Kasus Gagal Ginjal dan Penanganan yang Tidak Optimal

Opini536 Views

 

 

Oleh A. Maleeka, Pelajar/Homeschooler

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Belum habis duka Indonesia atas banyaknya kasus kematian, kini bertambah beban ketakutan, karena belum ada kepastian perihal tragedi gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak di bawah umur. Hal ini amat memprihatinkan dan butuh banyak diperhatikan.

Mengutip cbncindonesia.com (21/10/2022) – terdapat sekitar 241 anak yang terkena gagal ginjal akut misterius di Indonesia, total pasien yang meninggal tercatat 133 kasus, tren peningkatan kasus melonjak sejak Agustus 2022. Ini ditemukan di 22 provinsi. Ungkap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

Sudah ratusan anak yang menjadi korban dan peran negara dalam pencegahan atas nasib mereka terkesan lamban. Banyak orang tua dibuat khawatir terhadap penyebab utama tanduk kematian anak-anaknya. Ini adalah bukti dari tragedi yang perlu segera diakhiri.

Mengutip kompas.com (24/10/2022) – berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus gangguan ginjal akut pada anak tahun 2022 ini paling banyak terjadi di Indonesia, melampaui kasus kematian di Gambia dan Nigeria.

Mengetahui secara pasti penyebab utama suatu penyakit adalah penting bagi keberhasilan penanganan. Ditambah jika penyakit tersebut memiliki risiko kematian yang tinggi. Bagaimana mungkin hal ini bisa terus terjadi?

Amat disesalkan, negara yang seharusnya bertanggung jawab penuh atas kesehatan dan keselamatan nyawa masyarakat, justru bertindak lambat. Hal ini dibuktikan dari kasus gagal ginjal akut pada anak yang sudah terjadi pada awal tahun 2022, baru mendapat laporan lonjakan kasus pada bulan September.

Mengutip sehatbegeriku.kemenkes.go.id (19/10/2022) – “Gagal Ginjal Akut pada Anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami peningkatan pada September,” ungkap Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan dr. Yanti Herman, MH. Kes.

Ditemukannya satu kasus saja sebetulnya cukup untuk menjadi alasan kuat agar segera meneliti penyebab pasti. Apalagi didorong dengan banyaknya ahli dan ilmuwan kesehatan, pun dengan majunya teknologi kedokteran.

Potensi SDM riset serta fasilitas riset di negeri ini dimungkinkan bisa jauh lebih cepat untuk mencegah dan mengatasi jatuhnya korban lebih banyak lagi. Sayangnya, hal yang terjadi sampai hari ini tidaklah sesuai dengan yang diharapkan.

Jika ditelusuri secara mendetail kelalaian dan kegagalan negara dalam menangani persoalan kehidupan masyarakat yang sudah mencapai titik kronis, maka masalah utamanya ada pada sistem kapitalisme.

Kesenjangan ekonomi yang terjadi pada masyarakat di Indonesia amat terlihat, pelayanan dengan kecanggihan teknologi kedokteran misalnya, hanya bisa dinikmati segelintir penduduk kalangan atas.

Sedangkan penduduk kalangan bawah, bagai isapan jempol untuk bisa menerima pelayanan kesehatan yang bermutu karena mahalnya harga, pun dengan diskriminasi yang kerap mereka alami, masalah yang tidak terselesaikan hingga hari ini.

Sistem kapitalisme membiarkan publik berada dalam naungan bisnis semata, baik dalam pendidikan tenaga kesehatan (khususnya dokter), bidang pembiayaan (BPJS Kesehatan), hingga fasilitas kesehatan (industri rumah sakit), hal tersebut dirancang untuk pertumbuhan ekonomi.

Berbeda dengan sistem Islam. Islam adalah agama yang berbeda, bukan hanya sekadar agama ritual saja, di dalamnya terdapat peraturan langsung dari Allah untuk mengatur kehidupan manusia di dunia.

“Musnahnya dunia lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim.” (HR. Muslim)

Dalam sistem Islam, tak ada istilah harta lebih berharga daripada nyawa. Sebab, negara yang dinaungi dengan sistem Islam, akan sepenuhnya bertanggung jawab karena berperan sebagai ra’in (pengurus) dan juga junnah (perisai).

Konsep anggaran dalam sistem Islam berbasis Baitul Mal yang diartikan secara fisik sebagai tempat untuk penyimpanan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara.

Sehingga menjauhkan khalifah (pemimpin dalam sistem Islam) dan para penguasa lainnya untuk memiliki karakter lemah yang bisa membuat lalai atau gagal dalam menjamin hak masyarakat.

Seperti halnya Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berperan sebagai Khalifah Bani Umayyah, ia menjalankan negara yang adil dan sejahtera, jauh dari kezaliman hingga terwujudnya fungsi Baitul Mal yang kemakmurannya merata pada masyarakat Bani Umayyah.

“Sesungguhnya seorang imam (khalifah) itu perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng …” (HR. Bukhari dan Muslim). Wallahualam bissawab.[]

Comment