Oleh: Mutiara Aini, Pegiat Literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tahun ini, Indonesia akan kembali diguncang untuk kedua kalinya oleh konser akbar di Gelora Bung Karno yang sebelumnya pada April lalu konser grup band asal Korea Blackpink berhasil digelar dengan menghadirkan sekitar 140.000 penonton.
Konser Coldplay seperti ditulis cnn Indonesia (11/5/23), rencananya akan digelar pada bulan November mendatang dan bulan Mei tepatnya tanggal 17 – 18 Mei 2023, penjualan tiket konser akan dimulai. Tak tanggung-tanggung tiket konser Coldplay tersebut dibandrol mulai dari 800.000 sampai paket dengan harga termahal sebesar 11 juta. Kategori termahal yang bernama ultimate experience itu, merupakan paket khusus untuk tiket kategori 1 dengan sejumlah keuntungan spesial seperti akses backstage, akses masuk venue eksklusif hingga merchandise.
Kategori selanjutnya adalah Universe yang dibnaderol Rp5,7 juta. Pembelian kategori ini akan mendapat tiket Standing Festival dengan sejumlah keuntungan, termasuk akses masuk venue lebih awal hingga merchandise.
Ironis, meski harga tiket terbilang mahal, masyarakat begitu antusias berburu tiket konser atau world tiket tersebut demi bisa menikmati konsep perubahan yang dijuluki sebagai The Most Successful Band of the 21st Century tersebut sejak Coldplay dipastikan akan tampil di Indonesia.
Untuk pembelian tiket diarahkan kelaman media sosial BCA dan jasa titip atau justip. Pembelian tiket konser juga mulai marak, bahkan ada pula yang disinyalir membeli dengan memanfaatkan pinjaman online (pinjol).
Menanggapi rencana gelaran tersebut alumni 212 seperti ditulis BBC.com siap aksi besar-besaran jika konser Coldplay tetap digelar di Jakarta. Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin, sebelumnya beralasan penolakan tersebut karena Coldplay merupakan pendukung L613T dan penganut atheis yang disebutnya bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Akibat Sistem Kapitalis Liberal
Seperti inilah keadaan masyarakat Indonesia ketika dihadapkan pada gelaran konser yang sejatinya hanya hiburan semata. Mereka rela mengeluarkan uang tabungan dalam jumlah besar demi memuaskan keinginannya bertemu sang idola. Padahal, menikmati konser bukanlah bagian dari kebutuhan asasi manusia. Penyelenggaraan konser ini pun menunjukkan matinya empati penyelenggara dan pihak pemberi izin terhadap problem kehidupan yang dihadapi masyarakat hari ini. Masalah tersebut di antaranya adalah kemiskinan, stunting, pengangguran dan berbagai persoalan lain. Antusiasme masyarakat membeli tiket konser yang harganya selangit itu membuktikan tingginya kesenjangan sosial yang terjadi di negeri ini.
Inilah potret kapitalisme, paradigma liberal yang telah memposisikan negara tak lebih sekadar regulator atau pembuat kebijakan terhadap kepentingan para kapitalis, dalam hal ini adalah industri hiburan.
Kapitalisme berorinsip bahwa selama ada permintaan yang mendatangkan keuntungan, maka produksi atau pengadaan permintaan tersebut tetap diberi ruang tanpa mempertimbangkan moralitas religius dan kultur bangsa indonesia.
Kapitalisme telah gagal membentuk masyarakat untuk memahami hakikat hidupnya sebagai hamba Allah, beramal sesuai dengan aturan Allah. Kapitalisme justru berhasil membentuk ketidak-pedulian alias empati terhadap nasib sesama anak bangsa. Kapitalisme liberal menjatuhkan taraf berpikir rakyat ke level yang sangat rendah.
Kembali Pada Sistem Islam
Berbeda dengan Islam. Konsep dan paradigma Islam dalam kaitan melayani rakyatnya adalah sebagai riayah atau mengurus urusan umat. Negara wajib memenuhi kebutuhan semua warga negara seperti sandang, pangan dan papan dengan berbagai mekanisme. Pun, negara membuka lapangan-kerja seluas-luasnya untuk rakyat yang siap dan mampu. Sementara bagi mereka yang lemah dan terkendala fisik, negara memberikan santunan.
Begitu juga kebutuhan layanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan fasilitas publik, negara wajib memenuhi semua itu dengan standar pelayanan terbaik, cepat, mudah dan profesional serta gratis. Bahkan tidak hanya kebutuhan asasi, negara juga memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier.
Hal ini untuk meningkatkan kualitas hidup warga negara sebagai khairu ummah atau umat terbaik. Sehingga berhak mendapatkan pelayanan dengan kualitas terbaik.
Namun, kebutuhan tersier dan sekunder yang dimaksud tetap dibatasi oleh syariat Islam. Negara tidak membiarkan barang haram atau aktivitas haram berada di masyarakat meskipun hal tersebut bisa mendatangkan keuntungan bagi negara. Sebab, negara yang bersandar pada syariat Islam sangat memahami bahwa keharaman hanya akan menjauhkan hidup dari keberkahan.
Pendidikan dalam Islam yang berbasis akidah akan melahirkan generasi yang bervisi dunia sekaligus akhirat. Mereka akan menjadi individu dan masyarakat yang memahami bahwa dunia hanyalah tempat persinggahan dan sebagai ladang mengumpulkan bekal untuk kebahagiaan akhirat. Sehingga lahirlah pribadi-pribadi yang bertakwa yang senantiasa menyibukkan diri dalam amal saleh bukan sibuk menikmati hidup dengan berbagai kemaksiatan.
Mereka hidup dengan rasa dan empati tinggi terhadap nasib sesama, sebab Rasulullah Saw. pernah bersabda,: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad). Wallahu ‘alam bishowwab.[]
Comment