Oleh : Rantika Nur Asyifa, Guru
__________
RADARINDONESIANEWS.COM — Lagi dan lagi bermunculan tersangka kasus korupsi yang semakin hari semakin marak terjadi. Kasus korupsi tidak hanya berada dalam lingkup politik saja melainkan merambah ke lingkup pendidikan.
Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Karomani terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelum kena OTT KPK, Karomani mengikuti acara pembentukan karakter (character building). Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan tujuh orang.
Mereka ditangkap terkait dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri. Saat ini tim KPK masih melakukan pemeriksaan.
Tim penyidik disebut bergerak di Lampung dan Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (19/8) malam. Saat ini para pihak sudah berada di gedung KPK untuk diperiksa secara intensif. KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan tersebut, (detiknews, 20/8/2022).
Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menyatakan bahwa kejadian seorang rektor yang tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap menjadi pelajaran untuk melakukan perbaikan.
“Kejadian ini juga menjadi pembelajaran bagi kami untuk terus menerus melakukan perbaikan tata kelola dan peningkatan pengawasan dengan tetap mendorong otonomi perguruan tinggi yang sehat dan akuntabel,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Diktiristek) Nizam seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (21/8/2022).
Nizam sangat heran dan menyesalkan adanya kejadian suap yang dilakukan rektor tersebut. Terlebih, menurut dia, saat ini Kemendikbud Ristek sedang mendorong perguruan tinggi menjadi zona berintegritas, bebas dari korupsi. Dari hasil penyelidikan sementara, para tersangka diduga telah menerima suap sebesar Rp 5 miliar, (Kompas.com, 21/8/2022).
Petinggi kampus kena OTT saat mengikuti program pembangunan karakter mengindikasikan kegagalan pembentukan karakter anti korupsi. Bahkan di kampus yang dianggap pusat intelektual. Karena anti korupsi tak bisa dibangun dari kegiatan pelatihan berbasis sekuler dan tidak diiringi perubahan system.
Jika yang dilakukan hanya terhenti pada pelatihan anti korupsi saja dan tidak ada sanksi atau aturan yang setimpal bagi para koruptor agar merasa jera maka tidak akan berhasil memberantas kasus korupsi. Hanya dengan pelatihan saja tidak akan memberikan edukasi yang efektif dan jaminan untuk tidak melakukan suap-menyuap.
Dengan menerapkan sistem Islam, maka sanksi yang akan diberikan kepada koruptor bukan hanya sekadar masuk penjara beberapa tahun saja, sehingga tidak memberikan efek jera sama sekali. Melainkan potong tangan sesuai jumlah uang rakyat yang dicuri.
Tidak main-main sanksi yang diberikan kepada pelaku korupsi, agar memberikan efek jera dan memberikan edukasi kepada semua elemen masyarakat agar tidak coba-coba melakukan suap-menyuap. Juga tidak akan memiliki niat sedikitpun untuk melakukan korupsi, sehingga tidak akan merugikan negara dan masyarakat.Walahu a’lam bisshawab. []
Comment