Kekerasan Terhadap Anak Mengapa Tak Kunjung Hilang?

Opini738 Views

 

Oleh: Novita Darmawan Dewi, Komunitas Ibu Ideologis

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Miris, Kasus Kekerasan kini terjadi lagi terhadap anak-anak . Lembaga Save the Children melakukan pendampingan terhadap 32 kasus kekerasan terhadap anak dan 28 kasus kekerarasn terhadap perempuan di di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lembaga kemanusiaan itu menyatakan bahwa tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan di kawasan NTT cukup tinggi.

“Kasus kekerasan terhadap anak didominasi kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan,” kata Manager Save and Children wilayah Sumba, David Walla saat workshop jurnalis sahabat anak NTT, Selasa, 13 September 2022.

Lalu di Malang, dikejutkan dengan video viral berisi penganiayaan secara bersama-sama terhadap seorang siswi kelas 6 SD berusia 13 tahun. Belakangan terkuak, siswa yang tinggal di panti asuhan itu tidak hanya dianiaya tapi juga mengalami pencabulan. Semua pelakunya masih berstatus anak secara usia.

Islam Sangat Menjaga

Islam adalah satu-satunya agama yang memiliki mekanisme untuk mencegah dan mengatasi masalah kekerasan seksual terhadap anak. Secara sistem, hanya penerapan Islam secara sempurna yang menjamin penghapusan tindak kekerasan terhadap anak.

Upaya perlindungan negara agar anak tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan seksual merupakan perlindungan terpadu yang utuh dalam semua sektor.

Pada sektor ekonomi, sebutnya, mekanisme pengaturannya dengan menjamin nafkah bagi setiap warga negara, termasuk anak yatim dan telantar.

“Islam juga membebaskan perempuan dari kewajiban mencari nafkah sehingga mereka bisa berkonsentrasi sebagai ibu dalam mendidik dan membentuk kepribadian anak. Negara wajib menjaga agar suasana takwa senantiasa hidup di masyarakat. “

Negara pun melakukan pembinaan agama, baik di sekolah, masjid, dan lingkungan perumahan. Hal ini karena ketakwaan individu merupakan pilar pertama bagi pelaksanaan hukum-hukum Islam. Individu yang bertakwa tidak akan melakukan kekerasan seksual terhadap anak.

Orang tua juga harus paham hukum-hukum fikih terkait anak sehingga bisa mengajarkan hukum Islam sejak mereka kecil, seperti menutup aurat, mengenalkan rasa malu, memisahkan kamar tidur anak, dan lain-lain.

Dakwah Islam juga akan mencetak masyarakat bertakwa yang bertindak sebagai kontrol sosial untuk mencegah individu melakukan pelanggaran. Jadilah masyarakat sebagai pilar kedua dalam pelaksanaan hukum syara’.

Kemudian, negara mengatur mekanisme peredaran informasi di tengah masyarakat.

Media massa di dalam negeri bebas menyebarkan berita, tetapi tetap terikat kewajiban untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga akidah dan kemuliaan akhlak, serta menyebarkan kebaikan di masyarakat. Bila ada yang melanggar ketentuan ini, negara akan menjatuhkan sanksi kepada penanggung jawab media.

Untuk media asing, sambungnya, negara akan memantau konten-kontennya agar tidak ada pemikiran dan hadharah (peradaban) yang bertentangan dengan akidah dan nilai-nilai Islam.

Dengan mekanisme ini, pornografi, budaya kekerasan, homoseksualisme, dan sejenisnya dapat tercegah masuk ke dalam negeri.

Negara pun mengatur kurikulum sekolah yang bertujuan membentuk kepribadian Islam bagi para siswa. “Kurikulum ini berlaku untuk seluruh sekolah yang ada di dalam negara, termasuk swasta, sedangkan keberadaan sekolah asing di dalam wilayah negara akan dilarang.

Selain itu dalam aspek pergaulan antara laki-laki dan perempuan, negara membuat aturan berdasarkan hukum-hukum syara’. Aturan ini bertujuan mengelola naluri seksual pada laki-laki dan perempuan dan mengarahkannya untuk mencapai tujuan penciptaan naluri ini, yaitu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Oleh karena itu, negara akan mempermudah pernikahan, bahkan wajib membantu para pemuda yang ingin menikah, tetapi belum mampu secara materi. “Akibatnya, kemunculan naluri seksual dalam kehidupan umum dapat tercegah.

Dan laki-laki perempuan wajib menutup aurat, menahan pandangan, menjauhi ikhtilat (interaksi laki-laki dan perempuan) yang diharamkan, dan lain-lain. “Dengan metode ini, aurat tidak akan dipertontonkan dan seks tidak diumbar sembarangan,

Sanksi Tegas

Mengutip dari kitab Nizhâmu al-Uqubat, negara akan menghukum tegas para penganiaya dan pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Ia memerinci, pemerkosa mendapat 100 kali cambuk (bila belum menikah) dan hukuman rajam (bila sudah menikah). Penyodomi dibunuh. Jika melukai kemaluan anak kecil dengan persetubuhan, terkena denda 1/3 dari 100 ekor unta atau sekitar 750 juta rupiah, selain hukuman zina.

“Dengan hukuman seperti ini, orang-orang yang akan melakukan kekerasan seksual terhadap anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan. Penerapan hukum secara utuh ini akan menyelesaikan dengan tuntas masalah kekerasan terhadap anak,” tutur Arini meyakinkan.

Dengan demikian, ungkapnya, anak-anak dapat tumbuh dengan aman, menjadi calon pemimpin,  pejuang, dan generasi terbaik.

Akan tetapi, yang mampu menjalankan fungsi dan tanggung jawab seperti di atas tidak lain hanyalah negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW. Wallahu a’lam bish shawab.[]

 

Comment