan perlu perbaikan menyeluruh. Sebab hal seperti ini tidak hanya terjadi di sebagian wilayah, melainkan kasus serupa terjadi di berbagai penjuru wilayah.

Para generasi penerus bangsa telah rusak fitrahnya sebagai anak-anak. Semua ini tidak lain efek dari penerapan kapitalisme oleh negara ini. Sebuah sistem yang menjamin kebebasan dan menjunjung tinggi HAM. Namun atas nama tersebut pula kejahatan kian merajalela, kemaksiatan terus bertebaran, akidah kian bobrok tergerus zaman modern ala barat yang mengalihkan tujuan dari kehidupan dunia.

Peran orang tua sejatinya adalah pilar pertama untuk pendidikan anak, terutama Ibu. Ia adalah madrasah utama dan pertama bagi anak-anaknya. Sayang feminisme banyak meracuni pikiran para ibu untuk lebih memilih berkarir di luar rumah dibanding berstatus sebagai Ibu rumah tangga yang full day menghabiskan waktu membersamai anak-anak. Meraka hanya sebagai pemberi dan mengejar materi belaka. Apalagi bagi mereka yang berstatus single perent.

Liberalisme dan sekularisme telah sempurna merusak generasi dan keluarga. Peran pemerintah untuk mengontrol masyarakat juga sangat nampak tidak serius. Terbukti dengan maraknya berbagai konten-konten, dan berbagai tayangan rusak yang menjadi tuntunan dalam keseharian. Tak terlepas dengan tontonan yang menunjukkan adegan kekerasan dan pornografi yang merangsang seseorang berujung pada perbuatan serupa.

Terlebih lagi lemahnya sistem hukum yang tidak menjerakan –  diberlakukan dalam sistem saat ini, membuat tindak kriminal terus meningkat.

Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Sebuah sistem yang menjadikan akidah Islam, halal dan haram sebagai landasan perbuatan. Pendidikan akidah  diberikan sejak anak usia dini hingga sekolah dasar. Baru setelah itu mereka mendapatkan pendidikan umum.

Peran orang tua sebagai madrasah pertama benar-benar dilakukan – tentu saja dengan memastikan bahwa para ibu sudah terpenuhi segala kebutuhan finansialnya oleh sang suami sebagai kepala keluarga. Sehingga tidak ada keluarga yang mengalami kesulitsn ekonomi atau kemiskinan.

Islam memastikan ketersediaan lapangan kerja dan gaji yang sepadan. Dengan demikian tidak akan ada anak yang kehilangan madrasah pertamanya bersama sang ibu.

Kurikulum pendidikan dalam Islam juga mengutamakan terbentuknya generasi yang kepribadian Islam, sehingga menghasilkan anak-anak muda yang cerdas dan berprestasi namun juga berbudi luhur.

Islam dengan sistem sanksi yang tegas memastikan hukum drngan efek jera, sehingga meminimalisir tindak kejahatan-  tanpa membedakan apakah pelaku masih di bawah umur atau dewasa, asalkan ia sudah baligh.

Dalam Islam segala tontonan dan berbagai media benar-benar difilter, agar tidak ada tontonan yang tidak layak untuk di percontohkan. Wallahu a’lam biashawab.[]

Comment