Oleh: Fathimah Bilqis, S.Pd, Praktisi Pendidikan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sepucuk surat dari diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri dengan jelas meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas (migas) di rig lepas pantai untuk sementara. China mengklaim bahwa Laut utara Natuna atau bagian selatan dari Laut Cina Selatan (LCS) masuk wilayah teritori China, berdasarkan nine dash line.¹
Data pergerakan kapal menyebutkan selama beberapa hari ketika rig semi-submersible Noble Clyde Boudreaux tiba di Blok Tuna di Laut Natuna untuk mengebor dua sumur pada 30 Juni, sebuah kapal penjaga pantai China berada di lokasi itu. Ketegangan di Laut Natuna semakin menjadi. Selama empat bulan berikutnya, kapal-kapal China dan Indonesia saling membayangi di sekitar blok tersebut, sering kali datang dalam jarak 1 mil laut satu sama lain.¹
UNCLOS dan Nine Dash Line
Dunia maritime internasional telah merumuskan mengenai batas-batas teritori lautan yang termaktub dalam UNCLOS (United Nation Convention Law Of the Sea). Konvensi hukum laut internasional ini berada di bawah naungan PBB (UN). UNCLOS telah menetapkan bahwa Laut Utara Natuna merupakan bagian dari teritori Natuna, bagian dari Indoneisa. Bahkan pada tahun 2017 telah disahkan dengan nama Laut Natuna Utara.
Nine dash line (Sembilan garis putus-putus) adalah wilayah LCS seluas 2 juta km persegi, 90% nya diklaim oleh China sebagai hak maritime historisnya. Klaim China ini merupakan klaim sepihak, tanpa melalui UNCLOS. Bahkan banyak negara-negara ASEAN turut bersengketa atas hal ini. Nine dash line melingkupi kepulauan Paracel yang juga sama-sama diklaim Vietnam dan Taiwan, hingga laut di kepulauan Sparty di mana China bersengketa dengan Filipina, Malaysia, Vietnam dan Brunai Darusalam.²
Pesona Natuna
Agresifnya China terhadap laut Natuna tentu bukan tanpa sebab. China mengetahui dengan jelas akan pesona Natuna. Natuna adalah harta karun yang menyimpan kekayaan alam yang sangat menggiurkan, termasuk bagi China. Dalam laman Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten Natuna menyebutkan bahwa Natuna memiliki 3 potensi yang menarik:³
Pertama, potensi sumber daya perikanan. Berdasarkan studi identifikasi potensi sumber daya kelautan dan perikanan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2011, potensi ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun. Angka itu hampir 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan atau WPP 711 (Laut China selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata) yang menyentuh 1.143.341 ton per tahun. Hampir setengahnya kekayaan alam laut dimiliki oleh Laut Natuna. Sungguh menggiurkan.
Kedua, potensi migas (minyak dan gas) yang terkandung di dalamnya. Sesuai ketentuan UNCLOS, negara yang memiliki hak atas ZEE berhak memanfaatkan sumber daya alam sampai ke dasar laut terutama bila terdapat kandungan migas.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok East Natuna mempunyai kandungan volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf), serta cadangan sebesar 46 tcf. Blok tersebut dikembangkan oleh Pertamina bersama ExxonMobil dan PTT Exploration and Production Plc (PTTEP) di dalam satu konsorsium.
Tak hanya itu, Kementerian ESDM juga melirik potensi kandungan minyaknya. Potensi minyak di blok itu mencapai 36 juta barel minyak. Namun baru dimanfaatkan sekitar 25 ribu barel minyak. Baru sekitar 0,07% yang terberdayakan. Sungguh kaya negeri ini.
Ketiga, posisi Laut Natuna sebagai jalur perdagangan yang strategis diperkirakan menjadi rute utama bagi sepertiga pelayaran dunia. Sistem Monitoring Skylight atau sistem pemantau dengan teknologi penginderaan jarak jauh mencatat jumlah kapal yang lalu-lalang mencapai 1.000 unit per harinya.
Berdasarkan hukum laut internasional, berbagai negara memang bebas melakukan pelayaran terlepas suatu laut sudah dimiliki atau masih berstatus sengketa. Namun, kehadiran suatu negara tetap penting guna memastikan dari banyak kapal yang lewat itu, mereka tidak melakukan aktivitas pengambilan sumber daya alam seperti perikanan. Jika tak masuk sebagai ZEE maupun menjadi hak Indonesia, mudah saja laut itu dimanfaatkan oleh berbagai kapal dari negara-negara yang melewatinya.
Klaim China atas Natuna, Respon Indonesia?
Hadirnya kapal-kapal China di perairan Natuna seolah monitoring China atas batas teritorinya. Apabila Indonesia mau tegas, bisa saja Indonesia mengusir kapal-kapal China tersebut. Indonesia memiliki payung hukum atas Laut Natuna Utara dalam perjanjian UNCLOS tahun 2017 silam. Meski China pun mengklaim perairan Natuna adalah batas teritorinya berdasarkan nine dish line. Namun secara kekuatan dunia maritime internasional, Indonesia akan jauh lebih kuat (memiliki nilai sah) di mata hukum kelautan atas nama UNCLOS. Sebab nine dish line yang diklaim China tidak melalui UNCLOS yang secara international diakui.
