Kejari Jaktim Dituding Bekukan Perkara Tipikor Senilai Rp 38,9 M

Berita568 Views
Thomson Sirait, Ketua Umum LSM Pemantau Anggaran Negara (Foto: Dok – IGS)
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Timur (Jaktim) dituding “mengendapkan” perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) senilai total sekitar Rp 38,9 miliar dalam proses pengadaan sarana pembelajaran IBE DVT (Digital Vision Touch Interactive Board Expert) di Suku Dinas Pendidikan Menengah Wilayah II Kota Administrasi Jakarta Timur, Tahun Anggaran 2014.

“Kalau pihak Kejari Jaktim memang memiliki komitmen untuk mendukung gerakan pemberantasan tipikor, seharusnya tidaklah sulit bagi mereka menangani perkara yang sudah kami laporkan sejak tahun 2015 ini. Setidaknya, sudah ada enam data penting yang bisa ditindaklanjuti sebagai temuan awal dugaan tipikor dalam kasus ini. Tapi, Kejari Jaktim tetap saja tak melakukan kerja apa-apa. Entah apa yang di dalam kepala mereka,” kata Thomson Sirait, Ketua Umum LSM PAN (Pemantau Anggaran Negara), kepada IGS Berita di Jakarta, Minggu (19/3).

Setelah laporannya berjalan selama 16 bulan tanpa kejelasan, Thomson menuding pihak Kejari Jaktim telah melakukan tindakan “pengendapan perkara”. Menurut Thomson, perilaku itu membuat opini masyarakat terhadap Kejari Jaktim menjadi kian liar —mulai dari tuduhan tidak pro pemberantasan tipikor, tidak profesional, hingga dugaan “main mata” dengan pihak-pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.

“Kemunculan pandangan-pandangan miring itu adalah akibat dari perilaku Kejari Jaktim sendiri. Jangan salahkan masyarakat. Kalau mau dinilai baik, ya bertindaklah yang baik dan benar,” kata Thomson.

Mirip Modus Pengadaan UPS

Dalam laporannya, LSM PAN menyatakan, penyimpangan pada pengadaan sarana pembelajaran IBE DVT senilai total Rp 38,9 miliar itu memiliki modus nyaris serupa dengan kasus UPS (Uninterruptible Power Supply) yang telah menjerat sejumlah pejabat tinggi dan anggota DPRD DKI Jakarta. Thomson Sirait, Ketua Umum LSM Pemantau Anggaran Negara (Foto: Dok – IGS Berita).*

Faktanya, lanjut Thomson, dalam kegiatan tersebut, perusahaan penawar tertinggi ditetapkan sebagai pemenang, meski sebetulnya tidak memenuhi syarat. Lalu, adanya distributor “fiktif” yang diduga telah melakukan pemalsuan merek, indikasi penggelembungan harga, serta distribusi barang yang tidak sesuai dengan isi kontrak.

Diperoleh data, tahun 2014, Sudin Dikmen Wilayah II Jaktim —melalui Sistem LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) DKI Jakarta— melakukan pelelangan sederhana pascakualifikasi 12 paket pengadaan IBE DVT di tujuh kecamatan.

Muncullah 12 perusahaan pemenang, masing-masing CV Wilma Sejahtera (untuk pengadaan di SMA Kecamatan Matraman), PT Putra Argunsa (SMK Kec. Matraman), CV Herbert Rhegards (SMK Kec. Kramat Jati), PT Unsama Karyatama (SMA Kec. Ciracas), PT Cipta Rantau (SMA Kec. Pulo Gadung), PT Fajar Menyingsing (SMA Kec. Jatinegara), PT Karya Mavoli (SMA Kec. Kramat Jati), CV Erisa Kayla Jaya (SMK Kec. Duren Sawit), CV Formeni Angbelfat (SMK Kec. Pasar Rebo), PT Palito Bintang (SMA Kec. Pasar Rebo), CV Gracia Nauli Jaya (SMK Kec. Pulo Gadung), dan PT Dimar Abadi Sentosa (SMK Kec. Jatinegara).

Berdasarkan informasi dan data tanda terima barang dari pihak sekolah, diketahui bahwa seluruh kegiatan pengadaan IBE DVT itu menggunakan barang dari distributor PT. Jossen Teknologi Indonesia, yang beralamat di Jalan Raya Cikeas Ujung Nomor 56, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan bernomor telepon (021) 99265xxx. Ternyata, alamat dan nomor telepon tersebut tidak ditemukan dan diduga fiktif.

Sejumlah sekolah penerima pun mengaku bahwa barang yang dikirimkan itu masih ada yang kurang lengkap, tidak sesuai dengan isi kontrak pengadaannya. Padahal, lewat perhitungan matematis, harga sarana pembelajaran IBE DVT dalam proyek pengadaan tersebut mencapai nilai rata-rata sekitar Rp 133,56 juta per setnya.

“Saya menduga, telah terjadi rekayasa administrasi sejak proses pelelangan, yang mengarah pada spesifikasi merek tertentu. Fakta lainnya, setelah melihat sendiri barangnya, saya menduga barang yang disuplai dengan merek Jossen Teknologi Indonesia itu adalah produk rakitan dari merek lain, dengan kualitas yang tidak terjamin, padahal harganya mencapai ratusan juta rupiah per set,” kata Thomson.

Terkait perkara yang sudah mengendap sekitar 16 bulan itu, pihak Kejari Jaktim masih memilih untuk bungkam. Belum ada pernyataan resmi yang meluncur dari lembaga penegakan hukum ini. (yhr).*

Comment