Kesejahteraan Perempuan, Antara Solusi dan Eksploitasi?

Opini82 Views

 

 

Penulis: Ari Rismawati | Aktivis Muslimah Purwakarta

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika bersilaturahmi dengan para pekerja perempuan di wilayah Kabupaten Purwakarta, Minggu, 17 September 2023.

Kegiatan silaturahmi yang dipusatkan di Taman Pasanggrahan Padjajaran Purwakarta ini digagas oleh Yayasan Kusuma Bangsa, dengan tujuan mengapresiasi dan mendukung kinerja para pekerja hamil dan pekerja perempuan di Kabupaten Purwakarta.
Lebih dari 1.000 pekerja perempuan yang ada di wilayah Purwakarta turut hadir untuk bersilaturahmi dengan Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika tersebut.

Banyak yang berpendapat bahwa permasalahan yang menimpa perempuan (kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan dsb) diakibatkan karena perempuan tidak mampu berkontribusi secara materi di dalam keluarga.

Pada akhirnya peran perempuan sebagai istri dan ibu sering diabaikan dan dianggap sebagai peran yang tidak berarti. Hal ini menuntut perempuan keluar dari rumah-rumah mereka. Mereka bersaing dengan pria untuk merebut posisi tertinggi dalam suatu pekerjaan.

Mereka bangga menjadi perempuan yang mampu memberikan kontribusi besar secara materi pada keluarga. Mereka nyaris meninggalkan kemuliaannya sebagai istri dan ibu, pengasuh dan pendidik bagi anak-anak dan masyarakatnya. Bahkan peran ini seperti diremehkan.

Tampak jelas di manapun dan pada situasi apapun akan kita dapati kenyataan bahwa konsep pemberdayaan ekonomi perempuan tidak membawa kebaikan apapun. Bahkan tidak memberikan solusi apapun. Ketika perempuan didorong untuk bekerja, bahkan menjadi ujung tombak keuangan keluarga, justru itu membebani perempuan dengan sesuatu yang seharusnya bukan menjadi tugasnya. Hal ini tidak akan mengantarkan perempuan pada kemuliaan.

Beban berat yang ditanggung perempuan era kini adalah cerminan fakta yang kesekian kalinya, bahwa program pemberdayaan ekonomi perempuan telah gagal mewujudkan janji kesejahteraan perempuan itu sendiri.

Kondisi ini juga menjadi cerminan dan fakta bahwa peradaban sekuler kapitalistik memberi ruang hidup yang buruk bagi perempuan. Negara sejatinya tidak lepas tangan menjaga kehormatan perempuan, kemuliaan dan jaminan kesejahteraannya.

Peradaban sekuler juga membentuk pemikiran perempuan dan tidak paham terhdap hak-haknya sehingga seringĀ  salah arah. Feminisme dan kesetaraan gender telah menipu banyak perempuan sehingga mereka kehilangan peran keibuan. Bahkan mereka rela mengorbankan peran keibuan dan waktu berharga bersama anak-anak mereka dengan keyakinan bahwa hal ini akan meningkatkan status mereka.

Kemandirian perempuan dalam hal memenuhi kebutuhan materinya bukanlah cara yang tepat menghilangkan penindasan dan atau menegakan kehormatan perempuan. Ketika perempuan mandiri, justru lebih rentan dari sisi perlindungan. Karena perempuan tetap ingin dan butuh dilindungi dan dijaga. Begitulah fitrah seorang perempuan.

Dalam Islam, bekerja bagi seorang perempuan hanya sekedar pilihan bukan tuntutan ekonomi atau sosial. Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan meletakan kewajiban memberi nafkah kepada suami/ayah, kerabat laki-laki jika tidak ada suami/ayah atau mereka ada tapi tidak mampu.

Islam tidak menggerus peran laki-laki dalam bekerja. Dalam konsep negara, islam memiliki visi tuntas tentang jaminan kebutuhan primer dan memberi akses untuk laki-laki memenuhi kebutuhan sekunder. Sehingga tidak akan ada perempuan terpaksa bekerja mencari nafkah dan mengabaikan kewajibanya menjadi seorang istri dan ibu.

Sungguh islam telah memberikan keistimewaan bagi perempuan. Ketika ia bisa menjalankan peran utamanya sebagai ummu wa rabatul bayt dengan maksimal maka kemuliaan (surga) dapat ia raih.

Asma binti Yazid bertanya kepada Rasulullah SAW : “Wahai Rasulullah bukankah engkau diutus Allah untuk kaum laki-laki dan juga perempuan, mengapa sejumlah syariah lebih berpihak pada laki-laki. Mereke diwajibkan jihad kami tidak, malah kami menggurus harta dan anak mereka di kala mereka berjihad. Mereka diwajibkan shalat jum’at, kami tidak. Mereka diperintahkan mengantarkan jenazah, sedangkan kami tidak.”

Rasulullah SAW. tertegun atas pertanyaan Asma’, lalu beliau berkata kepada para sahabat, “perhatikan betapa bagusnya pertanyaan perempuan ini.” Beliau melanjutkan, “wahai Asma’! Sampaikan jawaban ini kepada seluruh perempuan di belakangmu. Jika kalian bertanggung jawab dalam rumah tangga dan taat kepada suami, kalian dapatkan semua pahala kaum laki-laki itu. ” (HR. Ibnu Abdil Bar).

Berkaitan dengan peran perempuan di ruang publik, Islam juga telah menggariskan serangkaian hukum untuk menjaga dan melindungi kemuliaan perempuan.

Hukum jilbab, safar dan larangan khalwat hakikatnya adalah untuk melindungi perempuan dari berbagai fitnah saat beraktivitas di luar rumah, menjauhkan mereka dari para pengganggu dan memastikan ta’awun yang terjadi antara laki-laki dan perempuan adalah ta’awun yang positif dan produktif.

Dengan demikinan, islam tidak hanya mengatur peran perempuan, melainkan juga menjamin peran tersebut dapat terealisasi dengan sempurna melalui serangkain hukum yang bersifat praktis. Kelebihan ini tidak mungkin ada kecuali pada islam ; agama yang bersumber dari sang Pencipta manusia, sebaik baik pembuat hukum.

Telah sangat jelas bahwa kemuliaan perempuan hanya akan terwujud jika kaum perempuan mempraktikkan islam secara sempurna dalam naungan islam. Karena itu pemberdayaan perempuan harus diarahkan bagaimana kaum perempuan mengoptimalkan seluruh perannya sesuai dengan islam. Bukan pada seruan kemandirian dan kesetaraan. Apalagi menjadikan mereka sebagai ujung tombak perekonomian keluarga.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa tidak ada alasan yang membuat kaum muslim ikut-ikutan mengadopsi, mempropagandakan bahkan memperjuangkan ide yang diusung oleh feminisme Barat yang justru akan membawa perempuan kepada keterpurukan. WalLahu a’lam bi ash-shawwab.[]

Comment