Keunikan Manuskrip Karya Ulama Aceh Abdullah Al-asyi

Opini1207 Views

 

 

 

Oleh: Afrizal*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA –Aceh memiliki peradaban manuskrip yang unik dan indah. Salah satunya adalah karya ulama Aceh yang tersohor pada abad ke 18 M.

Namanya Abdullah, ayahnya bernama Ismail Al-Asyi. Tidak banyak data dan informasi yang lebih tentang tokoh ini namun karyanya yang masyhur berjudul Nuzhat al-Ikhwan fi Ta’lim al-Lughati wa Tafsir Ikhtilaf al-Lisani (disingkat Nuzhatul Ikhwan) telah mengharumkan nama Aceh dan namanya dikenang hingga saat ini.

Belakangan ini banyak hal yang luput dari perhatian generasi Aceh, salah satunya kekayaan dari karya manuskrip kuno, baik yang tersebar di Aceh maupun seluruh Indonesia.

Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) manuskrip merupakan tulisan tangan yang menjadi kajian filologi. Karya manuskrip ini merupakan salah satu dari sekian banyak karya manuskrip di indonesia yang berasal dari Aceh.

Koleksi karya Abdullah Al-asyi berjudul Nuzhatul Ikhwan yang diterbitkan pada tahun 1930 M/1349 H. Ciri-ciri manuskrip Nuzhatul Ikhwan dituliskan dengan menggunakan 4 bahasa, yaitu: bahasa Arab, Turki, Melayu, dan Aceh. Manuskrip ini menggunakan jenis kertas Erop.

Karya pertama Abdullah Al-asyi yang membahas tentang kamus dan panduan bahasa asing untuk sehari-hari. Ada empat bahasa yang disebutkan di dalamnya Bahasa Arab, Bahasa Turki, Bahasa Melayu (Jawi), dan Bahasa Aceh. Naskah ini diterbitkan oleh penerbit Mushtafa Al-Bab Al-Halabi Wa awladuhu di Mesir pada Rabiul Awal tahun 1349 H bertepatan dengan September 1930 M. Tidak diketahui ini cetakan keberapa. Keunikan yang dapat ditemukan dari naskah ini yaitu teks ditulis tanpa menggunakan diakritik.

Selain itu kandungan naskah tersebut berisi tentang kamus dan panduan bahasa asing untuk sehari-hari dalam empat bahasa yang disebutkan di dalamnya Bahasa Arab, Bahasa Turki, Bahasa Melayu (Jawi), dan Bahasa Aceh. Keunikan lain yang dapat diamati dari naskah tersebut adalah di dalam kitab bahasa terdapat beberapa revisi dan penambahan kosa kata yang diperlukan pada saat ini.

Beberapa pemahaman yang didapatkan ketika membaca manuskrip atau kamus bahasa dari 4 bahasa yaitu teks di dalamnya memaparkan sebuah kosa kata dan ucapan sehari-hari dalam 4 bahasa dapat disebutkan sangat penting pada masa itu, mengingat para penuntut ilmu (thalibul ‘ilmi) dari negeri Aceh dan Melayu Nusantara banyak di Mesir dan Haramain, di mana mereka berkomunasi dengan muslim dari negeri lain, terutama Arab dan Turki.

Selain itu karya dan pemikiran kitab Nuzhatul Ikhwan Selama masa hidupnya Syaikh abdullah al-Asyi pernah menghasilkan beberapa karya kitab ilmu Islami, karya yang telah ditemui antara lain;

1. Muqqadimatul Mubtadi-in, akar pada hari Rabu, 30 Shafar, di Mekkah, tanpa menyebut tahun. Dua oleh Mathba’ah al-Mihriyah, Mekkah, tahun 1307 H./1889 M.

2. Tuhfatul Ikhwan Fi Tajwidil Qur-an, pada batas waktu Dhuha, hari Jumat dua likur Jamadil Awal 1311 H./1893 M. Cetakan pertama Mathba’ah al-Mihriyah al-Kainah, Mekkah, 1311 H./1893 M.

3. Fat-hul Mannan Fi Bayani Ma’na Asma-illahil Mannan, perluasan tahun 1311 H./1893 M. Cetakan kedua oleh Mathba’ah al-Mihriyah al-Kainah, Mekkah, 1311 H./1893 M.

4. Fat-hul Mannan Fi Hadits Afdhal Waladi ‘Adnan, perluasan pada tahun 1311 H./1893 M. Hanya ditemukan cetakan Mathba’ah al-Kamaliyah, Kota Bharu, Kelantan, 1379 H./1960 M. yang diterbitkan oleh Haji Muhammad bin Ahmad, Kampung Gong, Kelantan, dengan catatan: “Dengan izin waris pengarangnya dan anak muridnya yang di Mekkah al-Mukarramah pada thaun Hijrah 1377.

Kita bisa mendapatkan banyak manfaat dari manuskrip melalui informasi yang ada di dalamnya. Ketika membaca manuskrip tersebut kita bisa mengetahui 4 bahasa dan bahasa daerah-daerah muslim lainnya.

Pepatah mengatakan bahwa sebuah karya tulisan tidak akan lekang oleh zaman walaupun sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun. Tulisan bisa menjadi jejak masa lampau yang terekam di dalam sebuah manuskrip.

Manuskrip adalah warisan budaya yang sudah seharusnya dilestarikan, diupayakan keutuhan naskahnya, dan dimanfaatkan aspek keilmuan di dalamnya.

Oleh karena itu mari kita bersama-sama menjaga hasil budaya ini, karena budaya adalah identitas bangsa.[]

*Penulis adalah mahasiswa sejarah dan Peradaban Islam UIN Ar-Raniry, Aceh

 

Comment