Oleh: Yulia Hastuti, SE, M.Si, Pegiat Literasi
__________
RADARINDONESIA EWS.COM, JAKARTA — Presiden di Istana Negara telah resmi mengumumkan kenaikan harga BBM khususnya jenis pretalite, solar subsidi dan pertamax (3/9/2022). Harga pertalite dinaikkan dari Rp.7.650 per liter menjadi Rp. 10.000 per liter. Sedangkan solar dari harga Rp. 5.150 per liter menjadi Rp.6.800 per liter. Pertamax non subsidi dari Rp.12.000 liter menjadi 14.500 per liter.
Presiden juga menyampaikan anggaran subsidi pemerintah sudah meningkat tiga kali lebih cepat dari angka 152 triliun menjadi 502 triliun dan itu akan terus meningkat.
Lebih dari itu 70% subsidi ini justru dinikmati oleh sekelompok masyarakat yang mampu yakni pemilik pribadi. Alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM karena subsidi BBM sebesar 502 triliun sudah membebani APBN. Memanasnya politik global, menurutnya juga telah memberikan tekanan besar pada harga BBM di pasar dunia sehingga menambah beban negara.
Oleh karena itu, pemerintah memutuskan untuk mencabut subsidi BBM, dan sebagai gantinya akan diberikan kompensasi dalam bentuk bantuan sosial bagi warga yang terdampak.
Namun terdapat kenyataan yang sangat kontradiktif dengan pernyataan di atas. Melansir dari data lembaga kebijakan pengadaan barang atau jasa pemerintah termaktub informasi bahwa belanja pemerintah pusat untuk membayar bunga utang jauh lebih besar dari belanja untuk subsidi.
Realisasi pembayaran bunga utang tahun 2021 mencapai 343.49 triliun dan tahun 2022 diperkirakan mencapai 403.87 triliun. Sedangkan RAPBN tahun 2021 anggaran untuk membayar bunga utang sebesar 441.4 triliun atau naik sebesar 35.5 % dibandingkan dengan yang tertuang dalam Perpres No. 98 tahun 2022.
Walaupun demikian besarnya pembayaran bunga utang yang nilainya jauh lebih besar dibandingkan besarnya subsidi BBM tidak pernah dikatakan sebagai beban APBN. Inilah wajah penerapan dari sistem ekonomi kapitalis yang meniscayakan belanja subsidi disebut membebani APBN. Sementara untuk pembiayaan bunga utang yang faktanya jauh lebih besar tidak dikatakan demikian.
Maka wajar, jika banyak pihak meragukan kebijakan ini akan membawa kemaslahatan bagi kondisi perekonomian masyarakat banyak. Selain karena bersifat tambal sulam, efek domino akan menyertai kenaikan harga BBM yang tidak dapat ditutup dengan bantalan sosial yang terus dipropagandakan sebagai “subsidi tepat sasaran”, padahal bansos hanya bersifat temporal dan dengan sasaran yang sangat terbatas.
Alhasil, kekhawatiran ratusan juta rakyat yang rentan miskin akan benar-benar menjadi miskin. Ketahanan ekonomi nasional yang digaungkan dalam penerapan sistem hidup yang tidak tepat, tidak akan membawa kemaslahatan bagi perekonomian masyarakat banyak. Malah semakin menampakkan ketidakmampuan negara mengurus rakyat.
Di dalam sistem kapitalis keberadaan rakyat dipandang sebagai beban. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam memposisikan bahwa rakyat adalah amanah. Dan amanah itu wajib ditunaikan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat 58:
“Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..”
Berkaitan dengan ayat ini Ali bin Abi Thalib Ra berkata bahwa, wajib bagi seorang imam atau pemimpin untuk berhukum dengan yang diturunkan oleh Allah serta menunaikan amanah.
Pemimpin dalam Islam wajib memenuhi semua kebutuhan warga negaranya secara adil, baik bagi muslim maupun non muslim, baik miskin maupun kaya. Mereka berhak untuk mendapatkan pelayanan jaminan hidup seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, listrik, BBM secara cuma-cuma atau dengan harga yang sangat ekonomis.
Oleh karena itu negara tidak menempatkan hubungan antar rakyat dengan penguasa sebagai hubungan pedagang dan pembeli tetapi hubungannya adalah sebagai riayah (mengurusi urusan umat).
Carut marut permasalahan pengelolaan migas memang tidak dilepaskan dengan adanya liberalisasi migas di Indonesia, sejak adanya Undang-Undang Migas No.22 Tahun 2021 pemerintah justru memberikan keleluasaan bagi swasta dan asing untuk menguasai lebih dari 80% sumber migas.
Dengan adanya undang-undang migas ini maka liberasisasi usaha migas dari hulu sampai hilir semakin massif. Undang-undang ini juga membuka akses bagi swasta maupun asing untuk masuk dalam penjualan BBM kepada rakyat sehingga bermunculan SPBU-SPBU asing seperti shell, vivo, british proteleum. Pertamina bukan lagi menjadi pemain utama dalam pengelolaan industri migas di tanah air.
Dalam pandangan Islam BBM merupakan salah satu kepemilikan umum yang pendapatannya menjadi milik rakyat. Oleh karena itu setiap individu rakyat berhak untuk memiliki dan memperoleh manfaat dari harta kepemilikin umum dan pendapatannya.
Keberadaan BBM ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, dan merupakan usaha keras dan butuh biaya yang tinggi untuk mengeksploitasinya. Peran negaralah untuk mengambil alih penguasaan eksplorasi mewakili kaum muslimin.
Oleh karena itu haram bagi negara untuk melakukan privatisasi harta milik umum pada siapapun, baik itu swasta maupun asing, mulai daru hulu sampai ke hilir. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal yakni air, padang rumput, dan api. (HR. Abu Dawud).
Di dalam Islam seorang Khalifah yakni kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatan dari harta kepemilikan umum sesuai dengan ijtihadnya dalam rangka untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya.
Khalifah juga berhak membagikan harta milik umum seperti air, listrik, BBM kepada warga negaranya untuk digunakan secara gratis. Negara juga membolehkan harta umum ini dijual kepada rakyat dengan harga yang semurah-murahnya atau dengan harga pasar.
Khalifah juga membagikan uang dari hasil keuntungan harta kepemilikan umum ini kepada rakyatnya. Tentunya semua tindakan ini dilakukan oleh seorang khalifah dalam rangka untuk mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan bagi rakyatnya.
Oleh karena itu penguasa wajib untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dan haram menelantarkan apalagi menghalangi hak-hak rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Tidak seorangpun pemimpin yang menutup pintunya untuk orang yang membutuhkan, orang yang kekurangan dan orang miskin kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit dari kekurangan, kebutuhan, dan kemiskinan.” (HR. At-Tirmidzhi).
Hanya dengan penerapan Islam secara kafah yang akan membawa kesejahteraan dan mengundang keberkahan bagi seluruh umat manusia.[]
Comment