Kapitalisme dan Kemiskinan Ekstrem Perlu Penanganan Serius

Opini319 Views

 

 

Oleh : Vinda Puri Orcianda, Aktivis Muslimah

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia negeri kaya berlimpah hasil SDA bak surga dunia namun hingga kini kenyataannya memiliki rakyat miskin yang amat sangat jauh dari kata sejahtera.

Bukan hanya di satu daerah saja kemiskinan terjadi namun merata di setiap daerah di Indonesia tercinta, bahkan terjadi kemiskinan ekstrim.

Sungguh sangat disayangkan, dengan hasil bumi melimpah seperti Indonesia saat ini, rakyatnya malah mengalami kemiskinan ekstrim bahkan sedari awal kemerdekaannya, masyarakat Indonesia selalu berada di bawah garis kemiskinan. Ironis.

Sebutlah kota Bekasi, menurut data di Dinas Sosial (Dinsos) seperti ditulis republika.co.id (28/1/2023) menyebutkan sebanyak 3.961 jiwa warga Kabupaten Bekas, masuk kategori penduduk miskin ekstrem berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial tahun 2022.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis profil kemiskinan di Indonesia September 2022. Disebutkan bahwa tingkat kemisikinan di Indonesia pada September 2022 mencapai 9,57 persen atau naik 0,03 persen dibandingkan periode Maret 2022. Selain itu, diketahui jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 26,36 juta orang, meningkat 0,20 juta dari Maret 2022.

Dengan angka persentase Papua tertinggi sebesar 26,80 persen, Papua Barat 21,43 persen, Nusa Tenggara Timur 20,23 persen, Maluku sebesar 16,23 persen, Gorontalo sebesar 15,51 persen, Aceh sebesar 14,75, Bengkulu sebesar 14,34 persen, Nusa Tenggara Barat 13,82 persen, Sulawesi Tengah sebesar 12,30 persen, dan Sumatera Selatan 11,95 persen. (Kompas.com, 26/01/23)

Pemerintah harusnya sangat serius menghadapi kasus peningkatan kemiskinan yang dialami oleh rakyatnya, dan menjadikan masalah ini prioritas penting dalam penyelesaiannya.

Namun di tengah badai kemiskinan yang melanda Indonesia, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengaku miris karena mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan yang jumlahnya hampir mencapai Rp 500 triliun justru tak terserap ke rakyat miskin.

Menurut dia, sebagaimana ditulis kompas.com (20/1/2023) anggaran itu justru digunakan untuk berbagai kegiatan kementerian/lembaga yang tidak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan, antara lain studi banding dan rapat di hotel.

Beginilah potret dan kondisi ekonomi rakyat dari sebuah negara dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang luar biasa banyak. Rakyat sibuk mencukupi kebutuhan hidupnya mati-matian, namun para pemangku amanah gagal lagi dalam mengurusi rakyatnya.

Sementara para pemangku jabatan yang diberikan amanah oleh rakyat untuk mengurusi kebutuhan dan kepentingan rakyat, malah sibuk memperkaya dirinya dengan dalih seribu acara dan kegiatan yang pada dasarnya sudah tidak terfokus kepada permasalahan pengentasan kemiskinan rakyat.

Besarnya dana yang dikucurkan untuk program pengentasan kemiskinan pada akhirnya banyak diserap untuk program studi banding dan rapat. Ini sebenarnya adalah sebuah alarm bencana bagi nasib kesejahteraan rakyat kecil.

Karena pada hakikatnya ini semua adalah masalah yang sangat sistemik, ketika negara kita masih menggunakan sistem kapitalis, maka pengentasan kemiskinan di dalam sistem ini akan mengalami kesulitan.

Dalam sistem kapitalisme, peran pemerintah sebagai pengatur perekonomian sangat kecil sekali bahkan boleh dibilang tidak aignifikan. Mekanisme pasar dibiarkan berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pemerintah.

Dalam sistem kapitalisme, individu yang memiliki modal akan lebih mudah bersaing dan mencapai kemakmuran, sementara individu yang tidak memiliki modal akan sulit bertahan bahkan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Inilah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, sehingga kemiskinan menjadi sebuah hal lumrah dan pasti tercipta di dalam lingkaran masyarakat yang mengusung kapitalisme.

Berbeda dengan sistem Islam yang terbukti mensejahterakan rakyat, terlebih di zaman khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Umayyah di mana pada masa itu sekedar mencari orang miskin pun sangat sulit ditemukan bahkan tidak ada.

Dana yang terkumpul di baitul mal pada masa itu surplus bahkan setelah dikeluarkan untuk memerdekakan budak, membayar semua gaji dan kompensasi rakyat, membiayai mahar seorang laki-laki yang ingin menikah, membantu membayar utang rakyat, dana kas baitul mal masih sangat banyak. Pada akhirnya diminta untuk menanam semua lahan dengan pepohonan agar nantinya para burung dan hewan dapat mendapatkan makanan.

Maka dalam Islam sangat tegas diatur mengenai amanah bagi seorang pemimpin, dengan sangsi yang sangat berat ketika mereka tidak bertanggung jawab atas wewenang yang telah diberikan kepadanya. Rasulullah Saw pernah bersabda:

مَا مِن عَبْدٍ اسْتَرْعاهُ الله رَعِيَّةً، فَلَمْ يَحُطْها بنَصِيحَةٍ، إلَّا لَمْ يَجِدْ رائِحَةَ الْجَنَّةِ

Tidaklah seseorang yang diberi amanah mengurusi rakyatnya, lalu tidak menjalankannya dengan penuh loyalitas, melainkan dia tidak mencium bau surga (HR al-Bukhari).

Begitulah ketika sistem Islam dan hukum-hukumnya diterapkan secara sempurna, maka sudah pasti akan tercipta rahmatan lil ‘alamin seperti yang dijanjikan oleh Allah SWT. Wallahu ‘alam bishawab.[]

Comment