Ketahanan Pangan yang Tak Kunjung Terwujud

Opini260 Views

 

Penulis: Hamsina Halik | Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Indonesia sebagai negara agraris, terkenal dengan sektor pertaniannya yang maju. Namun, sangat disayangkan ancaman ketahanan pangan nasional terus saja menghantui. Petani lokal pun kini terancam. Padahal, dengan kekayaan alam yang begitu melimpah dengan berbagai kemajuan teknologi, seharusnya mampu membawa negeri ini keluar dari permasalahan ketahanan pangan.

Di tengah persoalan ketahanan pangan yang tak kunjung selesai ini, pemerintah justru bergandengan tangan dengan China melakukan proyek kerja sama menggarap sawah di Kalimantan Tengah. Pemerintah Indonesia telah mengklaim adanya kesepakatan dalam mengembangkan lahan sawah tersebut yang luasnya 1 juta hektar.

Kesepakatan ini dicapai setelah Pemerintah Indonesia dan China membahas kerja sama ekonomi dua negara dalam Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama (HDCM) di Labuan Bajo (BBC New Indonesia, 19/04/2024).

Ini disebut akan mengatasi masalah beras nasional, apalagi mengingat Indonesia kerap bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Adapun alasan indonesia menggandeng China karena China sudah sangat sukses swasembada, dan mereka bersedia membantu Indonesia. Program ini bertahap di awali dari lahan seluas satu juta hektare di Kabupaten Pulang Pisang, Kalimantan Tengah. Pemerintah pun berencana menggandeng mitra lokal setempat dalam proyek ini dan sebagai  off takernya adalah Bulog.

Kegagalan yang Terulang?

Berbagai program telah dicanangkan oleh pemerintah demi mewujudkan lumbung pangan di negeri ini dari satu masa pemerintahan ke masa pemerintahan yang lain, namun tak satupun yang menuai keberhasilan. Tentu saja hal ini menjadi pertanyaam besar terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani hal ini.

Proyek sawah padi dari Chin dengan penggunaan lahan 1 hektar ini pun menuai kritik dari Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa. Menurut Andreas lahan itu terlalu luas untuk rencana awal, dia memberi masukan agar menggunakan lahan sedikit dulu jika berhasil baru ditambah.

“Tidak masuk akal dan pasti gagal. Gitu aja lah kalau bicara 1 juta hektar pasti gagal. Terlalu luas terus nanti yang garap siapa,” kata Andreas sebagaimana ditulis Tempo, Selasa (23/4/2024).

Andreas mengatakan dari pengalaman food estate sejak zaman pemerintahan Soeharto pada 25 tahun lalu, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo luas tanah yang dipakai juga berjuta hektare, namun akhirnya gagal. Menurutnya pemerintah harus konsisten melakukan pembenahan. Riskan ketika setiap ganti pemimpin maka ganti pula kebijakannya atau terlalu banyak pindah lokasi.

Indonesia sebenarnya dari sisi kualitas benih sudah ada beberapa yang dikembangkan dan hasilnya cukup menjanjikan kalau dari sisi teknologi tambah Andreas. Pendapat para ahli di atas mewakili kepedihan rakyat terutama para petani.

Dari berbagai kegagalan yang dialami, mengapa mitigasi kegagalan membangun lumbung pangan justru tidak dilakukan, mengapa pemerintah tidak mengoptimalkan produksi petani lokal?

Mengingat banyak petani mengalami kegagalan dan memutuskan meninggalkan atau tidak mengolah lahan bahkan memilih beralih profesi dari petani. Seharusnya negara fokus menyiapkan sarana produksi pertanian sehingga petani tinggal menggunakannya.

Kemampuan ara petani di negeri ini, kemampuan mereka tentu tak perlu diragukan lagi. Mereka adalah para petani unggul, berbagai hasil pertanian telah mereka hasilkan. Namun, seolah pemerintah ini berbalik tak melihat dan mengingat apa yang sudah dihasilkan oleh para petani ini.

Semua ini tak lepas dari sistem ekonomi kapitalisme yang memengaruhi negara. Sistem ini mengarahkan setiap kebijakan pemerintah hanya berorientasi pada keuntungan materi bukan kepentingan rakyat.

Bahkan sistem ini pun menjadikan negara hadir hanya sebagai regulator dengan berbagai regulasi dibuat demi memuluskan kepentingan kapitalis korporasi asing yang sangat rapuh untuk menguasai sumber daya alam negeri ini, termasuk lahan. Alhasil, dalam sistem ini negara tidak menjalankan fungsinya sebagai pelayan dan pengurus rakyatnya secara maksimal.

Akankah proyek sawah China ini mampu mewujudkan cita-cita lumbung pangan di negeri ini? Ataukah sebaliknya, akan bernasib seperti proyek-proyek sebelumnya yang juga mengalami kegagalan?

Tanggung Jawab Negara

Kehadiran negara dalam Islam, melalui penerapan syariah-Nya, semata hanya untuk melayani umat secara optimal. Berbagai proyek dan kebijakan yang diwujudkan dijalankan untuk menuntaskan problematika umat. Termasuk problem yang berkaitan dengan sektor pangan, yang merupakan sektor strategis sebab berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat atau pangan.

Karena itu, Islam mewajibkan negara bertanggung jawab penuh atas jaminan kebutuhan. Bahkan tanggung jawab ini tidak hanya dihadapan rakyat, tetapi kelak juga akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah Swt. sebagai wujud pelaksanaan amanah.

Rasulullah Saw. bersabda, “Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Untuk itu, negara dengan sistem Islamnya akan menerapkan hukum-hukum khusus terkait tanah pertanian. Negara berperan besar dalam upaya memastikan tidak ada sejengkal pun tanah pertanian yang boleh ditelantarkan karena berbagai alasan.

Pun, pemilik tanah wajib menggarap atau memanfaatkan lahannya. Sebab jika ditelantarkan lebih dari 3 tahun, maka kepemilikan atas tanah tersebut hilang.

Selain itu, negara akan memberikan jaminan kepada para petani dengan ketersediaan sarana prasarana pertanian yang berkualitas dan terjangkau, dukungan riset dan teknologi serta jaminan pemasaran yang aman dan berkeadilan dan sebagainya.

Tentu saja hal ini didukung oleh sistem keuangan Baitul Maal yang memiliki pemasukan dana melimpah. Sehingga memiliki modal untuk menyejahterakan rakyatnya, termasuk mendukung kebutuhan pembangunan pertanian pembiayaan sektor pertanian. Maka, dengan sistem keuangan Baitul Maal ini, pembiayaan sektor pertanian tidak akan tergantung pada modal swasta atau asing.

Terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan hanya akan terjadi dalam sistem kehidupan yang mengimplementasikan Islam secara kaffah. Wallahu a’lam.[]

Comment