Konten Negatif di Media Tumbuh Subur Masa Pandemi

Opini586 Views

 

 

Oleh: Yulia Hastuti, S.E, M.Si, Staf Admin Unsyiah

________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pendemi Covid-19 yang melanda Tanah Air sudah berlangsung selama hampir dua tahun, telah mengakibatkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi dari integrasi secara fisik menjadi media komunikasi daring.

Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate, dalam World Economic Forum (WEF) Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021. Dampak dari pandemi Covid-19 karena masifnya penggunaan teknologi komunikasi digital telah memicu banyaknya warganet terpapar konten negatif yang menyesatkan.

Dalam meredam sebaran konten negatif di internet, pemerintah berupaya melakukan tiga pendekatan yaitu dari tingkat hulu, menengah, dan hilir. Dimulai dari hilir, Kominfo menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintahan, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital masyarakat.

Tingkat menengah, Kominfo mengambil langkah preventif dengan menghapus akses konten negatif yang diunggah ke situs web atau platform digital. Sementara di tingkat hilir, Kominfo melakukan pendekatan yang melibatkan instansi pemerintah, komunitas akar rumput, media konvensional dan sosial, hingga akademisi. (www.viva.co.id, 18/19/2021)

Banyaknya konten yang sangat berbahaya dapat menghalangi masyarakat untuk mengambil keputusan yang tepat berdasarkan sumber informasi yang benar. Dilansir laman Kominfo selama pandemi hingga September 2021, Menkominfo menyebut mereka telah menghapus 24.531 konten negatif yang berisikan 214 kasus pornografi anak, 22.103 konten terkait terorisme, 1.895 misinformasi Covid-19, dan 319 misinformasi vaksin Covid-19.

Pemerintah selama ini terus menghimbau semua pihak harus meningkatkan kolaborasi untuk menjaga hak pengguna internet agar terbebas dari konten dan interaksi daring yang berbahaya, baik berupa hoax, misinformasi, disinformasi serta malinformasi.

Serta menghentikan konten negatif seperti ekstremisme, kekerasan dan terorisme, eksploitasi anak-anak secara daring, serta info endemi terkait Covid-19 dan vaksinnya. Keamanan digital juga sama pentingnya dengan keamanan siber dan harus ditangani dengan tepat oleh semua pihak termasuk pemerintah. (liputan6.com, 19/9/2021)

Perkembangan teknologi komunikasi modern sedang mengalami masa keemasan, terutama tren media sosial. Eksistensi media sosial di Indonesia, tak terlepas dari peran teknologi digital networking dunia. Teknologi media sosial telah diadopsi dengan cepat dan terus meluas yang mengakibatkan kemudahan interaksi manusia di dunia dan akses informasi.

Bahkan, media sosial juga mampu mengatur untuk menuntut suatu perubahan politik. Sebut saja platform media sosial terbesar, Facebook, Youtube dan Whatsapp telah memiliki miliaran pengguna di seluruh dunia.

Kabar buruknya, pengguna media sosial mulai mengalami kecanduan pada media sosial. Penggunaan media sosial yang berlebihan mengakibatkan dampak negatif, tingkah laku mereka diibaratkan sama dengan para pecandu narkoba.

Hal ini diperparah dengan banyaknya konten-konten negatif yang tidak mendidik bermunculan, terutama di media sosial. Terlebih di masa pandemi seperti sekarang, segala aktivitas ruang gerak manusia menjadi lebih terbatas dan bertransformasi secara digital. Perubahan ini memicu munculnya kebiasaan digital baru dan tentu saja membuat pengguna media sosial lebih rentan terhadap kejahatan siber.

Tidak heran fakta dilapangan, konten negatif terus saja tidak berhenti diproduksi. Media secara umum dikuasai para kapitalis, jadi tidak mengherankan isinya sesuai dengan paham kebebasan, baik dalam menyajikan berita, berpakaian, konten iklan, hingga hiburan. Semuanya terpengaruh dengan budaya kapitalisme.

Maraknya konten-konten yang merusak sel-sel otak dan sangat membahayakan tumbuh subur dikalangan milineal yang merupakan mayoritas pemakai platform digital. Hal ini disebabkan beberapa hal, dikarenakan 1) Edukasi tidak bersandar pada aspek mendasar yakni ketakwaan, 2) Tidak diiringi regulasi yang melarang sektor lain menyebar aktifitas negatif, 3) Tidak ada definisi yang baku terhadap makna konten negatif.

Dalam Islam, media dan informasi memiliki peran besar dalam pembentukan peradaban suatu bangsa. Melalui media, karakter generasi sangat berpengaruh dengan menghadirkan informasi yang islami secara intens, pemikirian, pemahaman sehingga gaya hidup generasi dapat dibentuk.

Media juga sebagai tools yang berperan besar dalam melakukan edukasi ke tengah-tengah masyarakat. Bahkan negara mampu mengungkapkan kesalahan pemikiran, paham ataupun ideologi yang berkembang di masyarakat.

Di tengah masyarakat Islam tidak ada tempat bagi penyebaran pemikirian dan pemahaman yang rusak dan merusak, pemikiran sesat dan menyesatkan, kedustaan dan berita manipulatif. Karena bagi negara dan warga negara terikat dengan pemahaman hukum syara’ yang melarang penyiaran berita bohong, propaganda negatif, fitnah, penghinaan, pemikiran porno dan amoral, dan sebagainya.

Media bahkan menjadi alat kontruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat. Berbeda dengan media yang diusung oleh ideologi kapitalisme sekuler dan sistem negara demokrasi liberal, media telah menjadi alat destruktif untuk menghancurkan nilai-nilai Islam dan menghancurkan moral.

Media dalam Islam bukan hanya sebatas arus informasi dan koneksi semata , lebih dari itu media memiliki peran politis dan strategis sebagai benteng penjaga umat dan negara, sehingga suasana taat terus tercipta dan wibawa negara terus terjaga.

Media di dunia Islam akan dipakai untuk menguatkan keimanan umat, menambah tsaqafah atau pengetahuan umat, serta menumbuhkan kecintaan akan Islam. Dengan begitu, Islam akan tersebar dan diterima oleh umat manusia. Sehingga peran media benar-benar membawa kemaslahatan dengan mengokohkan fungsi negara sebagai pengurus dan perisai rakyat, sekaligus sebagai pengemban risalah Islam ke seluruh alam.[]

Comment