Kapitalisme Tidak Mampu Atasi Pandemi Dan Kemiskinan

Opini666 Views

 

 

 

Oleh: Selvy Tri Desi Yanti Sitorus, Mahasiswi Universitas Muslim Nusantara

 

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Harapan berakhirnya pandemi di 2021 belum juga terwujud. Banyak masyarakat merasakan dampak  pandemi ini, tak terkecuali masyarakat kota Medan.

Di tengah sulitnya perekonomian masyarakat, pandemi covid-19 ikut mempengaruhi pendapatan baik daerah maupun pusat. Karena covid, terjadi penurunan pendapatan di level daerah maupun nasional. Studi kasus terjadi di provinsi Sumut.

Penurunan ini seperti dilansir medanbisnisdaily.com, tercermin dari total pendapatan Sumut tahun 2020 sebesar Rp13,880 triliun padahal total pendapatan pada tahun 2019 mencapai Rp15,327 triliun. Terkadi penurunan yang cukup signifikan.

Masalah ini tidak hanya terjadi di salah satu kota indonesia saja tetapi di hampir seluruh pemda.

Sejak awal – sebelum pandemi – ekonomi dunia memang sudah tidak stabil. Kondisi semakin parah menyusul pandemi yang menerjang dalam dan luar negeri.

Selain itu, di saat pandemi – Cina dan negara Barat sempat menutup aktivitas perekonomian di sektor riil yang mengakibatkan krisis baru dengan munculnya gelombang pengangguran massal. Kondisi ini menciptakan efek domino di mana daya beli menurun dan kemiskinan meningkat.

Maka kondisi seperti ini, dalam konteks lokal – pemda termasuk di dalamnya provinsi Sumut – hendaknya lebih fokus menyelesaikan masalah utama terkait kesehatan masyarakat.

Perlu dipahami bahwa penyebab utama terjadinya krisis ekonomi yang terus berulang adalah disebabkan oleh sirkulasi atau perputaran ekonomi yang terjadi dalam satu lingkaran di kalangan orang kaya saja.

Kapitalisme selalu mengedepankan kepentingan ekonomi daripada kesehatan. Inilah sesungguhnya titik lemah sistem tersebut sehingga mempengaruhi strategi dan kebijakan terhadap pandemi.

Lemahnya sistem kapitalisme ini juga tampak dari bagaimana struktur dan anggaran keuangan baik di level daerah (APBD) maupun nasional (APBN) ikut terkapar dengan wabah pandemi ini.

Sejatinya, pandemi ini membuka mata dan pikiran para elit politik bahwa sistem ekonomi kapitalis sangat rentan dan tidak mampu menyelesaikan persoalan.

Perputaran ekonomi dan keuangan dalam islam memiliki mekanisme ekonomi yang stabil sehingga sirkulasi ekonomi terjadi secara merata.

Sistem ekonomi Islam menerapkan beberapa model kebijakan yang tepat dan adil seperti Berikut:

1.  Larangan kanzul mal (penimbunan harta). Harta yang disimpan atau ditahan dalam berbagai bentuk surat berharga adalah termasuk dalam hal ini.

2. Mengatur kepemilikan. Pada point ini,  aset semacam sumber daya alam yang menjadi milik umum dikuasai negara bukan korporasi, swasta dan atau pribadi.

Sumber daya alam dengan deposit yang besar ini tidak akan pernah mengalami privatisasi baik atas nama perusahaan atau korporasi apa lagi dikuasakan kepada individu.

Dalam Islam, sumber daya alam dikelola secara amanah oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan gratis dan berkualitas.

3. Menghentikan kegiatan transaksi ribawi dan spekulatif. Mekanisme itu membuat sirkulasi ekonomi berjalan lancar.

Islam memprioritaskan upaya penyelesaian terhadap suatu wabah secara tuntas tanpa berhitung untung rugi dan berdampak positif terhadap perekonomian baik daerah maupun nasional.

Islam adalah rahmat bagi seluruh alam  dan tangguh dalam berbagai kondisi.[]

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment