Korupsi Kian Menggurita, Ayo Resolusi!

Opini551 Views

 

 

 

Penulis: Luthfiah Jufri, S.Si, M.Pd | Komunitas Muslimah Hijrah Polewali

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Korupsi seolah tiada akhir di negeri ini. Pemberitaan media bejibun dan bergantian. Koruptor pun beragam. Korupsi di Indonesia telah menjadi penyakit akut. Upaya mencabut hingga ke akar tampaknya tak kuat. Dari hulu ke hilir kasus korupsi telah mengalir deras. Mereka berjamaah dan saling menutupi agar selamat meraup uang rakyat.

Ibarat kata sepandai pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga –  perumpamaan ini sangat cocok disematkan kepada Antonius NS Kosasih yang diduga melakukan korupsi dalam kegiatan investasi fiktif PT Taspen (Persero) TA 2019. Beliau telah dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Taspen (Persero) pada 8 Maret 2024 oleh Menteri BUMN Erick Thohir.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri sebagai Kepala Bagian Pemberiataan KPK sebagaimana ditulis antaranewd.com (8/3/2024) membenarkan hal tersebut.

Beliau menyampaikan bahwa timbul kerugian keuangan negara dari pengadaan yang mencapai ratusan miliar rupiah dan sedang dilakukan proses penghitungannya riil nilai kerugiannya. Ali juga menerangkan kasus dugaan korupsi di PT Taspen (Persero) juga melibatkan sejumlah perusahaan, namun dia belum bisa mengungkapkan siapa dan apa peran korporasi dalam kasus tersebut.

Semoga saja KPK bisa menuntaskan kasus ini tanpa pandang bulu, mengingat nasib Jutaan PNS di seluruh Indonesia. Dana tersebut bukan uang cuma cuma dari negara tapi potongan gaji PNS setiap bulannya.

Kasus korupsi di Indonesia terus menggurita seolah hal yang harus dilakukan ketika menduduki jabatan. Mirisnya pelaku korupsi adalah mereka yang bergelar master, seolah mengabarkan bahwa sistem pendidikan kita gagal mencetak manusia yang unggul dan amanah.

Pendidikan kita rusak sebagai akibat sekulerisme-kapitalistik yang diadopsi dari Barat. Tingginya angka korupsi bukan hanya karena faktor ekonomi, tapi ada faktor lain yakni keserakahan ingin menguasai hak orang lain. Pun, didukung oleh oligarki sehingga aturan dan sanksi yang diberlakukan terlihat ramah, tidak membuat jera pelaku.

Sedikitnya ada tiga faktor yang mendorong terjadinya praktik korupsi. Pertama, faktor individu. Bisa saja ada oknum individu yang memang nakal dan memiliki watak koruptif. Namun, jika hanya individu yang melakukan ia tak akan berdaya karena dengan mudah dikucilkan dan dihukum.

Kedua, faktor lingkungan kerja yang buruk. Mau tidak mau dia terpaksa ikut buruk dan melakukan korupsi. Karena yang melakukan tindakan korupsi itu sudah menggurita, pastilah terdorong untuk melakukannya karena sudah sistemik. Betapa banyak individu yang awalnya bersih, tak suka korupsi namun ketika berada dalam komunitas buruk maka perlahan tapi pasti akan mengikuti lingkungan tersebut.

Ketiga, aturan dan kebijakan yang rentan sehingga memberi peluang terjadinya korupsi. Aturan dan kebijakan yang tidak tegas akan membentuk budaya individu dan lingkungan kerja menjadi lahan dan praktik korupsi. Kalau saja negara memiliki sistem yang baik, ketat dan mencegah korupsi maka individu pun tak berdaya.

Selama ini kita hanya dipertontonkan para skandal korupsi sebagai tersangka namun tidak diperlihatkan bagaimana hukuman mereka. Hukuman penjara ternyata tidak memberi efek jera bagi yang di luar penjara. Karena penjara pun bisa dibeli, difasilitasi dengan barang mewah layaknya hotel.

Jauh sebelum terjadi praktik korupsi, sebenarnya Islam sudah mengharamkan terjadinya suap menyuap. Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “Allah SWT melaknat penyuap dan yang di suap”. (HR. Imam Ahmad).

Dengan hukum Islam akan terbentuk individu dan masyarakat bertaqwa yang saling menjaga dan menasihati. Islam mencetak SDM dengan karakter yang baik, professional, dan amanah sehingga orang takut untuk melakukan korupsi. Bukan karena diawasi manusia, tetapi karena merasa diawasi oleh Allah SWT. Wa’allahu’alam biishowab.[]

Comment