Oleh : Erlina YD, S.Hut, Pegiat literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Bulan ramadan adalah bulan penuh hikmah dan berkah. Bulan di mana Allah menurunkan pahala berlimpah bagi setiap muslim yang melakukan amal baik. setiap waktu dari menit bahkan detik akan bernilai pahala jika kita mengisinya dengan kegiatan positif. Namun sungguh miris ketika justru di malam-malam ramadan terjadi aktivitas yang tidak patut. Para remaja yang menjadi tumpuan generasi Islam malah melakukan hal kurang baik.
Namun mirisnya, di bulan ramadan ini justru terjadi beberapa kekerasan di jalanan yang dilakukan oleh para pemuda. Di Kelurahan Procot, Kecamatan Slawi terjadi tawuran antara dua kelompok pemuda dan memakan korban hingga meninggal dunia.
Dua kelompok pemuda saling serang menggunakan senjata saja, pentungan, serta kain sarung yang telah diberi batu atau benda tajam lainnya. Korban meninggal merupakan siswa SMK kelas 12 terkena hantaman benda keras pada bagian kepala hingga terluka parah. Kejadian tawuran tersebut berlangsung menjelang sahur pada tanggal 10/4/2022.
Sehari sebelumnya (9/4/2022) juga terjadi tawuran yang memakan korban jiwa. Muhammad Diaz, remaja kelahiran tahun 2022 meregang nyawa di lokasi tawuran setelah mendapat luka sabetan senjata tajam di dada sebelah kiri. Peristiwa ini berawal ketika korban bersama belasan temannya yang merupakan warga Kota Bambu Utara, Palmerah membangunkan sahur keliling. Kegiatan ini biasanya disebut Sahur on the Road (SOTR).
Kejadian kekerasan lain yang terjadi dalam bulan ramadan juga terjadi di Boyolali dan Semarang. Seorang pelaku berinisial RA (17) ditahan Satreskrim Polres Boyolali karena melakukan pembacokan dengan senjata tajam terhadap orang tidak dikenal di Desa Kacangan, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Video pembacokan yang terjadi di Kota Semarang, Jawa Tengah baru-baru ini viral. Di dalam video menunjukkan sekelompok pemuda yang menggunakan senjata tajam mencoba membacok pengendara sepeda motor yang sedang melintas.
Kekerasan di jalanan ini tidak hanya terjadi pada bulan ramadan saja. Jauh sebelum ramadan juga sering terjadi kekerasan yang berujung korban luka hingga meninggal.
Di Yogyakarta, kejadian ini dikenal dengan istilah klitih sudah berulang terjadi. Sudah ada beberapa korban dari luka ringan hingga meninggal dunia. Teranyar seorang siswa SMA di Yogyakarta disebutkan menjadi korban klitih hingga meninggal dunia pada Ahad dini hari (3/4/2022).
Memahami Fenomena Kekerasan Jalanan
Kekerasan di jalanan semisal klitih, perang sarung, atau sahur on the road biasanya dilakukan oleh kelompok pemuda. Selain karena sudah ada perseturuan sebelumnya, terkadang mereka juga acak dalam memilih korbannya. Klitih sendiri awalnya bermakna positif yaitu mencari kegiatan di luar kala ada waktu senggang. Klitih berasal dari bahasa jawa.
Namun belakangan ini klitih mengalami perubahan makna menjadi kekerasan jalanan yang menyasar pengendara motor dan dilakukan oleh sekelompok remaja. Yang memiriskan, korban klitih ini dipilih acak yang sebelumnya tidak ada permasalahan apapun dan tidak mereka kenal.
Sejenis klitih ada perang sarung dan sahur on the road. Dua kegiatan tersebut identik terjadi di bulan ramadan. Selepas salat tarawih atau menjelang sahur, sekelopok pemuda akan berkeliling di jalan. Entah sekedar menghabiskan waktu luang atau sekalian membangunkan orang untuk sahur. Sarung yang mereka gunakan untuk perang antar pemuda biasanya sudah ada batu atau benda lainnya yang diikatkan di ujung sarung.
