RADARINDONESIANEWS.CO, JAKARTA – Pada tahun 1998, Joseph Cohen seorang Yahudi Ortodoks kelahiran AS
hijrah ke Israel karena keyakinannya yang sangat kuat pada ajaran
Yudaisme. Ia kemudian tinggal di pemukiman Yahudi Gush Qatif di Gaza
(Israel mundur dari wilayah Jalur Gaza pada tahun 2005).
hijrah ke Israel karena keyakinannya yang sangat kuat pada ajaran
Yudaisme. Ia kemudian tinggal di pemukiman Yahudi Gush Qatif di Gaza
(Israel mundur dari wilayah Jalur Gaza pada tahun 2005).
Cohen tak pernah mengira bahwa kepindahannya ke Israel justru
membawanya pada cahaya Islam. Setelah tiga tahun menetap di Gaza, Cohen
memutuskan untuk menjadi seorang Muslim setelah ia bertemu dengan
seorang syaikh asal Uni Emirat Arab dan berdiskusi tentang teologi
dengan syaikh tersebut lewat internet. Setelah masuk Islam, Cohen
mengganti namanya dengan nama Islam Yousef al-Khattab.
Tak lama setelah ia mengucapkan syahadat, istri dan empat anak Yousef
mengikuti jejaknya menjadi Muslim. Sekarang, Yousef al-Khattab aktif
berdakwah di kalangan orang-orang Yahudi, meski ia sendiri tidak diakui
lagi oleh keluarganya yang tidak suka melihatnya masuk Islam.
“Saya sudah tidak lagi berhubungan dengan keluarga saya. Kita tidak
boleh memutuskan hubungan kekeluargaan, tapi pihak keluarga saya adalah
Yahudi dengan entitas ke-Yahudi-annya. Kami tidak punya pilihan lain,
selain memutuskan kontak untuk saat ini. Kata-kata terakhir yang mereka
lontarkan pada saya, mereka bilang saya barbar,” tutur Yousef tentang
hubungan dengan keluarganya sekarang.
Ia mengakui, berdakwah tentang Islam di kalangan orang-orang Yahudi
bukan pekerjaan yang mudah. Menurutnya, yang pertama kali harus
dilakukan dalam mengenalkan Islam adalah, bahwa hanya ada satu manhaj
dalam Islam yaitu manhaj yang dibawa oleh Rasululullah saw yang kemudian
diteruskan oleh para sahabat-sahabat dan penerusnya hingga sekarang.
“Cara yang paling baik untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama
untuk semua umat manusia adalah dengan memberikan penjelasan berdasarkan
ayat-ayat al-Quran dan yang membedakan antara umat manusia adalah
ketaqwaannya pada Allah semata,” ujar Yousef.
“Islam bukan agama yang rasis. Kita punya bukti-bukti yang sangat
kuat, firman Allah dan perkataan Rasulullah saw. Kita berjuang bukan
untuk membenci kaum kafir. Kita berjuang hanya demi Allah semata, untuk
melawan mereka yang ingin membunuh kita, yang menjajah tanah air kita,
yang menyebarkan kemungkaran dan menyebarkan ideologi Barat di negara
kita, misalnya ideologi demokrasi,” sambung Yousef.
Ia mengatakan bahwa dasar ajaran agama Yahudi sangat berbeda dengan
Islam. Perbedaan utamanya dalam masalah tauhid. Agama Yahudi, kata
Yousef percaya pada perantara dan perantara mereka adalah para rabbi.
Orang-orang Yahudi berdoa lewat perantaraan rabbi-rabbi mereka.
“Yudaisme adalah kepercayaan yang berbasiskan pada manusia. Berbeda
dengan Islam, agama yang berbasis pada al-Quran dan Sunnah. Dan
keyakinan pada Islam tidak akan pernah berubah, di semua masjid di
seluruh dunia al-Quran yang kita dengarkan adalah al-Quran yang sama,”
ujar Yousef.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Yahudisme di sisi lain berpatokan
pada “tradisi oral” misalnya kitab Talmud yang disusun berdasarkan
informasi dari mulut ke mulut yang kemudian dibukukan. Para rabbi
sendiri, kata Yousef mengakui, bisa saja banyak hal yang sudah orang
lupa sehingga keabsahan kitab tersebut bisa dipertanyakan.
Yousef mengungkapkan, kitab Taurat yang diyakini kaum Yahudi sekarang
memiliki sebelas versi yang berbeda dan naskah-naskah Taurat itu bukan
lagi naskah asli. “Alhamdulillah, Allah memberikan rahmat pada kita
semua dengan agama yang mudah, di mana banyak orang yang bisa menghapal
al-Quran dari generasi ke generasi. Allah memberkati kita semua dengan
al-Quran,” tukas Yousef. Meski demikian, ia meyakini dialog adalah cara
terbaik dalam berdakwah terutama di kalangan Yahudi.
Ditanya tentang kelompok-kelompok Yahudi yang mengklaim anti-Zionis.
Yousef menjawab bahwa secara pribadi maupun dari sisi religius, ia tidak
percaya dengan Yahudi-Yahudi yang mengklaim anti-Zionis. “Dari
sejarahnya saja, mereka adalah orang-orang yang selalu melanggar
kesepakatan. Mereka membunuh para nabi, oleh sebab itu saya tidak pernah
percaya pada mereka, meski Islam selalu menunjukkan sikap yang baik
pada mereka,” paparnya.
Yousef menegaskan bahwa pernyataannya itu bukan untuk membela
orang-orang Palestina ataupun atas nama seorang Muslim. Pernyataan itu
merupakan pendapat pribadinya. “Allah Maha Tahu,” tandasnya.
Sebagai orang yang pernah tinggal di pemukiman Yahudi di wilayah
Palestina, Yousef mengakui adanya diskriminasi yang dilakukan pemerintah
Israel terhadap Muslim Palestina. Yousef sendiri pernah dipukul oleh
tentara-tentara Israel meski tidak seburuk perlakuan tentara-tentara
Zionis itu pada warga Palestina.
“Saya masih beruntung, penderitaan yang saya alami tidak seberat
penderitaan saudara-saudara kita di Afghanistan yang berada dibawah
penjajahan AS atau saudara-saudara kita yang berada di kamp penjara AS
di Kuba (Guantanamo),” imbuhnya dengan rasa syukur.
Allah memberikan hidayah pada umatnya, kadang dengan cara yang tak
terduga. Seperti yang dialami Cohen atau Yousef yang justru masuk Islam
setelah pindah ke wilayah pendudukan Israel di Gaza.
Sumber: eramuslim
Comment