Kemiskinan Ekstrim di Asia Pasifik, Bukti Lemahnya Sistem Ekonomi Kapitalisme

Opini288 Views

 

Penulis: Imanta Alifia Octavira | Mahasiswi S2 Megister IKD

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Dikutip dari CNNIndonesia.com, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan 155,2 juta orang di negara berkembang yang berada di Asia Pasifik, atau 3,9 persen populasi kawasan tersebut hidup dalam kemiskinan yang ekstrem. Hal itu dipicu meningkatnya krisis biaya hidup imbas lonjakan inflasi yang terjadi tahun lalu. Masalah ini juga dipicu penyebaran pandemi covid dalam 3 tahun belakangan ini.

ADB mendefinisikan masyarakat hidup dengan kemiskinan ekstrem jika pendapatan kurang dari US$ 2,15 per hari (Rp.32.000/hari). Kepala Ekonom ADB Albert Park memperjelas jumlah kemiskinan ekstrim itu 67,8 juta lebih tinggi jika dibandingkan tidak ada pandemi dan lonjakan inflasi.

Ia juga menambahkan terkait solusi hal tersebut bahwasannya, dengan memperkuat jejaring pengaman sosial bagi warga miskin dan membibit investasi dan inovasi yang menciptakan peluang pertumbuhan dan lapangan kerja, negara-negara di kawasan bisa kembali bangkit.

Kaum miskin biasanya harus membayar lebih mahal untuk memenuhi kebutuhan pokok atau mengakses jasa. Rumah tangga berpenghasilan rendah biasanya harus membeli produk dalam kemasan kecil, yang pastinya lebih mahal ketimbang membeli kemasan besar. Mereka juga cendrung berada di pemukiman informal dengan tingginya risiko kesehatan yang berdampak pada ongkos pengobatan. (detikNews.com)

Begitu banyak problematika yang terjadi di kehidupan ummat manusia, salah satunya permasalahan kemiskinan. Hal ini sudah seharusnya membuat ummat manusia sadar bahwa penyebab hal ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang mengedepankan materi tanpa mempertimbangkan halal dan haram, selain tidak memperdulikan batasan kepemilikan.

Sumber daya alam dan fasilitas publik menjadi bahan komersialisasi yang seharusnya merupakan kepemilikan umum dan dinikmati oleh masyarakat tanpa ada kesenjangan sosial yang saat ini bisa dimiliki oleh para koorporasi.

Terjadi diskriminasi pelayanan kepada orang miskin ditambah tidak ada peran negara dalam upaya menyediakan lapangan kerja yang layak di tengah naiknya kebutuhan pokok masyarakat.

Ada beberapa usaha yang dilakukan pemerintah saat ini untuk merentas kemiskinan di tengah masyarakat. Salah satunya yaitu program kartu prakerja. Namun nyatanya tidak berdampak banyak menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran – bahkan semakin meluas.

Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebesar 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta orang Maret 2022. Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2022 sebesar 5,86 persen, mengalami kenaikan 0,03% dibanding TPT Februari 2022 yaitu sebesar 5,83% dengan jumlah mencapai 8,42 juta orang.

Selain itu, tujuan prakerja yang diyakini mendukung kesetaraan gender, dengan terdatanya 51% peserta kartu prakerja adalah perempuan, membuktikan bahwa usaha perempuan memenuhi kebutuhan hidup dan perekonomian negara lebih besar –  berujung pada eksploitasi dan mengabaikan tanggung jawab perempuan sebagai seorang ibu.

Masalah kemiskinan saat ini adalah masalah sistemik. Solusi yang dijalankan juga harus sistemik. Dengan sistem yang dianut sekarang, tidak akan dapat mencapai solusi sistemik tersebut dan permasalahan tak terselesaikan.

Dalam Islam, kemiskinan didefiniskan sebagai kondisi seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.

Untuk itu, masalah kemiskinan diuraikan dengan memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dasar rakyat. Beberapa usaha yang dilakukan oleh negara yang menganut sistem Islam di antaranya menjamin kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan yang dilakukan dengan cara menyediakan lapangan pekerjaan bagi para laki-laki, sehingga mereka dapat menjalankan kewajiban mencari nafkah.

Masyarakat juga l diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja serta mulianya orang yang bekerja di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Negara juga menyiapkan sarana dan prasarana bekerja, termasuk penerapan skill atau keterampilan melalui proses pendidikan.

Adapun bagi kaum perempuan, negara tidak mewajibkan bekerja. Karena fungsi utama perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sejatinya, pemberdayaan ibu harus dikembalikan kepada kewajiban utama sebenarnya yaitu sebagai madrasatul ula – mendidik generasi masa depan yang berkualitas. Negara juga mencukupi kebutuhan nafkah seseorang yang sudah tua, tidak mampu mencukupi kebutuhannya, dan hidup sebatang kara. Selain itu,

Negara juga memenuhi kebutuhan dasar masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Seluruh masyarakat dapat menikmati fasilitas secara mudah dan gratis ada tanpa adanya kesenjangan sosial dan diskriminasi pelayanan.

Ditambah lagi negara menghramkan kepemilikan umum dikuasai para koorporasi, diatur, dikelola, dan dilindungi sedemikian rupa sehingga pemasukan negara luar biasa banyak. Pemasukan maupun pengeluaran ekonomi dalam sistem Islam diatur dalam Baitul maal. Baitul maal dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam daula Islam.

Kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal penanggulangan angka kemiskinan dan pengangguran akan terwujud bukan dengan mengubah atau menambah program yang ada jamun dengan mengimplementasikan solusi fundamental dan mengubah sistem sekuler –  kapitalisme  dengan sistem islam. Dengan islam, tidak hanya satu atau dua problematika yang terselesaikan, namun seluruhnya akan menemukan titik temu solusinya. Wallahu’alam bi showwab.[]

__________

REFRENSI:

www.bps.go.id

detik.com

cnnindonesia.com

Comment