Oleh: Puput Hariyani, S.Si, Womanpreneur
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Berdasarkan hasil survey Indikator Politik Indonesia dari sembilan lembaga negara yang disurvey ditemukan dua posisi terendah diduduki oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik.
Burhanuddin Muhtadi, peneliti utama Indikator Politik Indonesia seperti ditulis laman republika.co.id membeberkan bahwa kepercayaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai politik masih rendah. Masyarakat yang cukup percaya pada DPR mencapai 61.4 %, yang sangat percaya 7.1% dan kurang percaya 26.6%.
“Mohon maaf kepada anggota DPR yang terhormat, yang stabil, tapi stabilnya rendah trust publik terhadap partai politik, terhadap DPR masih di bawah,” kata Burhanuddin seperti dikutip republika.co.id Minggu (2/7/2023) saat memaparkan survey secara online.
Pada saat bersamaan, Burhanuddin sebagaimana ditulis kompas.com menyampaikan rendahnya kepercayaan publik juga terjadi pada partai politik. Tercatat 6.6% masyarakat sangat percaya terhadap partai politik, yang cukup percaya 58.7% dan kurang percaya 29.5%, meskipun ada peningkatan dibanding sebelumnya akan tetapi masih cukup rendah.
Rendahnya tingkat kepercayaan publik juga terjadi di 34 negara yang tergabung dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), kepercayaan publik terhadap parlemennya berada di kisaran 30 sampai 40 persen. Jerman, Belanda, Inggris, hingga Jepang diketahui merupakan anggota dari OECD.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengaku tak kaget jika DPR berada di posisi terendah dalam hal kepercayaan publik. Sebab, hal tersebut merupakan hal yang lumrah di banyak negara.
Sikap ini tentu lebih disayangakan publik,
Menganggap rendahnya kepercayaan publik terhadap parlemen hal yang lumrah disebabkan banyak negara yang mengalami hal yang sama merupakan sikap uang larut disayangkan. Lalu, apakah standar baik buruk itu diletakkan pada banyak atau sedikitnya yang mengalami? Tentu tidak demikian. Baik buruk semestinya dikembalikan kepada Dzat maha adil dalam memberikan pengaturan sehingga tidak timpang sebelah atau hanya memandang dari kelumrahan.
Fachrul Razi, mantan Menteri Agama, seperti ditulis kemenag.go.id mengatakan, banyak yang salah jalan, tapi merasa tenang karena banyak teman yang sama-sama salah. Beranilah menjadi benar meskipun sendirian. Semakin banyak pejabat yang memiliki karakter yang baik, berani melakukan hal yang benar, akan semakin baik bagi organisasi.
Rendahnya kepercayaan publik semestinya menjadi bahan evaluasi bagi lembaga terkait, apalagi lembaga tersebut bersentuhan langsung dan merupakan perpanjang lidah rakyat untuk menyampaikan aspirasi kepada penguasa. Jika rakyat sudah tidak lagi percaya, lantas bagaimana untuk kinerja ke depannya? Mengapa kepercayaan rakyat rendah? Hal apa yang menjadi pemicu rendahnya kepercayaan mereka?
Arsul Sani seperti ditulis republika.co.id menegaskan parlemen yang dipilih oleh rakyat memang notabenenya tidak disukai oleh rakyat. Lantas bagaimana mungkin bisa mereka terpilih jika tidak disukai oleh rakyat? Siapa yang memilih mereka? Dengan cara apa mereka menduduki posisi sebagai wakil rakyat?
Rendahnya trust publik terhadap parpol dan DPR muncul karena realita yang ada pada parpol maupun DPR, yang tidak membela kepentingan rakyat.
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas seperti ditulis republika.co.id Senin (5/10) mengungkapkan kekecewaannya pada DPR RI. “Karena DPR yang merupakan wakil rakyat lebih banyak mendengar dan membela kepentingan pemilik kapital dari pada membela kepentingan rakyat banyak. Saya tidak tahu mengapa anggota DPR kita sekarang bisa seperti ini?”
Anwar Abbas pun mengatakan, pengesahan RUU Ciptaker di tengah penolakan masyarakat luas menunjukkan kesan dunia perpolitikan saat ini dikuasai oleh oligarki politik.
Hal ini jelas-jelas terlihat lebih banyak membela kepentingan pemilik modal dan sangat mengabaikan kepentingan rakyat luas.
Keberadaan Parpol saat ini juga tak lebih hanya pendulang suara saat pemilu, dan tidak berperan sebagaimana partai seharusnya. Partai politik seharusnya menjadi sarana artikulasi politik yang bertugas menyatakan kepentingan warga masyarakat kepada pemerintah dan badan-badan politik yang lebih tinggi.
Anggota dewan pun nyatanya tidak menjalankan amanah sebagai wakil rakyat. Bahkan hanya menjalankan amanah partai sebagai petugas partai. Wallahu’alam bi Ash-Showab.[]
Comment