China sebagai kekuatan besar ekonomi dunia sangat berpengaruh, tidak terkecuali Indonesia. Terlebih, Indonesia memiliki tingkat ketergantungan pada China yang sangat besar. Berdasarkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), data capaian realisasi investasi pada Triwulan I (periode Januari – Maret) untuk Tahun 2021 sebesar Rp 219,7 triliun. Tercatat lima besar negara asal PMA adalah: Singapura (US$ 2,6 miliar, 34,0%); R.R. Tiongkok (US$ 1,0 miliar, 13,6%); Korea Selatan (US$ 0,9 miliar, 11,1%); Hongkong, RRT (US$ 0,8 miliar, 10,8%); dan Swiss (US$ 0,5 miliar, 6,1%).⁴
Ditambah awal tahun ini tepatnya pada 13 Januari 2021, Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P. Marsudi telah menerima kunjungan Menteri Luar Negeri/ State Councilor RRT, Y.M. Wang Yi di Jakarta. Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian lawatan Menlu RRT ke beberapa negara ASEAN dan dalam kerangka perayaan 70 tahun hubungan diplomatik RI-RRT. Dalam pertemuan tersebut kedua Menlu sepakat untuk mendorong investasi dan kerja sama pembangunan infrastruktur antara kedua negara melalui kemitraan yang berkualitas, bersahabat dengan lingkungan, dan yang dapat menyerap tenaga kerja Indonesia.5
Ketergantungan akan investasi China ini menghilangkan wibawa Indonesia di hadapan China. Sehingga wajar saja apabila respon Indonesia tidak mampu tegas terhadap China atas klaim Laut Natuna.
Armada Laut Kaum Muslim
Indonesia merupakan negara muslim terbesar, seharusnya kita tidak melupakan sejarah. Bagaimana kekuasaan atau kedaulatan Islam saat kekhilafahan Utsmaniyah meliputi daratan dan lautan.
Sebagaimana yang disampaikan dalam buku ‘Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmani’ karya Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, pasca tertaklukannya Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih, perhatian Khalifah akan armada laut semakin ditingkatkan. Dalam waktu singkat, armada laut Turki Utsmani mampu mengusai Laut Merah dan laut Hitam.
Pada tahun 1508 M, Sultan Al Ghawri mengirimkan ekspedisi laut yang terdiri dari tiga belas kapal dengan jumlah tentara sebanyak seribu lima ratus pasukan yang dipimpin oleh Husein Al Kurdi untuk melawan pasukan Portugis. Kemenangan pun di tangan kaum muslim.
Pada tahun 1520-1566 M, pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Qanuni, khilafah Utsmani berhasil mengusir orang-orang Portugis dari Laut Merah dan berhasil mengusai Teluk Arab. Teluk Arab dan Laut Merah merupakan jalur perdanganan antara Indonesia, india dengan Timur Jauh.
Pada masa Sultan Abdul Hamid II, beliau membeli dua buah kapal selam. Saat itu kapal selam merupakan senjata mutakhir. Khalifah Abdul Hamid II menjadi peranan yang sangat penting, sangat disegani bahkan ditakuti oleh para penguasa Eropa saat itu. Kekuatan Abdul Hamid II tentu ditopang oleh kekuatan Khilafah Islam (Khilafah Utsmaniyah) yang menjadi institusi negara yang sangat berpengaruh saat itu.
Kaum muslim dengan jati diri sebenarnya akan mampu menjadi adikuasa kembali, negara yang berdaulat. Jati diri kaum muslim terletak pada Islam sebagai ideologi (pandangan hidup). Islam bukan hanya sebatas agama ritual, namun sebuah sistem hidup melingkupi ekonomi, politik pemerintahan, politik luar negeri, dan lainnya.
Ekonomi islam yang non riba, politik ekonomi yang tidak akan membiarkan SDA negeri dikuasai oleh asing. Sangat mungkin untuk menyejahterakan umat, dengan kedaulatan pangan. Politik pemerintahan yang hanya menjadikan penguasa senantiasa memikirkan umat sebagai tanggung jawabnya, bukan penguasa yang abai.
Politik luar negeri yang akan mengedepankan dakwah dan jihad untuk membebaskan umat manusia dari kungkungan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak. Tidakkah kita rindu dengan sistem Islam yang akan menjadi rahmatan lil ‘alamin? Allahu ‘alam bi ash showab.[]
Sumber:
¹https://www.beritatrans.com/artikel/218169/China-Protes-Aktivitas-Pengeboran-dan-Latihan-Militer-Indonesia-di-Natuna/
²https://www.kompas.com/tren/read/2020/01/06/201739865/infografik-apa-itu-nine-dash-line
³https://dpmptsp.natunakab.go.id/kekayaan-laut-natuna-alasan-kenapa-cina-selalu-mengklaimnya/
⁴https://www.bkpm.go.id/id/publikasi/siaran-pers/readmore/2420901/71101
⁵https://kemlu.go.id/portal/id/read/2069/berita/indonesia-dan-tiongkok-sepakat-perkuat-kolaborasi-untuk-dorong-pemulihan-ekonomi-dan-tangkal-pandemi
Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, karya Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi
Comment