Jerit Tangis PMI di Negeri Jiran

Opini463 Views

 

 

Oleh : Putri Az Zahra, Pegiat Literasi Islam Kota Dumai

__________

Opini_Derita yang dirasakan para ibu di negeri yang kaya sumber energi namun nasib malang menimpa diri karena kejamnya sistem ekonomi dan periayahan kepala negeri yang hanya setengah hati.

Bagaimana tidak, kondisi yang dialami oleh para ibu yang terpaksa berjuang untuk membantu para suami memenuhi kebutuhan ekonomi di dalam rumah tangganya menjadi pembantu rumah tangga di negeri orang harus bernasib nelangsa karena banyak di antara mereka yang disiksa, dianiaya dan bahkan pulang hanya tinggal nama.

Namun ironisnya angka PMI terus meningkat di tengah pemberitaan negatif yang tersiar dari nasib pekerja migran.

Sosok ibu seharusnya berada di tengah keluarga untuk mendidik dan mengasuh putra-putri, mendampingi suami dengan penuh cinta dan kasih namun harus berjuang dengan perihnya siksaan dan memilih tetap bertahan demi ekonomi keluarga tetap terjaga

Meriance Kabu dan Adelina Sau, dua sosok PMI yang berasal dari NTT, yang disiksa oleh majikannya bahkan hingga harus meregang nyawa.

Wajah Meriance Kabu yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia menghitam dan cacat permanen karena hampir setiap hari dipukul dan disiksa oleh majikannya selama hampir lebih 8 tahun bekerja di Malaysia.

Namun Meriance memilih bertahan untuk tetap bekerja karena hanya untuk sekedar bisa memberikan uang jajan pada anak-anaknya, namun p0)ia termasuk pekerja migran ilegal, karena ketidaktahuannya sehingga majikannya kerap mengancam dan melaporkannya ke polisi jika ia keluar rumah.

Setelah ia selamat dari siksaan, kini Meriance terus mencari keadilan karena majikan yang menyiksanya tidak mendapatkan hukuman berat.

Demikian juga dengan Adelina Sau, yang pada tahun 2018, ditemukan di beranda rumah majikannya dalam kondisi tidak berdaya dan penuh luka dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Tidak lama setelah diselamatkan,  sang majikan dibebaskan oleh pengadilan tinggi Penang pada April 2019.

Menurut duta besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono mengatakan dari ribuan kasus yang menimpa pembantu rumah tangga, ratusan di antaranya adalah kasus penganiayaan termasuk jenis fisik. Dia tak tahu kapan ini akan berakhir karena korban terus berjatuhan dari mulai penyiksaan, gaji tidak dibayar dan lain-lain.

Hermono mengatakan, ia yakin di luar sana banyak pembantu rumah tangga Indonesia yang terjebak dalam situasi kerja paksa dan tidak bisa berkomunikasi dengan siapa-siapa dan tidak bisa lari.

Persentase kasus PMI di shelter KBRI Kuala lumpur dari 2018 hingga 2022 diantaranya 51,75% (2.361) kasus PMI tidak dibayar gajinya, 34,44% (1.571) kasus adanya ketidaksesuaian dengan perjanjian kerja, 10,3% (470) kasus terindikasi adanya penganiayaan dan 3,61% (160) kasus adanya PHK sepihak dari majikannya.

Namun di tengah maraknya pemberitaan negatif, permintaan bekerja di sektor ini terus meningkat mencapai sekitar lebih dari 66.000 sampai Februari 2023 berdasarkan angka dari KBRI Malaysia.

Hal ini berkses memunculkan korban perdagangan manusia (Human trafficking) secara terbuka dan warga Indonesia menjadi objek utama perdagangannya.

Berangkat dari itu semua, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 4 Tahun 2023, guna meningkatkan perlindungan dan pelayanan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Menaker Ida Fauziah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, mengemukakan bahwa dalam Permenaker terbaru itu terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian dan hari tua.

Hadirnya Permenaker ini adalah wujud kehadiran negara untuk teman-teman PMI di mana iuran tetap namun manfaat meningkat ujar Menaker.

Dengan diterbitkannya Permenaker 4/2023 yang menghadirkan 3 program jaminan sosial Ketenagakerjaan yaitu JKK, JKM dan JHT, para PMI bisa mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan yang utuh mulai dari sebelum, selama hingga setelah bekerja, kata Manaker Ida Fauziah.

Upaya perlindungan negara untuk PMI sejatinya bukan solusi menyeluruh dari begitu banyaknya kasus yang dialami oleh PMI. Permenaker 4/2023, bukanlah aturan baru terkait perlindungan kerja para pekerja migran. Sebelumnya ada UU 18/2017 tentang perlindungan PMI dan Permenaker tahun sebelumnya yang masih saja nihil solusi dalam mengatasi kekerasan terhadap PMI.

Buktinya kasus penganiayaan dan penyiksaan terhadap PMI malah semakin tinggi.

Memang benar tidak terjadi perubahan iuran dalam Permenaker yang terbaru, hanya saja jika ingin melindungi warganya mengapa harus ada iuran? Mengapa tidak dianggarkan saja dari negara untuk para pekerja migran?, Bukankah perlindungan keselamatan jiwa adalah hak warga negara.

Sebenarnya penyebab krusial tingginya angka PMI adalah akibat kemiskinan akut yang dialami oleh warga negara Indonesia, yang lahir dari sistem ekonomi kapitalis dan merampas Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia.

Kapitalisme melegalkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta/individu, sehingga kekayaan negeri ini hanya dimiliki oleh segelintir orang yaitu oligarki sebagai pengendali perekonomian yang berdampak terhada kemiskinan sebagian besar rakyat.

Hal ini juga memandulkan fungsi negara dalam upaya mengurus rakyat seutuhnya.

Andai saja SDA dikuasai dan dikelola oleh negara dari hulu hingga ke hilir maka akan banyak sumber lapangan kerja yang terbuka sehingga memudahkan para suami untuk menjalankan fungsinya mencari nafkah untuk keluarga.

Sejatinya hidup di tengah-tengah keluarga tercinta lebih mereka idam-idamkan ketimbang harus mengais rezeki di negeri orang. Dan tentunya cerita kelam nasib PMI tidak akan pernah terjadi.

Oleh karenanya untuk menghilangkan problem PMI bukan hanya sekedar melalui Permenaker, melainkan harus ada upaya mendasar dan menyeluruh yakni mengganti sistem ekonomi kapitalisme yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat.

Karena Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. SDA yang termasuk kategori jenis kepemilikan umum tidak akan dibiarkan oleh negara dikuasai oleh swasta/individu, negara akan mengelolanya sendiri sehingga negara akan memiliki banyak perusahaan negara yang mampu menyerap tenaga kerja dalam negeri dalam jumlah yang besar.

Sehingga tidak perlu rakyat menjadi PMI untuk mencari rezeki di negeri orang karena di negerinya sendiri telah banyak tersedia lapangan pekerjaan.  SDA yang melimpah akan menjadi sumber pemasukan bagi negara untuk mensejahterakan rakyatnya sehingga pendidikan, kesehatan dan keselamatan jiwa akan diberikan oleh negara secara gratis, karena pembiayaannya diambil dari pengelolaan SDA.

Sehingga fungsi negara sebagai pelayan rakyat akan terealisasikan sebagaimana hadits Rasulullah Saw.

“Imam (Pemimpin) adalah raa’in, pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”. (HR. Bukhari). Wallahu a’lam.[]

Comment