Penulis: Atika Nasution, S.E | Alumni Mahasiswi UISU Medan
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus korupsi seakan tiada habisnya. Padahal merekalah pihak yang diamanahi mengatur urusan rakyat. Namun kini amanah itu berubah menjadi kecurangan dan penghianatan yang tentu membuat hati rakyat tersakiti. Imbas terparahnya, rakyat tidak mendapatkan pengurusan kehidupan terbaik karena hak-hak mereka direbut oleh para oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab.
Sungguh miris korupsi terus terjadi di negeri ini. Meski sudah ada badan khusus yang dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan namun belum mampu mencegah dan menghentikannya. Undang-undang yang berlaku dan sanksi belum memberi efek jera terhadap pelaku, apalagi mencegah pihak lain melakukan perbuatan yang sama.
Korupsi seolah menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Pasalnya, penerapan sistem demokrasi membutuhkan dana yang tidak sedikit. Biaya politik dalam sistem ini sangat besar, tidak hanya biaya penyelenggaraannya tetapi juga biaya kampanye para calon pejabat.
Dana kampanye untuk memenangkan kursi kekuasaan tentu berasal dari kantong pribadi dan paling banyak berasal dari sponsor yang tidak lain adalah para pemilik modal atau korporat.
Alhasil ketika mereka telah menang dan berkuasa, berlaku hukum balik modal dan persiapan modal untuk kampanye selanjutnya. Di sinilah jalan korupsi menjadi pilihan termudah, ditambah lagi regulasi yang dibuat oleh mereka sendiri menjadi celah korupsi terjadi.
Inilah dampak buruk sistem politik demokrasi liberal Barat yang diadopsi kebanyalan negara di dunia. Hal ini merusak moral individu negeri ini. Sebab, standar kebahagiaan dalam pandangan mereka sebagai masyarakat kapitalis adalah materi. Sehingga mengejar harta sebanyak-banyaknya meski melalui jalan yang haram adalah hal yang wajar. Korupsi pun menjadi lumrah terjadi dalam sistem demokrasi liberal ala kapitalis ini.
Berbeda dengan Islam. Islam memiliki mekanisme jitu untuk mencegah dan memberantas korupsi hingga tuntas. Dalam Islam kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah. Tanggung jawabnya tak hanya di hadapan manusia tetapi juga dihadapan Allah SWT kelak di yaumil hisab.
Karena itu sistem Islam yang disandarkan pada aqidah memberikan solusi yang tidak hanya muncul ketika ada masalah. Islam mencegah manusia sedari dini dari niat korupsi di awal. Pada titik inilah Islam memberikan solusi secara sistematis terkait pemberantasan korupsi.
Dalam Islam ada sejumlah langkah memberantas bahkan mencegah korupsi, antara lain: Pertama, penerapan ideologi Islam. Penerapan ideologi Islam meniscayaan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam hal kepemimpinan.
Karena itu, pemimpin dalam Islam atau khalifah diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan alquran dan as-sunnah. Begitupun pejabat, mereka diangkat untuk menerapkan dan melaksanakan syariah Islam.
Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertaqwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara, Islam menetapkan syarat taqwa sebagai ketentuan. Selain syarat profesionalitas, ketaqwaan menjadi kontrol awal sebagai penangkal berbuat maksiat dan tercela. Ketaqwaan juga akan menjadikan seorang pejabat merasa diawasi oleh Allah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam islam, para penguasa paham bahwa menjadi pejabat atau pegawai negara hanyalah sarana untuk mewujudkan izzul islam wal muslimin, bukan demi kepentingan materi atau memperkaya diri dan kelompoknya.
Ketiga, pelaksanaan politik dengan landadan syara. Falam Islam, inti politik adalah riayah syar’iyah, mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariat Islam bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki pemilik modal atau elit rakus.
Keempat, penerapan saksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam sanksi tegas diberlakukan demi memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa muncul berulang. Hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.
Dalam Islam keimanan dan ketaqwaan penguasa dan para pejabat tentu penting namun sistem yang menjaga mereka agar tidak melenceng itu jauh lebih penting. Wallahualam Bissawab.
Atika Nasution.[]
Comment