Ketika Riba Dianggap Kesatria

Opini291 Views

 

Oleh: Agus Susanti, Aktivis Serdang Bedagai

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— Kecanggihan teknologi memang tak dipungkiri banyak memudahkan segala urusan manusia, baik untuk mengakses informasi terupdate, urusan bisnis, pekerjaan, pendidikan, kesehatan juga silaturahmi pada saudara dan sahabat yang berbeda daerah.

Namun kecanggihan tersebut juga tak dielakkan bisa menjadi berdampak negatif bagi kehidupan sehari-hari. Maka yang terpenting adalah bagaimana cara kita mengendalikan teknologi, dan bukan sebaliknya teknologi yang mengendalikan hidup manusia.

Kemudahan mengakses berbagai hal dalam media sosial bisa dirasakan oleh khalayak ramai. Begitu pula menjadi sebuah musibah bagi segelintir orang.
Seperti contoh pada kasus berikut:
Berawal dari mudahnya mengakses pinjaman, pengguna layanan tunda bayar (paylater) mengaku “kebablasan” sampai akhirnya terjebak pada tunggakan yang menguras pendapatan hingga menggagalkan rencana menyicil rumah.

Pemahaman rendah soal risiko paylater, ditambah mitigasi risiko gagal bayar yang lemah telah memicu fitur Buy Now Pay Later (BNPL) berujung menjadi jerat utang yang melilit, kata peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), Nailul Huda seperti dilansir dari BBC NEWS INDONESIA.

Beginilah resiko bila kecanggihan teknologi yang tidak digunakan secara bijak. Alih-alih bisa menjadi juru selamat bak kesatria dalam cerita kanak-kanak, namun menjadi musibah yang sangat besar.

Apabila kita amati, saat ini sangat banyak ragam aplikasi yang dijumpai dengan sistem yang sama “beli sekarang, bayar nanti”. Tanpa mencermati sistem tersebut alhasil banyak yang menjadi korban dengan lilitan hutang yang ternyata berbasis pinjaman berbunga.

Dengan mata yang dimanjakan oleh berbagai barang di Online shop, ditambah dengan kemudahan untuk membayar belakangan (hutang), diperkuat dengan lemahnya dalam mempertimbangkan mana sesuatu yang dibutuhkan dan mana yang tidak.

Meskipun sudah banyak korban sebelumnya, namun hal ini tak membuat orang-orang merasa jera menggunakan pilihan bayar nanti pada berbagi aplikasi tersebut. Itu semua dikarenakan minimnya pemahaman tentang sistem pembayaran yang akan mereka tanggung. Keasikan belanja tanpa ada alokasi dana hingga berujung tumpukan hutang adalah fenomena kebanyakan orang saat ini. Jika sudah kena batunya baru penyesalan yang tiada berguna.

Namun yang harus pula kita perhatikan adalah dimana peran negara dalam mengatur tentang berbagai aplikasi yang menjadi konsumsi publik ini. Apalagi fitur-fitur semisal telah terbukti membuat bencana yakni tumpukkan hutang yang tak terhingga.

Padahal hutang adalah perkara yang amat berat hisabnya, hingga orang yang mati syahid sekalipun tidak akan bisa masuk ke dalam surga selama hutang-hutang nya di dunia belum selesai.
Dari Abdullah bin Jahsy, Ra. Rasullullah Muhammad SAW pernah bersabda,

“Demi Allah jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya laki-laki terbunuh fi sabilillah kemudian dihidupkan kembali, kemudian terbunuh, kemudian dihidupkan kembali, kemudian terbunuh sementara ia punya hutang, sungguh ia tak akan masuk surga hingga terlunasi hutangnya.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad dan Hakim).

Dikarenakan negara adalah pemimpin bagi setiap raykatnya, maka sudah menjadi tanggung jawab pemerintah terhadapa apa-apa yang menjadi urusan rakyatnya.

Harusnya aplikasi yang dapat memudaratkan rakyatnya dihindarkan, kemudian menjadi tanggung jawab pemerintah pula untuk mengedukasi agar rakyat bisa bijak dalam berbelanja.
Bahkan seharusnya pemerintah tidak membiarkan aplikasi yang didalamnya terdapat kemudharatan bahkan mengandung unsur keharaman ini beredar dijagat raya.

Segala transaksi yang terdapat pada aplikasi yang mengijinkan bayar belakangnya sudah jelas mengandung unsur riba. Sedangkan Allah telah mengharamkan riba, dan menghalalkan jual beli.

Allah SWT berfirman:

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al Baqarah: 275).

Meskipun bunga yang diberikan sangatlah kecil, namun bila dibiarkan atau lalai dalam membayar hutang riba tersebut bisa berubah bagai gundukan tanah dipegunungan. Dan poin pentingnya ialah sekecil apapun bunga yang diberikan hal tersebut tetapkan riba dan haram. Sedangkan riba memiliki 73 pintu dan yang paling ringan didalamnya adalah ibarat seseorang yang menzinahi ibu kandungnya sendiri.

Riwayat Hakim dari Ibnu Mas’ud:

اَلرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ , وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ المُسْلِمِ

Riba itu ada 73 pintu, yang paling ringan, seperti orang yang berzina dengan ibunya. Dan riba yang paling riba adalah kehormatan seorang muslim (HR. Hakim 2259 dan dishahihkan ad-Dzahabi).

Hikmah dari pembahasan ini adalah sebagai seorang muslim sudah seharusnya kita mempelajari tentang ajaran islam itu sendiri, agar kita bisa tahu mana yang boleh dan mana yang tidak.

Sebab Allah telah menyempurnakan islam dari agama yang sebelumnya dengan segala aturan hidup yang bisa menjadi panduan agar manusia bisa hidup damai di dunia dan di akhirat kelak.

Segala pinjaman berbasis riba yang selama ini banyak dianggap sebagai pahlawan saat kita mengalami masalah ekonomi sejatinya adalah tipuan belaka. Karena pinjaman yang konon untuk meringankan justru menambah beban dengan bunga yang terus berjalan.
Dan yang terpenting yakni dikarenakan mengambil riba adalah sebuah dosa besar yang pertanggung-jawabannya hingga akhirat kelak.

Hanya islam yang mampu menjamin agar segala urusan rakyat terbebas dari jerat riba dan dosa lainnya. Islam memberikan pelayanan pendidikan dan kesehatan secara gratis, sehingga beban rakyat akan ringan.  Terpenting, islam memfilter apa-apa yang didalamnya ada unsur riba dan dosa, serta kemudharatan maka tidak akan diijinkan beredar menjadi konsumsi publik. Wallahu a’lam bi ashawab.[]

Comment