Penulis: Dinar Rizki Alfianisa | Warobatul
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Seperti halnya kasus yang terjadi baru-baru ini di Rempang Kepulauan Riau. Dikutip dari laman BP Batam, Rempang Eco-City merupakan salah satu proyek yang terdaftar dalam PSN 2023 yang pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang ditandatangani pada tanggal 28 Agustus 2023.
Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dalam negeri dengan negara tetangga, yaitu Singapura dan Malaysia.
Proyek yang rencananya akan digarap oleh PT MEG dengan target investasi mencapai Rp381 triliun pada tahun 2080. Nantinya, perusahaan itu akan membantu pemerintah untuk menarik investor asing dan lokal dalam pengembangan ekonomi di Pulau Rempang.
Guna menggarap Rempang Eco City, PT MEG diberi lahan sekitar 17 ribu hektare yang mencakup Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas. Pemerintah juga menargetkan pengembangan Rempang Eco-City dapat menyerap sekitar 306 ribu tenaga kerja hingga 2080.
Namun, pembangunan proyek tersebut mendapatkan protes dari warga Pulau Rempang dengan menghadang aparat gabungan yang akan mematok dan mengukur lahan. Konflik itu diwarnai kekerasan hingga mengakibatkan korban luka-luka, bahkan trauma pada anak-anak setempat yang mengharuskan sekitar 7.500 warga setempat direlokasi.
Selain itu, tulis tepublika.id (29/9/2023), proyek tersebut juga mengancam eksistensi 16 kampung adat Melayu yang ada di Pulau Rempang sejak tahun 1834.
Sungguh ironi hidup dalam sistem demokrasi kapitalistik dan liberal ini. Atas nama pembangunan, rakyatnya terlempar dari negeri sendiri. Tanah yang dijadikan tempat tinggal dan sumber penghidupan rakyatnya harus dirampas oleh negara atas nama pembangunan.
Hal ini merupakan kedzaliman yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya sendiri. Tujuan penting negara seharusnya adalah melindungi jiwa, raga dan harta rakyat. Apalagi penduduk di Pulau Rempang adalah penduduk asli negeri yang sudah ada jauh sebelum negeri ini merdeka.
Dengan alasan legalitas penduduk tidak ada, dengan mudahnya penguasa meminta penduduknya untuk meninggalkan pulau tersebut. Sedangkan untuk korporasi atau perusahaan yang akan menangani proyek tersebut negara malah dengan mudahnya memberi legalitas.
Dari sini jelas bahwa demokrasi dengan jargon kedaulatan di tangan rakyat hanyalah ilusi – yang ada adalah korporatokrasi di mana pemilik modal besarlah yang berdaulat di negeri ini. Hal ini memperjelas bahwa sistem ini adalah sistem yang rusak. Sebuah istem aturan yang bisa diubah sesuai dengan kepentingan yang berkuasa dan siapa yang memiliki modal besar.
Sistem yang hanya melahirkan kedzaliman, ketidakadilan dan kesengsaraan bagi rakyatnya terutama mereka yang lemah dan miskin.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam tidak hanya sebuah agama yang mengatur urusan ibadah ritual saja namun Islam juga adalah sebuah ideologi yang memiliki seperangkat aturan kehidupan yang sempurna termasuk dalam persoalan tanah dan kepemilikannya.
Dalam Islam, negara bertanggung jawab mengatur pengelolaan tanah sesuai syariat. Konsep pertanahan dalam Islam adalah konsep yang berbeda dengan kapitalisme.
Dalam Islam, kepemilikan tanah sepaket dengan pengelolaannya. Sertifikat kepemilikan tanah dan surat-surat lainnya hanya sebagai penunjang saja. Sedangkan bukti nyata kepemilikan tanah adalah adanya aktivitas pengelolaan tanah tersebut semisal untuk pertanian, perkebunan atau sebagainya.
Jika ada yang memiliki tanah dan dalam waktu dua tahun tidak dikelola maka negara berhak untuk mengambil kepemilikannya dan diberikan kepada orang lain yang sanggup mengelolanya.
Jika orang tersebut tidak mampu mengelola karena kemiskinan maka negara akan memberi fasilitas agar dapat dikelola dan dimanfaatkan. Negara lebih mementingkan kepentingan rakyatnya dibandingkan kepentingan korporasi karena tugas negara adalah menjamin hak setiap warganya terpenuhi.
Negara juga boleh mengambil tanah rakyat umum untuk kepentingan umum dengan keridhaan dari pemilik tanah serta memberikan ganti untung yang tidak merugikan rakyat. Dari sini kita bisa melihat bahwa hanya dengan aturan Islamlah yang akan memberikan keadilan bagi seluruh manusia karena aturan ini berasal dari Sang Pencipta.
Wallahu ‘alam.[]
Comment