RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Berttempat di Hotel Santika Premier Jakarta, Kementrian Hukum dan Ham menyelenggarakan Konsultsi Teknik Basan dan Baran dengan Nara Sumber Drs Nur Achmad Santoso SH, MH dan dihadiri Hans Suta Widhya SH selaku undangan mewakili Ikatan Polisi Mitra Masyarakat Indonesia (IPMMI), Senin (12 /3/2018).
Hukum disatu sisi memberikan wewenang / kekuasaan kepada Negara melalui aparat hukumnya untuk melakukan upaya paksa terhadap Warga Negara yang disangka / didakwa melakukan perbuatan melanggar hukum. Namun disisi lain hukum mengatur batasan-batasan serta prosedur yang harus dilakukan oleh Aparat hukum agar penerapan dan pelaksanaan upaya paksa tidak mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang / kekuasaan.
Menurut Klitgaard (1997) ; Potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan terdapat pada pekerjaan yang memenuhi tiga ciri. Pertama; pekerjaan itu merupakan monopoli suatu badan kekuasaan. Kedua; badan kekuasaan tersebut mempunyai wewenang diskresi. Ketiga; tidak adanya akuntabilitas dari para pelaksananya.
Dalam rangka mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan terutama penyalahgunaan kekuasaan dalam penyelenggaraan proses pemeriksaan perkara yang berakibat pada penyitaan barang, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana mengatur adanya pembagian kewenangan secara instansional. Polisi mempunyai wewenang penyidikan, Jaksa mempunyai wewenang penuntutan, Hakim mempunyai wewenang memutus perkara dan Kemenkumham dalam hal ini Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara mempunyai wewenang melaksanakan secara administrasi dan fisik penyimpanan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.
Berkaitan dengan itu agar peterhindar dari dampak negatif dan atau bias yang merugikan dari penyalahgunaan kekuasaan, Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara sebagai instansi penegak hukum yang mempunyai kewenangan melaksanakan secara administrasi dan fisik penyimpanan dan pengelolaan barang bukti milik tersangka, terdakwa dan terpidana, berdasarkan UU RI No 8 Thn 1981 tentang KUHAP. Psl 44 ayat (1) harus menjadi satu-satunya tempat penyimpanan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara dapat menjalankan fungsi “Check and Balance” melalui “Prinsip netralitas dan duplikasi fungsi” :
Prinsip Netralitas merupakan komitmen dasar pada penyelenggaraan penyimpanan dan pengelolaan benda sitaan dalam upaya penyelenggaraan penyimpanan dan pengelolaan benda sitaan negara secara seimbang antara kepentingan tersangka, terdakwa dan terpidana dengan kepentingan penegakan hukum.
Prinsip pemisahan fungsi merupakan pemisahan fungsi secara konsisten, profesional dan akuntabel antara sub-sistem yang satu dengan sub-sistem lainnya agar terjadi proses saling mengawasi (dalam hal ini pemisahan fungsi pada Integrated Criminal Justice System), sehingga tujuan sistem dapat tercapai secara efektif. Pemisahan fungsi ini diharapkan dapat mengeliminasi adanya duplikasi fungsi yang cenderung dapat dan mudah disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab, seperti pelaksanaan upaya paksa dan penerapan asas praduga tak bersalah. [Hans]
Comment