Konferensi Pers Cabut Permenaker No. 5 Tahun 2023 yang Memiskinkan Buruh Perempuan

Nasional237 Views

 

 

RARI DONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bertempat di Gedung YLBHI Jl. P. Diponegoro No. 74, Jakarta Pusat.
FSBPI (Forum Serikat Buruh Persatuan Indonesia), KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia), Perempuan Mahardika dan elemen masyarakat sipil lainnya menyatakan menolak Permenaker NO.5 Tahun 2023 yang memiskinkan buruh perempuan, Sabtu (16/09/23).

Diterangkan dalam konferensi pers tersebut tentang adanya praktik buruk dalam proses membentuk dan mengambil kebijakan pemerintah. Pemerintah dianggap tidak mendengar gelombang penolakan buruh dengan tetap memaksakan pemberlakuan Perpu Cipta Kerja.

Para buruh menyatakan dengan keras menolak sistem No Work No Pay, acuannya berdasarkan Permenaker No. 5 Tahun 2023 tentang penyesuaian waktu kerja dan pengupahan pada perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global.

Fakta ini bisa terlihat pada industri garmen yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan.

“Adanya pengurangan jam kerja dan pengurangan hak-hak buruh perempuan, kebijakan ini dianggap melanggengkan kemiskinan dan penyengsaraan terhadap gender perempuan”, ujar Vivi Widyawati – Perempuan Mahardhika.

Dalam forum tersebut, Titin Nurlinasari selaku Ketua Basis PT. Tainan Enterprises Indonesia FSBPI, menegaskan kepada pemerintah untuk segera mencabut Permenaker NO.5 Tahun 2023, memperbanyak jaminan bagi buruh perempuan dan penuhi hak hidup buruh untuk penghidupan yang layak.

“Pemberlakuan Permenaker No. 5 Tahun 2023 ini jelas menghilangkan perlindungan, membuat buruh tidak memiliki kepastian kelangsungan kerja di tengah kontrak kerja pendek dan mengabaikan hak-hak reproduksi buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan dan cuti keguguran”, ujar Dian Septi Trisnanti selaku Ketua Umum FSBPI.

Pembiaran derita dan praktek kerja penuh kekerasan oleh pemerintah ini menjadi keharusan untuk terus disuarakan karena penerapan Permenaker No 5 Tahun 2023 mulai dilakukan oleh beberapa perusahaan tanpa adanya perundingan dan kesepakatan dengan serikat buruh. Situasi ini merupakan penindasan HAM dan kekerasan terhadap perempuan yang harus dikecam, dilawan serta harus dihentikan.[]

Comment