Oleh: Nurul Layli, Mahasiswi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Terjadi lagi, kasus bullying dan memakan korban untuk ke sekian kali. MHD (9), seorang siswa kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat meninggal dunia diduga akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya pada Senin (15/05/2023).
MHD menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (20/05/2023) setelah sebelumnya mengalami kritis selama tiga hari di rumah sakit. Berdasarkan hasil visum, korban mengalami luka pecah pembuluh darah, dada retak dan tulang punggung retak.
Sementara itu, Kapolsek Sukaraja, Kompol Dedi Suryadi menyampaikan bahwa pihaknya tengah menyelidiki kasus perundungan berupa pengeroyokan yang menyebabkan MHD meninggal dunia. Dedi memastikan bahwa dari pihak kepolisian akan segera meminta keterangan dari pihak sekolah maupun pihak-pihak terkait lainnya. Dia juga menambahkan bahwa penyelidikan akan dilakukan secara mendalam agar tidak ada informasi liar yang beredar di masyarakat.
Sungguh miris melihat kondisi generasi muda hari ini. Mungkin tak pernah terbayangkan di benak, seorang anak kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar tega melakukan penganiayaan kepada temannya sendiri hingga menemui ajak.
Inilah fakta yang menggambarkan kondisi generasi bangsa ini. Generasi yang begitu mudah melakukan tindak kekerasan, penganiayaan, serta tindak kriminal lainnya. Hal ini tentu hatus menjadi perhatian serius baik bagi keluarga, masyarakat dan negara sebagai pihak yang bertanggung-jawab untuk menuntaskan permasalahan generasi saat ini.
Kasus penganiayaan semacam ini terjadi karena dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, dari pihak keluarga. Tak bisa dipungkiri, keluarga menjadi entitas terkecil dan terpenting dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter anak. Pola asuh dan pendidikan yang salah terhadap anak dapat membentuk anak menjadi sosok yang buruk kepribadiannya.
Jika dikaitkan dengan kondisi generasi hari ini, rasanya pendidikan anak di keluarga masih belum mampu membentuk anak sebagai sosok yang berkepribadian baik. Salah satu penyebabnya karena pola pendidikan dalam keluarga belum berfokus pada penanaman nilai-nilai agama dan moral.
Kedua, dari pihak sekolah dan masyarakat. Kalau pun dalam sebuah keluarga, seorang anak telah dididik dengan nilai agama dan moral, hal itu tidak menjamin anak menjadi sosok yang berkepribadian baik. Sebab selain keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat juga turut membentuk karakter anak.
Sama halnya dengan keluarga, pendidikan di sekolah hari ini pun belum akhirnya fokus pada penanaman nilai agama dan moral peserta didiknya. Tetapi lebih memfokuskan pada pencapaian nilai dan prestasi.
Maka wajar jika yang terbentuk dari sistem pendidikan hari ini adalah intelektual yang nirmoral. Selain itu, lingkungan masyarakat yang cenderung diwarnai dengan pergaulan bebas menjadikan anak justru lepas kendali dari pengawasan orang tua.
Ketiga, dari sisi negara sebagai pihak penyedia serta pengendali sistem informasi dan komunikasi. Tak bisa dipungkiri, saat ini berbagai konten berbau kekerasan bebas berselancar di dunia maya. Anak-anak sangat mudah untuk mengaksesnya. Maka tidak heran jika generasi hari ini sarat dengan sikap yang keras dan sadis, sebab tontonan mereka telah menjadi tuntunan bagi hidupnya.
Ketiga faktor inilah yang berperan besar dalam membentuk kepribadian generasi hari ini. Keluarga, sekolah, masyarakat dan negara sama-sama gagal mencetak generasi yang berkepribadian mulia.
Hal tersebut wajar terjadi ketika sistem yang digunakan untuk mengatur kehidupan saat ini hanya berorientasi pada kesenangan dan kepuasan pribadi – didasari oleh kapitalisme yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup dengan menghalalkan segala cara untuk mencapainya.
Dalam konteks ini, seseorang tega melakukan penganiayaan meskipun itu adalah perbuatan dosa, namun demi memuaskan hawa nafsunya ia tetap melakukannya.
Selain itu, demi terus menghasilkan cuan, konten berbau kekerasan tetap diproduksi dan ditayangkan baik melalui televisi maupun sosial media. Inilah setitik potret bobroknya kapitalisme sekular.
Sekularisme merupakan sebuah konsep pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama difungsikan untuk mengatur ibadah ritual semata. Sementara untuk kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara, manusia hidup bebas dan membuat aturan sekehendaknya.
Alhasil, kehidupan yang mewarnai dunia saat ini penuh kerusakan dan kemunkaran. Tentu kondisi semacam ini tidak bisa dibiarkan secara terus-menerus. Perlu segera diberikan solusi tuntas untuk mengatasinya.
Islam adalah agama sekaligus pandangan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan secara lengkap dan menyeluruh. Semua hal – mulai dari yang terkecil hingga yang besar diatur dalam Islam, termasuk di dalamnya membentuk kepribadian generasi.
Islam memiliki mekanisme tersendiri yang mampu mencetak generasi berkepribadian mulia. Pertama, Islam melalui keluarga menanamkan nilai akidah pada anak agar terbentuk keimanan yang kuat pada dirinya. Ditambah dengan adanya pendidikan Islam akan membentuk anak memiliki kepribadian Islam. Anak akan memiliki pola pikir dan pola sikap yang bersandarkan pada nilai Islam.
Kedua, Islam membentuk masyarakat yang memiliki budaya amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga akan meminimalisir terjadinya kemaksiatan di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, Islam juga akan mengatur sistem media informasi dan komunikasi.
Konten-konten yang diizinkan tayang hanyalah konten yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat. Sementara konten yang mengandung muatan keburukan atau unfaedah wajib ditiadakan.
Dengan pengaturan Islam semacam ini, tentu generasi yang terbentuk adalah generasi yang mulia dan berkepribadian Islam.
Namun, semua hal itu hanya bisa terwujud ketika sistem Islam diterapkan dan menjadi aturan kehidupan. Maka tunggu apalagi, segera campakkan sekularisme yang telah gagal dan merusak generasi ini. Kembalilah kepada Islam dengan segala kemuliaannya. Wallahu a’lam bishawab.[]
Comment