Oleh : Risma Febrianti, Guru
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Penulis Salman Rushdie ditikam di leher dan dada saat memberikan kuliah di Negara Bagian New York, Amerika Serikat, Jumat (12/8) waktu setempat. Salman Rushdie adalah pengarang sejumlah buku berkebangsaan Inggris yang lahir di India.
Pada tahun 1988 ia merilis buku seri novelnya, yakni The Satanic Verses yang merupakan adaptasi dari riwayat Islam mengenai bagaimana Nabi Muhammad pernah membatalkan ayat-ayat yang sebelumnya disampaikannya ke rakyat Quraisy dengan berdalih bahwa ayat-ayat tersebut rupanya berasal dari setan, bukan dari Tuhan. (Wikipedia)
Hal ini mengundang kecaman dari kaum muslim, termasuk oleh pemimpin Iran Ruhollah Khomeini pada 1989 sempat mengeluarkan fatwa yang menyerukan kematian terhadap Rushdie. Hingga kini, fatwa tersebut belum ditarik oleh Iran. Ancaman tersebut membuat Rushdie bersembunyi dengan perlindungan polisi Inggris. Ia muncul lagi setelah sembilan tahun mengasingkan diri dan tetap mengkritik ekstremisme agama.
Kontroversi Rushdie seperti dikutip katadata.com membuat meradang kaum muslim, namun tidak dengan Inggris, Salman Rushdie disambut dan dinobatkan sebagai salah penulis terbaik. Ia bahkan diberikan gelar kebangsawanan oleh Ratu Elizabeth II dan mendapatkan anggota Order of the Companions of Honor, sebuah penghargaan untuk orang yang berkontribusi pada seni.
Negara Inggris yang liberal ini sudah jelas menyokong dan mendukung para penista agama Islam, bahkan memberi dorongan agar penjahat agama sejenis ini bisa mengkampanyekan kesesatannya. Para penista selalu mendapat impunitas/kekebalan dari jeratan.
Pada sistem sekulerisme saat ini, penista agama selalu bermunculan, ironinya selalu dilindungi juga. Baik didalam negeri maupun diluar negeri, tidak ada hukuman tegas akan hal ini bahkan di Inggris tidak kasus Rushdie ini tidak dinamakan sebagai penistaan, tetapi hanya sebagai kebebasan berekspresi atau pun berpendapat.
Berbeda ketika Islam diterapkan, Islam sangat tegas terhadap penista agama. Ini terlihat pada saat pemerintahan Sultan Abdul Hamid, beliau berlaku tegas ketika mendapat kabar Prancis akan menggelar pertunjukan teater yang menampilkan tokoh utama Nabi Muhammad SAW. “Akulah Khalifah umat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu jika kamu tidak menghentikan pertunjukan tersebut!”
Maka perubahan secara revolusioner pun perlu dilakukan. Bukan hanya terfokus pada hukuman yang pantas untuk para pelaku penistaan agama, namun tetap membiarkan sistem sekuler menguasai dunia. Seyogyanya kembali kepada peraturan Islam adalah solusi dari setiap permasalahan. Termasuk kasus penistaan, agar dapat menghentikan hegemoni sekularisme dan sistem liberal yang memfasilitasi penistaan agama.[]
Comment