Penulis: Sri Mulyati (Komunitas Muslimah | Coblong Bandung
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Puluhan ribu orang turun ke jalan di London dalam aksi solidaritas besar-besaran untuk rakyat Palestina. Lebih dari 150.000 demonstran berpartisipasi dalam Pawai Nasional untuk Palestina, menolak upaya AS dan Israel yang dituduh berusaha menggusur paksa warga Gaza.
Pawai ini, yang diorganisir oleh berbagai kelompok advokasi dan hak asasi manusia, berlangsung dari Whitehall hingga Kedutaan Besar AS, membawa pesan perlawanan terhadap dugaan kampanye pembersihan etnis yang sedang berlangsung. (Sindonews, 16/02/2025)
Sementara itu, pernyataan mantan Presiden AS, Donald Trump, menambah ketegangan. Ia mengusulkan agar AS “mengambil alih” Gaza dan menempatkan penduduknya di tempat lain. Komentar ini muncul di tengah gencatan senjata antara Hamas dan Israel serta kehancuran besar di Jalur Gaza, di mana sekitar dua pertiga bangunan telah rusak atau hancur akibat konflik selama lebih dari 15 bulan. Pernyataan Trump menuai kecaman luas karena dianggap sebagai perubahan besar dalam kebijakan AS di Timur Tengah. (BBC, 06/02/2025)
Tidak hanya itu, dalam kunjungannya ke Washington, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Trump membahas rencana pembangunan Gaza menjadi “Riviera Timur Tengah.” Rencana ini termasuk mengusir warga Palestina ke Mesir dan Yordania. Usulan ini mendapat penolakan tegas dari kedua negara tersebut, serta dari negara-negara Teluk dan Liga Arab, yang menolak segala bentuk pemindahan paksa warga Palestina. (Sindonews, 16/02/2025)
Namun, di tengah penolakan berbagai pihak, Arab Saudi justru memberikan respons yang berbeda. Duta Besar Saudi untuk Inggris, Pangeran Khalid bin Bandar, menyatakan dukungannya terhadap ide pembangunan “Riviera Timur Tengah” di Gaza, asalkan tidak melibatkan pemindahan warga Palestina. Ia menegaskan bahwa orang-orang Palestina berhak tetap tinggal di tanah mereka dan tidak ingin dipindahkan. (CNBC Indonesia, 13/02/2025)
Obsesinya Menguasai Gaza di Tengah Genosida yang Terus Berlanjut
Pernyataan Donald Trump tentang “mengambil alih” Gaza dan menyingkirkan penduduknya bukanlah sekadar wacana kosong. Ini mencerminkan kebijakan jangka panjang yang sudah lama dianut AS dan sekutunya dalam menangani Palestina—yakni pengusiran sistematis.
Bahkan ketika gencatan senjata masih berlaku, serangan brutal terhadap rakyat Palestina terus terjadi, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat. Militer Israel dan pemukim zionis masih terus melakukan serangan, menambah daftar panjang korban jiwa.
Di sisi lain, negara-negara Arab yang seharusnya menjadi benteng pertahanan Palestina justru lebih sibuk mengamankan kepentingan politik dan ekonominya. Mereka cenderung diam atau sekadar mengecam tanpa tindakan nyata. Bahkan, beberapa di antaranya justru ikut mendukung agenda AS dan Israel secara tersirat, seperti yang terlihat dari pernyataan Arab Saudi yang mendukung proyek “Riviera Timur Tengah” di Gaza dengan syarat tertentu.
Kondisi ini semakin menegaskan bahwa dunia saat ini dikuasai oleh kepentingan politik dan ekonomi segelintir pihak, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Konflik di Gaza bukan hanya soal perang, tetapi juga strategi geopolitik yang melibatkan banyak aktor dengan kepentingan masing-masing.
