Kartini: Derita Rohingya, Kapankan Akan Berakhir?

Opini531 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Gelombang kekerasan terhadap warga Rohingya dimulai sejak tahun 2012 hingga sekarang.

Hal tersebut membuat sebagian besar dari mereka keluar dari Myanmar dengan menggunakan jalur laut.

Bulan Juni lalu pun, mereka ditemukan terdampar sekitar 4 mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, pada Rabu (24/06/2020). Mereka terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan, dan 30 orang anak-anak.

Dilansir Suara.com – Sebanyak 94 pengungsi etnis Rohingya yang terdampar di perairan Aceh Utara diselamatkan nelayan di Desa Lancok, Lhokseumawe, pada Kamis (25/06) sore.

Salah seorang pengungsi Rohingya yang bisa berbahasa Melayu mengaku mereka pergi dari Bangladesh untuk menuju ke Malaysia.

Mereka dibawa ke daratan oleh para nelayan setelah mendapat desakan dari para penduduk sekitar. Pemerintah setempat sempat menolak menurunkan para pengungsi ke darat terkait pandemi Covid-19, namun warga terus mendesak dengan alasan kemanusian.(BBC Indonesia).

Muslim Rohingya sejak lama dipandang sebagai minoritas yang paling tertindas di dunia. Sekalipun mereka punya sejarah lama di Myanmar, etnis Rohingya yang umumnya muslim tidak pernah diakui secara resmi oleh pemerintah, yang menganggap mereka sebagai imigran gelap dari negara tetangga Bangladesh.

Mereka juga mengalami diskriminasi ekstrim dalam kehidupan bermasyarakat maupun pemerintahan di Myanmar yang mayoritas beragama Budha.

Lebih dari satu juta warga Rohingya diperkirakan menetap di Myanmar- persentase yang relatif kecil di negara yang penduduk keseluruhannya berjumlah 53 juta jiwa.

Namun, setiap hari populasi Rohingya semakin keci. Karena mereka terus berbondong-bondong menyelamatkan diri dari kekerasan dan penindasan negara bagian Rakhine, Myanmar Barat.

Banyak warga etnis Rohingya dapat menunjukkan bukti bahwa kelurga mereka sudah beberapa generasi menetap di Myanmar. Tetapi pemerintah tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu dari 135 etnis yang resmi diakuinya.

Justru pemerintah Myanmar menyebut Rohingya sebagai ‘ Bengali’ dan tidak henti- hentinya mengumandangkan persepsi yang tidak akurat bahwa semua Rohingya masuk ke Myanmar secara gelap dari Bangladesh.

Etnis Rohingya tidak berhak mendapatkan kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982.

Oleh karena itu, secara teknis mereka merupakan salah satu kelompok terbesar di dunia yang tidak punya kewarganegaraan.

Sebagai akibatnya, hak-hak mereka untuk pendidikan, bekerja, berkunjung ke tempat-tempat lain, menikah, menjalankan agama mereka, dan akses layanan kesehatan pun sangat terbatas, menurut Amnesti Internasional.

Banyak di antara mereka menetap di gubuk-gubuk kumuh mirip “kamp konsentrasi”. Baru-baru ini PBB menggambarkan keadaan itu sebagai genosida.

Konsep ‘ nation state'( negara bangsa)-yang diusung kapitalisme- semakin mempersulit negara-negara lain untuk menolong warga muslim Rohingya, padahal kondisi mereka saat ini sangat memprihatikan.

Berpuluh-puluh tahun teriakan ‘minta tolong’ dari warga muslim Rohingya telah nyata-nyata terdengar ke seluruh dunia, sampai-sampai mereka harus menjadi “manusia perahu” , tak tahu harus kepada siapa lagi mencari pertolongan.

Konsep negara Islam yang secara nyata bisa menerapkan bahwa muslim yang satu dengan yang lainnya bagaikan satu tubuh karena tidak ada sekat-sekat kebangsaan.

Rasulullah Saw bersabda ” Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit,maka seluruh tubuh akan merasakan baik(sakit),denam dan tidak bisa tidur ” (HR Bukhari-Muslim).

Dengan demikian, negara islam ( Khilafah) akan melindungi darah seluruh kaum muslimin, melindungi mereka dari segala bentuk penindasan.

Masalah Rohingya tidak bisa diselesaikan dengan hanya upaya repatriasai, yaitu kembalinya suatu warga negara dari negara asing yang pernah menjadi tempat tinggal (Bangladesh) menuju tanah asal kewarganegaraannya yaitu Myanmar.

Di bawah naungan negara islam saat zaman keemasan dahulu, umat islam bersatu dan kuat, sehingga perlindungan terhadap harkat dan martabat umat islam di berbagai wilayah dapat diwujudkan secara nyata. Wallahu’alam.[]

Comment