Sudah bisa ditebak jika sekelompok pemuda berkumpul, biasanya akan mudah terjadi gesekan jika bertemu kelompok pemuda lainnya. Pun ketika bertemu dengan orang yang belum dikenal sebelumnya. Maka tawuran atau menyerang pemuda lain menjadi hal yang sangat memungkinkan terjadi, apalagi jika sebelumnya sudah ada perselisihan. Energi pemuda yang relatif besar membutuhkan penyalurannya.
Akar Masalah Terjadinya Kekerasan Jalanan
Jika sebuah kejahatan sudah berulang kali terjadi, maka tentu bukan sekedar terjadi karena perilaku buruk pemuda-pemuda tersebut. Mereka tumbuh dalam lingkungan paham sekulerisme. Paham yang memisahkan aturan Allah dengan kehidupan dunia. Agama Islam tidak menjadi standar dalam memandang dan menilai kehidupan dunia. Hawa nafsu akan menguasai pikiran masyarakat.
Kebebasan berperilaku pun semakin menjadi-jadi karena keluarga yang seharusnya menjadi madrasah dan tempat ternyaman justru sebaliknya. Peran keluarga yang seharusnya mendidik dengan agama Islam menjadi tidak optimal. Aktivitas pemuda ketika di luar rumah menjadi tidak terkontrol.
Paham sekulerisme ini juga membuat masyarakat kurang peka dan terkesan cuek terhadap kondisi di sekitarnya. Kondisi ini semakin membuat remaja tidak terkendali dalam menyalurkan energi dan pikirannya.
Mereka tidak tahu harus bagaimana seharusnya karena sudah terbiasa berperilaku mengikuti hawa nafsunya. Jadilah mereka generasi tak tahu arah dan mendewakan eksistensi diri sekalipun harus merugikan orang lain.
Pembinaan Islam terhadap Generasi
Para pemuda calon generasi pembangun peradaban tentu harus mempunyai bekal yang cukup. Kurikulum pendidikan Islam akan memberikan pengajaran yang akan membentuk seseorang agar menguasai ilmu dan teknologi sekaligus mumpuni pemahamannya terhadap hukum Islam.
Dengan asas Islam, para pemuda akan menjadi sosok yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Perilakunya akan dia dasarkan dengan aturan Islam dan menjauhkan hawa nafsu dari dirinya.
Negara akan memberi dan menyediakan fasilitas yang menyalurkan energi dan minat para pemuda agar aktivitasnya terarah. Dengan kegiatan-kegiatan positif yang difasilitasi negara, waktu dan energi mereka akan lebih bermanfaat dan bernilai ibadah.
Paham sekulerisme akan dibuang jauh dan hanya memegang Islam sebagai pengatur kehidupan mulai dari individu, masyarakat, hingga negara. Lingkungan akan menjadi kondusif karena amar ma’ruf nahi munkar menjadi pengontrol perilaku dalam masyarakat.
Para pelaku kejahatan juga akan diberi sanksi sesuai hukum persanksian di dalam Islam. Untuk kasus pembunuhan yang disengaja semacam kasus-kasus di atas, maka sanksinya adalah qishos yaitu hukuman setimpal jika keluarga korban tidak memaafkan. Jika keluarga korban memaafkan pelaku, maka pelaku harus membayar diyat sebanyak 100 ekor unta dan 40 ekor di antaranya telah bunting.
Dengan adanya hukuman ini, maka siapapun yang ingin melakukan pembunuhan, akan berpikir beribu-ribu kali. Sanksi dalam Islam bersifat jawabir yakni menebus hukuman bagi pelaku dan zawajir atau pencegah.
Inilah efek sistem sanksi Islam yang hanya muncul jika negara menerapkan Islam kaffah. Cara pandang sekulerisme diganti dengan cara pandang Islam sehingga generasi akan terfasilitasi dengan edukasi dan fasilitas sehingga optimal melakukan amal shalih kehidupanny di dunia.[]
Comment