Kejar Eksistensi dan Konten, Nyawa Melayang

Opini385 Views

 

 

Oleh : Rantika Nur Assiva, Mahasiswi

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Akhir-akhir ini, masyarakat digegerkan dengan berita seorang perempuan yang membuat konten gantung diri. Alih-alih selamat dan mendapatkan simpati dan eksistensi, ia malah tewas mengenaskan atas apa yang telah dilakukannya.

Seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali. Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call.

“Dari kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu,” kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, sebagaimana dikutip dari Detik Jumat (3/3).

Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher.

Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher.

“Saat itu sambil video call (telepon video) sama temen-temennya, korban mengatakan ‘mau live nih, gue mau bikin konten ah’, tahu-tahu kursinya yang dipakai buat pijakan di bawah itu terpeleset, jadi beneran gantung diri,” terang Agus seperti ditulis laman CNNIndonesia.com, 3/3/2023).

Bunuh diri adalah usaha tindakan atau pikiran yang bertujuan untuk mengakhiri hidup yang dilakukan dengan sengaja. Bunuh diri merupakan masalah kesehatan mental yang menjadi perhatian di banyak negara.

Dilansir dari cnnindonesia.com (3/3/2023), bahwa International Association for Suicide Prevention (IASP) memperkirakan sebanyak 700 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya karena bunuh diri.

Berdasarkan catatan World Bank, Indonesia berada di posisi 15 terbawah angka kasus bunuh diri di dunia. Catatan ini diambil dari data terakhir yang direkam oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2019.

Hari ini eksistensi diri menjadi hal yang diprioritaskan. Kemajuan media membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Jadilah unjuk eksistensi dengan berbagai konten, bahkan termasuk dengan cara yang membahayakan jiwa atau berlagak kaya.

Sebagaimana kasus di atas, bunuh diri dijadikan konten untuk meraup ketenaran dan simpati. Maraknya kasus bunuh diri tersebut sejatinya menggambarkan terganggunya kesehatan mental masyarakat. Bukan saja menimpa orang dewasa akan tetapi juga menimpa anak-anak.

Selain bunuh diri bisa terjadi di saat seseorang mengalami depresi dan tak ada orang yang membantu, juga bisa disebabkan karena jauhnya pemahaman agama yang benar sebagai dampak dari diterapkannya sistem pendidikan sekuler, yaitu sistem pendidikan yang memisahkan agama dari kehidupan.
Perilaku ini sejatinya adalah perilaku rendah, yang muncul dari taraf berpikir yang rendah pula.

Budaya ini menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan ini. Dan ini tentulah hasil dari sistem kehidupan yang diyakini masyarakat dalam seluruh aspeknya. Sistem hari ini gagal menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya. Negara gagal melahirkan sosok individu berilmu tinggi. Wallahua’lam Bisshawab. [ ]

Comment