Penulis: Diah Winarni, S. Kom | Praktisi Pendidikan & Komunitas Ibu Peduli Generasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Belum usai negeri ini melawan narkoba, korupsi, dan pinjaman online (pinjol), kini muncul judi online (judol). Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) seperti ditulis CNN Indonesia (14/6/2025), nilai transaksi kejahatan judol di Indonesia mencapai lebih Rp. 600 triliun.
Pelaku judol tersebar di seluruh pelosok negeri. Menjerat masyarakat dari berbagai lapisan, mulai masyakat bawah, ASN, pegawai BUMN, aparat hingga pejabat di lingkungan kekuasaan, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua, dewasa, remaja hingga anak-anak.
Faktor utama terlibatnya masyarakat dengan judol adalah himpitan ekonomi, sulitnya lahan pekerjaan sehingga mereka tidak mempunyai penghasilan yang pada akhirnya mencari jalan pintas untuk mendapatkan banyak uang dengan cara cepat dan mudah.
Faktor berikutnya adalah sistem sekulerisme dan kapitalisme- liberal yang tumbuh subur di tengah kehidupan saat ini. Sekulerisme menjauhkan masyarakat dari agama. Kebahagiaan yang mereka cari hanya materi semata tanpa memahami aturan dari Allah Swt terkait halal dan haram yang pada akhirnya menyebabkan orang terdorong menjadi pelaku judol di tengah sempitnya perekonomian yang ada hari ini.
Judol layaknya narkoba bagi para pelaku, yang mendapatkan kesenangan atau “fly” hingga menjadikan diri mereka kecanduan. Dampak dan ekses judol adalah bahwa pelaku bisa melakukan apa saja yang mereka suka meskipun perbuatan tersebut merupakan kejahatan, seperti mencuri, merampok, hingga menghilangkan nyawa.
Lemahnya Peran Negara
Masalah judol bersifat sistemik terkait kehidupan kapitalisme yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta. Bahkan, judol dikelola menjadi bisnis terorganisir secara internasional.
Sekalipun dilarang oleh undang-undang, tetapi judol terus marak di tengah masyarakat. Negara gagap menangani masalah ini dan menemukan solusi yang tidak signifikan.
Legalisasi judi ini merupakan hal yang niscaya dilakukan di negara sekular. Syari’at Islam sepi implementasi sehingga menjadi hal yang wajar jika nampak kerusakan di tatanan kehidupan dan sosial masyarakat.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar kembali (ke jalan yang benar). ” QS. Ar-Ruum : 41)
Memberantas Judi Online dalam Islam
Memberantas judi online menjadi pekerjaan yang harus disegerakan oleh pemerintah dengan komitmen kuat terhadap syari’at. Judi adalah perbuatan haram, maka aturannya harus dilaksanakan secara konsisten dan tegas.
Untuk judi offline pemerintah harus memburu pelaku di tempat mereka berjudi sementara terhadap pelaku judi online lebih mudah ditindak karena mereka meninggalkan jejak digital yang tidak sulit ditelusuri. Jika mereka menggunakan platform media sosial tertentu makan media judol itu bisa diblokir oleh negara.
Berikutnya, aspek pencegahan. Dalam hal ini pemerintah sejatinya memperkuat akidah umat agar ketaatan mereka terhadap syari’at kembali menyeluruh, baik dari jalur pendidikan, dakwah hingga media sosial hingga terbentuk benteng pertahanan internal dari praktek judi online.
Untuk hukuman, pemerintah memberi sanksi baik kepada bandar maupun pelaku berupa cambuk, penjara, maupun lainnya.
Agar terhindar dari judol, masyarakat juga diberi edukasi dengan literasi digital agar mereka tidak terperosok dengan dalih tidak paham atau tidak sengaja melakukan perbuatan judol tersebut.
Last but not least, pemerintah harus selektif dan proporsional dalam merekrut para aparat dan pejabat yang shohih dan proporsional untuk duduk di pemerintahan, karena mereka adalah representasi umat dalam penerapan syariat.
Oleh karena itu semua pihak harus berupaya menerapkan syari’at sebagai sebuah keniscayaan agar umat atau rakyat mendapat kesejahteraan dan terhindar dari perbuatan tercela di hadapan Allah SWT. Wallahua’lam.[]
Comment