Kapitalisme, Sistem yang Melanggengkan Penjajahan
Mengapa hal ini terus terjadi? Jawabannya sederhana: sistem demokrasi kapitalisme yang menjadi dasar kebijakan negara-negara besar di dunia. Kapitalisme melahirkan kebijakan luar negeri yang didasarkan pada kepentingan ekonomi dan politik, bukan pada keadilan atau kemanusiaan.
AS sebagai negara adidaya kapitalis tidak melihat Palestina sebagai entitas yang berhak atas tanahnya sendiri. Sebaliknya, mereka melihat Gaza sebagai wilayah yang bisa dieksploitasi, baik untuk kepentingan politik global maupun keuntungan ekonomi.
Dengan menjadikan Gaza sebagai “Riviera Timur Tengah,” AS dan Israel berusaha menghapus identitas Palestina serta menggantinya dengan proyek-proyek yang menguntungkan mereka.
Di sisi lain, para pemimpin Arab yang beroperasi di bawah sistem yang sama lebih memilih untuk diam atau bernegosiasi demi kepentingan pribadi dan negara mereka.
Demokrasi kapitalisme tidak melahirkan kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, tetapi melahirkan para pemimpin yang tunduk pada tekanan negara-negara besar demi melanggengkan kekuasaan mereka sendiri.
Sikap dunia yang cenderung pasif terhadap genosida di Gaza menunjukkan betapa sistem kapitalisme tidak bisa diharapkan membawa perdamaian dan keadilan. Selama kapitalisme masih menjadi sistem global, ketidakadilan dan penjajahan seperti ini akan terus terjadi.
Solusi Islam: Kembali pada Kepemimpinan Islam yang Hakiki
Melihat kebiadaban yang terus terjadi di Palestina dan ketidakberdayaan dunia dalam menghentikannya, satu hal menjadi jelas: dunia membutuhkan sistem yang mampu menegakkan keadilan dan melindungi umat manusia dari kezaliman.
Sistem itu tidak lain adalah kepemimpinan Islam yang hakiki, yang bukan hanya membela hak-hak rakyat Palestina tetapi juga membungkam kepongahan zionis dan negara adidaya yang mendukung mereka.
Islam mengajarkan bahwa kepemimpinan dalam suatu umat bukan sekadar simbol politik, tetapi sebuah amanah besar yang harus dijalankan sesuai dengan hukum Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya imam (pemimpin) itu adalah perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam Islam, kepemimpinan bukan alat untuk mempertahankan kekuasaan atau mencari keuntungan duniawi, tetapi sarana untuk menegakkan keadilan dan melindungi kaum yang lemah. Selama dunia dipimpin oleh sistem kapitalisme, rakyat Palestina—dan umat Islam secara umum—akan terus menjadi korban konspirasi politik global.
Membangun Kesadaran Umat dan Menggugah Peran Pemimpin Islam
Solusi Islam bukan sekadar kecaman atau doa, tetapi gerakan nyata untuk membangun kembali kesadaran umat akan pentingnya kepemimpinan Islam.
Harus ada kelompok Islam ideologis yang bekerja membongkar persekongkolan para penguasa Arab dengan negara-negara penjajah serta menyadarkan umat tentang urgensi tegaknya kepemimpinan Islam yang sejati.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.” (QS. An-Nur: 55)
Janji Allah ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Sejarah telah membuktikan bahwa ketika Islam tegak dalam kepemimpinan yang benar, umat Islam menjadi pelindung bagi yang tertindas dan membawa keadilan bagi seluruh dunia.
Maka, tugas kita saat ini bukan sekadar mengutuk kezaliman, tetapi berjuang untuk mewujudkan sistem Islam yang akan benar-benar membela rakyat Palestina dan seluruh kaum muslimin.
Jika umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan yang berlandaskan syariat Allah, maka tidak ada kekuatan yang bisa menandingi mereka. Saat itulah, kezaliman akan dihancurkan, dan rakyat Palestina akan kembali mendapatkan haknya sebagai umat yang merdeka dan bermartabat.[]
Comment