Kemiskinan Global Butuh Solusi Mendasar

Opini241 Views

 

 

Penulis: Diana Nofalia, S.P | Mompreuneur, Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANES.COM, JAKARTA– Kemiskinan ekstrim melanda generasi dunia sama ini. Jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial apa pun mencapai setidaknya 1,4 miliar. Ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children.

Tak adanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan. Data tersebut dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children.

Di negara-negara berpendapatan rendah, hanya satu dari 10 anak, bahkan kurang, yang mempunyai akses terhadap tunjangan anak. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan cakupan yang dinikmati oleh anak-anak di negara-negara berpendapatan tinggi.

Secara global, Direktur Global Kebijakan Sosial dan Perlindungan Sosial UNICEF, Natalia Winder Rossi, seperti ditulis kaman kumparan mengatakan, secara global, terdapat 333 juta anak yang hidup dalam kemiskinan ekstrem, berjuang untuk bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 2,15 dolar AS (Rp33.565) per hari, dan hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan selama ini pemerintah menggunakan basis perhitungan masyarakat miskin ekstrem dengan garis kemiskinan sebesar US$ 1,9 purchasing power parity (PPP) per hari. Padahal secara global sudah US$ 2,15 PPP per hari.

Suharso menjelaskan, dengan basis perhitungan itu saja pemerintah harus mengentaskan 5,8 juta jiwa penduduk miskin hingga mencapai nol persen pada 2024. Ini setara dengan 2,9 juta orang per tahunnya.

Sementara itu, tambahnya seperti ditulis cnbcindonesia bila basis perhitungan orang yang bisa disebut sebagai miskin ekstrem dengan perhitungan secara global, yakni US$ 2,15 PPP per hari, maka pemerintah harus mengentaskan 6,7 juta orang penduduk miskin hingga 2024, atau 3,35 juta orang per tahunnya.

Kemiskinan ekstrim secara global ini menandakan adanya persoalan sistemik yang dihadapi dunia saat ini. Kalau kita bicara sistem tentunya kita harus menelaah secara mendalam bahwa saat ini secara global sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalisme.

Kemiskinan dan ketimpangan sosial merupakan problem yang timbul dari kekacauan struktur ekonomi. Hal ini menimbulkan masalah pada distribusi kekayaan. Maka dari itu, untuk memecahkan masalah kemiskinan harus fokus pada bagaimana distribusi kekayaan itu dapat dijalankan dengan baik.

Pada sistem kapitalisme penguasa lebih cenderung keapada kepentingan oligarki atau pemilik modal dibandingkan rakyat pribumi. Hal ini mengakibatkan kesenjangan sosial makin curam. Kebebasan kepemilikan yang mendorong setiap orang berorientasi profit dan materialistik memperparah kesenjangan ini. Siapa yang kuat dia yang menang dan bertahan sedangkan yang lemah bisa mati. Di sini seakan berlaku hukum rimba.

Kapitalisme tidak hanya menciptakan struktur yang menjadikan sejumlah kecil individu sebagai penghisap masyarakat, tetapi juga menjadikan negara-negara kapitalis dan koorporasinya sebagai “drakula” yang menghisap sumberdaya ekonomi dunia. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap keselamatan generasi, dan masa depan sebuah  bangsa.

Islam mewajibkan negara mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme yang sudah ditetapkan dalam sistem Islam.

Perlindungan generasi menjadi prioritas negara melalui berbagai kebijakan negara. Untuk itu, diperlukan upaya memformat ulang struktur ekonomi kapitalis sebagai sumber masalah kemiskinan ini dengan struktur ekonomi Islam sebagai solusinya.

Struktur pertama yang perlu dirombak adalah sistem kepemilikan. Islam membagi kepemilikan menjadi kepemilikan individu, kepemilikan negara dan kepemilikan umum. Dalam hal ini kepemilikan individu diatur sedemikian rupa agar tidak menzalimi manusia lainnya. Karena itu, tidak diperbolehkan individu menguasai aset dan sumberdaya yang seharusnya yang masuk kepemilikan negara ataupun kepemilikan umum.

Struktur kedua yang harus dirombak adalah masalah pengembangan kekayaan dan investasi. Sistem ekonomi kapitalistis menciptakan kegiatan ekonomi berbasis riba dan judi sehingga perbankan dan saham menjadi poros ekonomi. Akibatnya ekonomi didominasi sektor keuangan yang mempercepat tingkat ketimpangan ekonomi dunia. Sektor ini pula yang menjadi sumber krisis dunia dan berdampak pada penciptaan kemiskinan.

Dalam Islam semua transaksi ekonomi dan pengembangan kekayaan harus terikat hukum syariah dengan akad-akad yang syar’i dan adil. Wilayah transaksi pun hanya berada di sektor riil pada basis-basis kegiatan ekonomi yang dihalalkan syariah. Sistem moneter hanya berkaitan dengan sistem mata uang emas dan perak; tidak ada riba, judi, dan spekulasi.

Struktur ketiga yang tak kalah penting adalah terciptanya suatu kondisi warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Politik ekonomi Islam harus menjadi basis kebijakan ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah menjamin setiap warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokok dan mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Politik ini mencegah kebijakan negara yang pro pemilik modal dan anti rakyat sebagaimana ekonomi liberal dijalankan Indonesia saat ini.

Dengan demikian, jalan yang harus ditempuh untuk perubahan ekonomi dunia yang lebih baik adalah memformat ulang struktur ekonominya agar angka kemiskinan tidak semakin pesat. Dan semua itu butuh kesadaran dunia untuk memahami ini. Wallahu a’lam.[]

Comment