Penulis: Hana Annisa Afriliani, S.S | Aktivis Muslimah dan Penulis Buku
___________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kisruh Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu terjadi di setiap tahun. Sistem zonasi yang digagas Mendikbud Ristek menuai banyak polemik di tengah masyarakat.
Sebagaimana yang terjadi beberapa waktu lalu, PLt Bekasi menduga ada kecurangan data dalam PPDB, begitu juga di Bogor terdapat temuan beberapa nama siswa yang menyertakan alamat tertentu namun ketika ditelusuri tidak terdapat nama tersebut di alamat yang tertera.
Sungguh, jual beli kursi terjadi di sistem pendidikan hari ini. Pendidikan dikomersilkan demi mendapat keuntungan. Sistem zonasi yang dirancang untuk menghilangkan label sekolah favorit nyatanya malah membuka peluang berbagai kecurangan, di antaranya pemalsuan Kartu Keluarga (KK) dan pemalsuan data administrasi lainnya. Akibatnya, banyak orang tua yang harus menerima pil pahit penolakan sang anak di sekolah yang diimpikan padahal jaraknya dekat dengan tempat tinggal.
Sebagaimana yang terjadi di Tangerang. Kesal anaknya tak diterima PPDB jalur zonasi, orang tua siswa, yakni Ayib Amir mendatangi SMAN 5 Kota Tangerang, Senin 10 Juli 2023.
Seperto ditulis laman radarbanten.co.id (11-07-2023), Ayib datang ke sekolah tersebut bersama keluarganya dengan membawa meteran. Meteran tersebut digunakannya untuk mengukur jarak antara tempat tinggalnya dan sekolah.
Inilah ironi PPDB sistem zonasi yang terus berulang setiap tahunnya. Oleh karena itu, layaknya kita mengevaluasi, apa yang salah dengan sistem pendidikan hari ini?
Potret Buram Sistem Pendidikan Kapitalis
Ketika sistem pendidikan yang diterapkan berbasis pada kapitalisme, yakni meniscayakan dijadikan komoditas bisnis demi meraup cuan.
Sistem zonasi diluncurkan pertama kali pada tahun 2017 melalui Permendikbud nomor 17 tahun 2017, lalu disempurnakan dengan permendiknud nomor 1 tahun 2021. Dalam permendikbud ini diatur bahwa PPDB dilakukan dengan 4 jalur, yakni zonasi, afirmasi, prestasi, dan perpindahan orangtua. Dari keempat jalur itu, hampir semuanya menimbulkan persoalan.
Jalur zonasi, misalnya, banyak orang tua yang mengkritik jalur ini. Pada tahun 2019 KPAI mencatat 9 persoalan di jalur zonasi. Tiga di antaranya adalah tidak tersedianya sekolah negeri di suatu wilayah, proporsi antara lokasi sekolah dengan calon siswa tidak merata, dan persoalan teknis lainnya.
Hal yang paling menonjol dalam jalur zonasi ini adalah adanya pembatasan untuk memilih sekolah atas alasan jarak tempat tinggal, membuat orang tua merasa diperlakukan tidak adil. Mengingat kualitas sekolah di negeri ini memang belum merata.
Jalur prestasi juga bermasalah yakni dengan penetapan prestasi non-akademik bagi siswa. Standar prestasi yang baku belum ada, sehingga memunculkan peluang-peluang kecurangan. Jalur afirmasi pun seringkali dimanipulasi, pemalsuan surat-surat keterangan tidak mampu kerap terjadi.
Demi anaknya bisa diterima di suatu sekolah, orangtua rela ‘memiskinkan diri’. Inilah potret buram sistem pendidikan bernasaskan sekularisme kapitalis. Kebijakan yang dilahirkan pun pada akhirnya melahirkan banyak masalah.
Pendidikan Gemilang Kunci Generasi Cemerlang
Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah kebutuhan dasar setiap individu rakyat. Oleh karena itu, negara dalam sistem Islam mengupayakan agar setiap individu rakyat mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas.
Negara menyediakan sekolah dengan kualitas terbaik dan memeratakannya di setiap wilayah. Sehingga masyarakat tidak akan keberatan masuk ke sekolah mana pun, karena kualitasnya sama saja.
Dalam sistem pendidikan hari ini, ketidakmerataan sebaran sekolah negeri masih menjadi persoalan, belum lagi daya tampungnya yang terbatas. Ini seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah. Bukan malah membuat kebijakan baru, sementara persoalan dasarnya saja belum terselesaikan.
Kebijakan tambal sulam pemerintah hari ini belum menyentuh akar persoalan bagi dunia pendidikan sehingga belum menjadi solusi bahkan menambah persoalan baru.
Sejatinya, persoalan pemerataan kualitas pendidikan bukan sekadar soal terdistribusinya siswa, tetapi juga soal infrastruktur pendidikan itu sendiri belum merata. Termasuk di dalamnya SDM pengajarnya yang belum merata kualitas dan kuantitasnya.
Demikianlah kita tak lagi bisa berharap pada sistem pendidikan kapitalis karena dari asasnya saja sudah bermasalah. Hanya dengan sistem pendidikan Islam, generasi berkualitas akan tercipta karena orientasi pendidikan dalam Islam adalah mencetak generasi berkepribadian Islam yang bertakwa kepada Allah.
Hal tersebut ditopang oleh negara yang hadir sepenuh hati mengadakan layanan pendidikan berkualitas dan gratis bagi rakyatnya. Wallahu’alam bis shawab.[]
Comment