Penulis: Farizah Atiqah, S.Pd | Guru dan Aktivis Muslimah Makassar
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Meningkatnya serangan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Kasus DBD mengalami peningkatan yang signifikan di berbagai daerah seperti Cianjur, Banyuasin, dan sebagainya. Data Dinas Kesehatan (Dinkes), ada 74 kasus DBD yang terdeteksi selama Januari 2024. Sebanyak empat kasus berakhir dengan kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin, Rini Pratiwi ketika ditemui usai Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN) di Kabupaten Banyuasin, Selasa (30/1) sebagaimana dilansir dari rmolsumsel.com Selasa (301/2024) mengatakan bahwa dari 74 kasus tersebut sudah 4 orang meninggal dunia.
Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur, dr Yusman Faizal bahwa kasus DBD pada Januari 2024 mengalami peningkatan yang signifikan.
Dalam sebulan ucapnya di laman yang smaa, terdapat 219 kasus yang diperoleh oleh Dinkes Cianjur, dari jumlah tersebut dua anak dengan rentang usia 6 sampai 14 tahun meninggal.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam Berdarah Dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgent karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus.
Mirisnya lagi, kasus kematian akibat demam Berdarah Dengue ini didominasi oleh anak-anak berusia 0-6 tahun. Menurut Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Hartono Gunardi, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang rentang terserang DBD. Saat anak yang pernah menderita DBD terinfeksi kembali maka tubuhnya akan semakin rentan. Selain itu, obesitas dan komorbid bawaan cenderung memperparah kondisi DBD.
Adapun peningkatan kasus DBD di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Dijelaskan Dante bahwa biasanya penambahan kasus DBD di Indonesia mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari. Apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino (liputan6.com, 4 Februari 2024). Bisa pula disebabkan oleh musim hujan, yang menyebabkan banyak genangan air, dan masih banyak penyebab lainnya.
Lantas, bagaimana peran pemerintah dalam upaya mengatasi kasus DBD yang semakin meningkat? Mereka menghimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama melakukan pencegahan dengan beberapa langkah yang harus dilakukan secara terpadu. Misalnya dengan melakukan upaya preventif dengan pemutusan rantai penularan melalui gerakan PSN-DBD tanpa mengabaikan peningkatan kewaspadaan KLB serta penatalaksanaan kasus.
Kemudian peran keluarga perlu terus ditingkatkan untuk melakukan pemantauan, pemeriksaan dan pemberantasan jentik, dengan konsep Jumantik Rumah Tangga atau Satu Rumah Satu Jumantik. Atau dengan merancang kegiatan Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN) DBD di Banyuasin, yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap kesehatan lingkungan pada masyarakat untuk berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan berbagai upaya pencegahan lainnya.
Semua ini membutuhkan langkah integratif dan didukung masyarakat dan juga pemerintah di garda terdepan dalam upaya menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat.
Apakah solusi yang diberikan pemerintah merupakan solusi terbaik? Tidak ada jaminan kesehatan bagi setiap individu rakyat dalam konsep kapitalisme.
Hal ini tampak pada komersialisasi bidang kesehatan yang membebani masyarakat. BPJS tak bisa disebut sebagai jaminan kesehatan sebab rakyat tetap harus membayar premi tiap bulan dan pelayanan yang didapat pun dengan prosedur yang rumit.
Jika jaminan kesehatan bagi yang sakit saja tidak ada, terlebih jaminan terwujudnya ruang hidup kondusif bagi peningkatan kesehatan pada setiap individu rakyat sekaligus sebagai faktor pencegah teridap berbagai penyakit.
Penyuluhan dan sosialisasi yang dilakukan sudah dipandang sebagai bentuk pencegahan. Padahal, melaksanakan program terpadu mencegah penyakit menular seperti DBD tentu membutuhkan dukungan ekonomi. Sementara hari ini masyarakat dihadapkan pada kesulitan hidup akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Bagaimana mungkin masyarakat bisa hidup dengan lingkungan yang sehat jika memiliki rumah ideal dan asri saja tidak mampu?
Bahkan tak sedikit masyarakat berada dalam kondisi homeless atau tidak memiliki tempat tinggal. Ditambah lagi tata ruang perkotaan hingga pedesaan yang tidak memperhatikan masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kemiskinan yang melanda puluhan juta masyarakat negeri ini juga memastikan tidak adanya daya tahan tubuh yang kuat untuk mencegah penularan penyakit seperti DBD. Sebab tidak ada jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok berupa pangan yang layak dan bergizi bagi masyarakat.
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa kapitalisme telah gagal dari awal dalam kaitan pencegahan penularan DBD di negeri ini.
Persoalan penyakit menular seperti DBD dan penyakit menular lainnya sejatinya akan tuntas melalui penerapan aturan islam dalam segala aspek kehidupan. Islam memandang kesehatan adalah kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi negara atas setiap rakyatnya.
Pemimpin negara bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kelestarian kesehatan rakyatnya. Apalagi kekuasaan dalam islam dipahami sebagai amanah yang akan dipertanggung – jawabkan di akhirat.
Kehadiran politik kesehatan Islam yang dijalankan oleh negara meniscayakan terwujudnya upaya maksimal dalam upaya merawat kesehatan setiap individu rakyat sepanjang hayatnya. Negara memastikan masyarakat memiliki tenpat tinggal yang layak dengan tata ruang kota yang rapi, bersih, dan sesuai standar tata ruang perkotaan ideal.
Selain itu, negara juga melakukan edukasi yang mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat. Semua ini tentu didukung oleh pendidikan yang membentuk kepribadian Islam di masyarakat. Sehingga dorongan untuk hidup sehat bukan hanya agar terhindar dari berbagai penyakit tetapi dorongan kesadaran ruhiyah.
Dalam mencegah kasus DBD, negara meningkatkan peran keluarga untuk melakukan pemantauan, pemeriksaan, dan pemberantasan jentik dengan konsep Jumantik Rumah Tangga atau Satu Rumah Satu Jumantik. Negara pun memastikan kesadaran akan adanya pencegahan dipahami sejak dini oleh masyarakat.
Negara membentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi kegiatan ini. Pada saat yang sama sistem kesehatan Islam yang kuat dan tangguh, termasuk pembiayaan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai hingga pelosok negeri menjadikan setiap warga bisa mengakses pelayanan tersebut dengan gratis.
Alhasil, terwujud kesiapan rumah sakit untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap. Negara akan memberikan pelayanan terbaik tanpa membedakan latar belakang pasien yang dirawat. Inilah negara yang menerapkan sistem Islam yang benar-benar tulus hadir untuk melayani kepentingan kesehatan masyarakat tanpa melihat perbedaan suku ras dan agama dibarengi dengan mutu pelayanan terbaik.[]
Comment