Penulis: Imas Sunengsih, S.E., M.E |
Aktivis Muslimah Intelektual
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tahun baru 2025 akan segera menyapa, kado istimewa pun sudah disiapkan pemerintah untuk rakyat, kado pahit yang membuat rakyat panik. Pasalnya, kado itu itu berupa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tanggal 1 Januari 2025.
Keputusan Kementrian keuangan (Kemenkeu) seperti ditulis suara.com (26/11/2024) meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang sebelumnya 11% dikhawatirkan akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang terdampak hingga 9 persen bukan hanya 1 persen. (Suara.com.26/11/2024).
Keputusan ini tentu akan memberatkan rakyat, sebab kenaikan PPN akan berdampak pada semua kenaikan harga barang terutama harga kebutuhan pokok. Kondisi rakyat hari ini sudah sangat memperihatinkan dengan berbagai beban yang dibebankan seperti tingginya biaya pendidikan, kesehatan, sulitnya lapangan pekerjaan, ditambah dengan kenaikan kebutuhan pokok yang terus melonjak.
Kenaikan pajak akan terus terjadi jika negeri ini menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan dan andalan keuangan nasional. Model pemerintahan seperti ini merupakan produk pemerintahan dengan sistem kapitalistik, di mana negara absen dari semua kewajiban melayani rakyat.
Negara kapitalis bahkan membebani rakyat dengan berbagai pajak dan berusaha menaikkannya dengan berbagai dalih. Padahal negara bertanggung- jawab memberi pelayanan terbaik kepada rakyat dengan fasilitas terbaik bahkan gratis baik pendidikan, kesehatan, dan juga kebutuhan pokok yang mudah terjangkau. Namun ini tidak akan pernah didapatkan di negara yang mengadopsi sistem kapitalisme sekulerisme.
Tidak ada satu negara yang mengadopsi sistem kapitalisme menjadikan rakyatnya sejahtera, justru sengsara.
Sudah saatnya, pemerintah berkaca diri bahwa arah kapitalisme sudah tidak layak untuk mengatur tatanan kehidupan bernegara lebih khusus dalam tataran ekonomi. Sudah saatnya mencari alternatif sistem baru yang mampu menjawab tantangan jaman, menyelesaikan problematika dan memberikan kesejahteraan.
Sistem yang mampu memberikan solusi itu sudah pernah ada dan sudah pernah diterapkan selama kurang lebih 14 abad lamanya.
Sistem tersebut merupakan sistem yang sempurna karena berasal dari dzat yang Mahasempurna yakni Islam. Islam memiliki seperangkat aturan yang jelas, rinci dan mampu memberikan solusi. Islam mengatur semua aspek kehidupan mulai dari individu, masyarakat dan negara, baik dalam hal politik, pemerintah, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, dll.
Islam tidak menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan/pemasukan negara. Tidak ada cerita Islam membebankan yang menjadi tanggung jawab negara kepada rakyat dengan menyerahkan semuanya kepada rakyat seperti pendidikan, kesehatan, pajak, keamanan dll.
Secara ringkas, pos pendapatan dalam APBN Negara Islam menurut Zallum (2003) terdiri dari 12 kategori: pendapatan dari harta rampasan perang ( anfaal , ghaniimah , fai dan khumus ); pungutan dari tanah yang berstatus kharaj; pungutan dari non-Muslim yang hidup dalam Negara Islam (jizyah) ; harta milik umum; harta milik negara; harta yang ditarik dari perdagangan luar negeri (‘usyur) ; harta yang disita dari pejabat dan pegawai negara karena diperoleh dengan cara haram; harta rikaz dan tambang; harta yang tidak ada pemiliknya; harta orang-orang murtad; pajak; dan zakat.
Semua pendapatan negara ini dikelola untuk kesejahteraan rakyat dan tidak akan dibebani dengan berbagai kenaikan pajak. Pajak akan berlaku di negara Islam jika dalam kondisi darurat dan Batul Mal kosong, itupun hanya dibebani kepada laki-laki muslim yang kaya saja, tidak dibebani kepada semua rakyat.
Hanya Islam yang mampu mensejahterakan rakyat, memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat sampai rakyat mendapatkan apa yang menjadi haknya, dan rakyat hidup dengan aman juga nyaman.
Kisan berikut ini sebagai pengingat untuk pemimpin negeri ini: suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)? Lalu, Rasul memukulkan tangan di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari menyerah, kecuali orang yang menarik dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya) ). (HR Muslim).
Menjadi pemimpin adalah amanah yang akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah Swt, maka memilih pemimpin pun sudah ada panduan dan kriteria yang sudah ditetapkan Islam. Wallahu ‘alam bish shawab.[]
Comment