Kasus 994 TPPO Bukti Negara Gagal Menyejahterakan Rakyat

Opini170 Views

 

Penulis : Risma Febrianti | Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Perdagangan merupakan interaksi antara penjual dan pembeli yang didasarkan dengan suka sama suka dan tidak ada yang dirugikan antara keduanya. Perdagangan sering kali berbentuk jasa yang ditawarkan, baik jasa secara langsung seperti jasa tenaga dan jasa tidak langsung seperti ide dan keahlian lainnya di bidang teknologi.

Di balik kebermanfaatan yang ditimbulkan oleh perdagangan ada perdagangan yang merugikan bahkan harus dihentikan keberadaannya, yaitu perdagangan manusia. Perdagangan manusia atau perdagangan orang adalah segala transaksi jual beli terhadap manusia.

Bentuk-bentuk dari perdagangan manusia tidak hanya prostitusi dan perdagangan tenaga kerja saja, melainkan juga perbudakan manusia, kerja paksa anak di bawah umur, pekerja migran yang ilegal, bahkan perdagangan organ.

Perbuatan yang tidak manusiawi ini tercatat sebanyak 994 kasus TTPO ( Tindak Pidana Perdagangan Orang) dalam kurun 5 Juni sampai 5 September 2023.

Fakta mengerikan ini dijelaskan oleh Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polri menyampaikan perkembangan hasil penindakannya. Sebanyak 994 tersangka terkait TPPO telah ditangkap.

Jumlah tersangka pada kasus TPPO kata Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan sebanyak 994.

Penangkapan tersebut dilakukan dalam kurun 5 Juni hingga 4 September 2023. Sedangkan laporan kepada aparat kepolisian yang masuk terkait TPPO mencapai 827. Jumlah korban seperti ditulis detiknews sebanyak 2.585.

Motif atau modus dari perdagangan orang ini sangat beragam, para korban diimingi-imingi pekerjaan yang layak dengan gaji yang besar. Terbanyak yaitu dengan menjadikan pekerja migran atau pembantu rumah tangga (PRT) sebanyak 515.

Selain itu, modus yang dilakukan tersangka yaitu dengan eksploitasi anak sebanyak 69. Penindakan kasus TPPO menjadi perhatian khusus bagi Polri.

Perdagangan orang saat ini terjadi karena literasi masyarakat yang minim, pendidikan yang tidak merata sehingga masyarakat mudah percaya bahkan terbelakang dan jeratan ekonomi yang mencekam.

Akhirnya kemiskinan dan pengangguran hadir tengah masyarakat sehingga masyarakat sangat mudah menerima tawaran pekerjaan yang belum jelas statusnya berujung perdaganan orang yang merugikan mereka sendiri.

Satu dari sepuluh orang di Indonesia adalah orang miskin dengan pengeluaran kurang dari Rp17.000/hari.
Orang miskin dianggap potensial untuk menjadi buruh migran untuk memperbaiki nasib di tengah keterbatasan kesempatan untuk bekerja di dalam negeri.

“Itu menjadi satu situasi yang terpaksa dilakukan oleh banyak warga negara kita, terutama keluar negeri untuk menjadi pekerja migran,” kata anggota Komnas HAM, Anis Hidayah kepada BBC News Indonesia, Rabu (31/05).

Jika ditelisik lebih dalam lagi, kasus perdagangan manusia ini hadir akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini, menyuburkan swastanisasi perusahaan oleh para koorporate di mana mereka yang menyediakan lapangan pekerjaan.

Korporat hanya memperkejakan orang-orang yang menguntungkan bagi perusahaan, maka mereka bisa dengan leleuasa memPHK siapa saja demi keberlangsungan perusahan mereka.

Seyogyanya, lapangan pekerjaan ini disediakan oleh pemerintah atau negara. Negara harus menyadiakan lapangan pekerjaan yang layak untuk masyarakat dan mengatur secara langsung mengenai pekerja bukan swasta atau para koorporate.

Karena korporat tidak bisa mengurusi para pengangguran. Sehingga permasalahan ekonomi tidak bisa terselesaikan dan kasus perdagangan manusia tidak terelakan lagi sebab sulitnya mendapatkan pekerjaan karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

Maka dari itu, sangat dibutuhkan sistem revolusioner dalam upaya menyelesaikan hal ini.

Pertama, negara harus menata kembali sistem perekonomian yang seharusnya diurusi oleh negara secara langsung bukan oleh perorang atau swasta.

Kedua, pendidikan yang harus menyeluruh ke semua kalangan masyarakat sehingga masyarakat bisa bijak dalam mengambil keputusan khususnya pekerjaan yang belum jelas statusnya.

Ketiga, sanksi tegas bagi pelaku TTPO dan terakhir adalah sistem yang memiliki modal adalah yang berkuasa (kapitalisme) harus dihapuskan dan ganti dengan sistem yang bisa menyejahterakan masyarakat keseluruhan.

Sistem yang revolusioner ini adalah islam, sebuah sistem yang semua pengaturannya hadir untuk menyejahterakan masyarakat hingga alam semesta karena sistem ini langsung dari sang maha pencipta yaitu Allah SWT. Wallahu a’lam.[]

Comment