Keprihatinan Rakyat Pada Kasus Korupsi

Opini490 Views

 

 

 

Oleh: Balqis, S.Pd, Pendidik dan Aktivis Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei nasional mengenai persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor sumber daya alam. Survei ini menggunakan kontak telepon kepada responden.

Ada 1.200 responden dan dilakukan penambahan sampel di 4 provinsi, yakni Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara, masing-masing 400 responden.

Responden dipilih secara acak dari kumpulan sampel acak survei tatap muka langsung yang dilakukan pada rentang Maret 2018 hingga Juni 2021. Mayoritas publik nasional 60 persen menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat, korupsi di Indonesia mendapat penilaian tinggi dari publik.

Ada 44 persen yang menilai sangat prihatin, 49 persen prihatin dan 4 persen tidak prihatin.” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi pers secara daring, Minggu (8/8/2021).

Selanjutnya, LSI juga memberikan pertanyaan tentang seberapa luas korupsi yang terjadi di Indonesia. Pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah sebanyak 38 persen responden menilai pada bidang pertambangan yang dikelola perusahaan asing sangat luas korupsinya.

Kita mengetahui kasus korupsi di negeri ini bak drama tak kunjung ada habisnya. Tak kalah menghebohkan juga dari mantan terpidana kasus korupsi Emir Moeis ditunjuk sebagai komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM).

PIM merupakan anak usaha PT Pupuk Indonesia (BUMN). Mengutip laman resmi perusahaan, Emir Moeis diangkat menjadi komisaris sejak 18 Februari 2021 lalu.

Diketahui, Emir pernah terjerat kasus suap proyek pembangunan pembangkit listrik uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004 saat menjadi anggota DPR. Ia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta karena terbukti menerima suap senilai 357.000 dollar AS pada 2014.

Lantas, bolehkah mantan terpidana kasus korupsi menjabat sebagai komisaris di sebuah perusahaan BUMN?
Dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 Pasal 4, disebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota dewan komisaris.

Salah satunya yaitu tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan.

Anggota dewan komisaris juga harus memenuhi syarat materiil salah satunya integritas dan moral yang berarti tidak pernah terlibat perbuatan rekayasa dan praktik-praktik menyimpang dalam pengurusan perusahaan atau lembaga sebelum pencalonan (berbuat tidak jujur).
Bukanlah sembarang orang menjadi pejabat komisaris BUMN. Harus bersih dari segala bentuk praktik menyimpang.

Akan tetapi pemilihan kali ini tampak bertentangan dari aturan. Karena seorang eks koruptor dapat menjabat sebagai komisaris BUMN. Sontak ini menuai pro dan kontra menampakkan bahwa sistem ini sangat ramah terhadap koruptor.

Pada akhirnya yang memiliki niatan menyimpang akan menganggap korupsi itu tidak jadi masalah, selama menjalankan masa tahanan dan menampakkan kelakuan baik, ia akan kembali dan mendapatkan posisi terhormat.

Padahal kita ketahui Korupsi merupakan musuh bersama semua masyarakat, sistem, dan ideologi. Karena dianggap kejahatan luar biasa. Dan memerlukan aturan yang benar-benar antikorupsi.

Diketahui bersama, hukuman korupsi saat ini belum menghasilkan efek jera. Koruptor datang dan pergi dari penjara dengan melenggang asalkan ada uang. Penjara yang disediakan pun beraneka ragam.

Mulai dari jeruji besi beralaskan tikar, hingga fasilitas bintang lima. Selain itu, aturan hukuman mati bagi koruptor juga belum dilaksanakan. Padahal, wacana ini sudah lama dilontarkan. Aturan saat ini belum mampu menyelesaikan masalah korupsi.

Tentunya ajaran agama Islam memiliki pandangan yang berbeda terkait tindakan yang menyalahi aturan seperti kasus korupsi. Ajaran agama akan mencegahan tindakan menyimpang dan menegakkan upaya.

Seperti akan  menjaga tiap individu dengan menguatkan keimanannya. Rasa takut kepada Allah Swt. akan membuat mereka berhati-hati dalam melakukan aktivitas. Selain itu Kontrol masyarakat akan membantu individu meminimalisir kejahatan. Jika masyarakat melihat ada individu yang bermaksiat, mereka akan langsung mengingatkan.

Ada peran penting negara dalam menjalankan itu semua dan mengatur kebijakan. Selain membuat preventif, juga memberikan solusi secara kuratif (mengobati/menyelesaikan masalah).

Kebijakan pendidikan yang Islami akan membentuk individu berkepribadian Islam. Mereka akan memiliki pola pemikiran Islam dan pola sikap Islam. Berpikir bagaimana pandangan Islam dalam memandang semua masalah.

Sedangkan pola sikap Islam adalah bagaimana ia bersikap dalam menghadapi masalah, yang semuanya akan dilandaskan pada Islam. Hingga para pelaku korupsi dapat bertobat, ini mencegah tindakan serupa bagi orang-orang yang ingin melakukan korupsi. Wallahu a’lam.[]

Comment