Kekerasan Perempuan dan Anak Menghawatirkan, Butuh Penanganan Serius

Opini83 Views

 

 

Penulis: Annisa Putri, S.Pd | Pendidik

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tak terhitung sudah berapa banyak pristiwa kejam tak senonoh yang menimpa perempuan dan anak-anak hari ini, mulai dari kekerasan fisik, psikis, pelecehan seksual hingga tindakan buruk lainnya.

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Lia Latifah mencatat, terjadi peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak dari tahun sebelumnya. Menurut data yang dimilikinnya, ada sebanyak 4.000 kasus kekerasan seksual pada anak sepanjang tahun 2023 dari bulan Januari hingga Juni semester awal.

Selanjutnya dikutip dari laman tribunews.com, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPPKB), mengungkapkan, kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bontang, Kalimantan Timur masuk pada fase mengkhawatirkan.

Hal itu terungkap dari catatan DPPKB, yang terhitung awal tahun ini sampai Agustus pihaknya menangani 87 kasus. dari 87 kasus tahun ini tercatat 36 kasus terjadi pada perempuan dan 51 kasus terjadi pada anak.

Sungguh miris melihat fakta di atas –  perempuan dan anak yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban berbagai bentuk kejahatan. Jika kita cermati, tak bisa dipungkiri bahwa tindak kejahatan yang menimpa perempuan dan anak tersebut sedikit banyaknya ada kaitan dengan persoalan ekonomi.

Misal, seseorang ayah yang sedang kesulitan mencari kerja, pusing tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup bisa jadi melampiaskan amarahnya kepada istri dan anak. Di situlah terjadi tindak kekerasan dalam keluarga. Bisa pula seorang wanita yang harus bekerja kemudian menjadi tak optimal menjaga anak dari pergaulan bebas dan sebagainya.

Semua itu berawal dari tuntutan ekonomi. Hal ini sejalan dengan kapitalisme yang sedang menaungi, berasaskan materi membawa arus kehidupan menjadi materialistik semua-bermuara pada materi atau uang.

Belum lagi sekulerisme – terpisahnya agama dari kehidupan yang melahirkan seseorang tumbuh tanpa didampingi aturan dari sang kholiq yakni Allah ta’ala. Alhasil, mereka beraktivitas dengan bebas-menabrak syariat – tak peduli halal dan haram.

Inilah yang menjadi akar mengapa kerusakan dan kejahatan terus merajalela, termasuk kekerasan pada anak dan perempuan. Ditambah lagi aturan dan hukuman yang ada nampak tidak tegas sehingga tak menimbulkan efek jera bagi pelaku. Inilah yang membut kasus kekerasan pada perempuan dan anak terus ada. Berbagai regulasi yang dibuat pun nampaknya belum memberi efek besar untuk menekan angka kasus yang bermunculan.

Melihat kasus yang terus menerus ada ini seakan menandakan negara belum mampu menjaga perempuan dan anak dengan optimal. Hal ini tentu tak boleh diremehkan. Butuh segera diatasi dengan penanganan serius agar kekerasan pada perempuan dan anak atau bentuk kejahatan apapun tidak lagi merajalela di tanah air.

Islam Menjaga Perempuan dan Anak

Dalam Islam, tentu diawali dengan upaya pencegahan sedini mungkin yakni dengan membentuk seseorang menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah sehingga setiap perbuatan yang mereka lakukan tak pernah lepas dari ketaatan dan jauh dari maksiat sebab landasan iman yang menghujam kuat di dalam dada. Selain itu, islam juga menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, menjaga dari aktivitas terlarang dan sebagainya. Dengan begitu akan menutup rapat-rapat celah terjadinya kekerasan pada anak dan perempuan.

Selanjutnya dalam hal penanganan, Islam memiliki sanksi tegas bagi siapa saja pelaku kejahatan, misalnya saja pada pelaku kekerasan seksual. Bagi pemerkosa yang masuk pada hukum zina, dikenakan rajam (dilempari batu) jika sudah menikah dan cambuk sebanyak 100 kali jika pelaku belum menikah.

Ini berlaku bukan hanya pada pelaku kekerasan seksual, melainkan bagi mereka yang melakukan aktivitas zina yang didasari suka-sama suka pun tetap terkenai sanksi.

Dengan begitu, sanksi tegas yang diterapkan tersebut memiliki dua fungsi, sebagai efek jera (zawajir) bagi pelaku dan orang-orang sekitarnya, agar tidak terulangnya kasus kejahatan seksual tadi dan sebagai penebus dosa (jawabir) bagi pelaku di akhirat kelak nanti.

Berikutnya tak lupa, Islam memiliki social control berupa amar ma’ruf nahi munkar. Saling menasihati dan mengingatkan dalam ketakwaan, tidak membiarkan suatu kemaksiatan terus menerus dilakukan. Sehingga kehidupan masyarakat terkondisikan dengan suasana keimanan yang tinggi kepada Allah Ta’ala.

Terakhir, dibutuhkan peran negara. Semua mekanisme tersebut tidak akan bisa berjalan tanpa adanya institusi negara yang menegakkannya. Maka, negaralah pihak yang paling bertanggung jawab melaksanakan,  mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi rakyat. Di sini tentu bukanlah negara dengan system liberal-sekuler, melainkan sebuah institusi yang menerapkan aturan Allah secara sempurna dalam kehidupan.

Dalam Islam, negara berperan sebagai pencegah sekaligus pemegang kekuasan penuh. Dengan system social Islam yang diterapkan, akan menutup segala akses yang menyebabkan seseorang jatuh pada kemaksiatan: perzinahan, seks bebas, penyimpangan seksual dsb. Negara juga memblokade seluruh media-media pornografi-pornoaksi. Tentu dibarengi dengan diberlakukannya system politik ekonomi Islam yang menjamin kehidupan masyarakat, sehingga tuntutan ekonomi bukanlah menjadi faktor seseorang melakukan kejahatan seksual.

Dengan begitu, sangat bisa meminimalkan bahkan menghapus bersih berbagai tindak asusila yang akan terjadi. Wallahu’alam bisshawab.[]

Comment