Penulis: Lesy Ayunda, S.Tr.T | Komunitas Akademi Menulis Kreatif
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Langit seakan runtuh ketika kemiskinan menjerat. Tawar menawar denyut kehidupan sungguh lantang bergema di sudut negeri, menjadi solusi pintas penuhi sandang, pangan dan papan. Perdagangan anak seakan menjadi candu hingga hilangkan naluri seorang ibu.
Dilansir Databoks (29/09/23), Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menerima 864 laporan selama 5 Juni-21 September 2023. Dari laporan tersebut, sebanyak 1.014 orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perdagangan orang, 97% korban adalah anak dan perempuan.
Tak cukup sampai di situ – baru-baru ini Polres Metro Jakarta Barat seperti ditulis DetikNews (23/02/24) menetapkan tiga tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Tambora Jakarta Barat. Satu di antara tersangka merupakan ibu bayi berinisial T (30), sedangkan dua tersangka lainnya adalah EM (30) dan AN (33).
Perkenalan T dengan pelaku utama kasus TPPO bayi bermula dari grup media sosial. Saat itu, T yang tengah hamil delapan bulan kesulitan untuk membayar biaya persalinan di salah satu rumah sakit di Jakarta Barat. Mereka dijerat dengan Pasal 76 F juncto Pasal 83 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 2 dan 5 UU 21/2007 tentang TPPO dengan ancaman pidana maksimal 10 (sepuluh) tahun penjara.
Perdagangan orang merupakan kejahatan serius. Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 2021 melaporkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara asal utama perdagangan orang. Indonesia juga menjadi negara tujuan dan negara transit dalam jalur perdagangan orang internasional.
Perdagangan orang banyak menyasar kelompok rentan, yaitu perempuan dan anak. tingginya angka TPPO, tampak bahwa negara seakan gagal melindungi perempuan dan anak. Keduanya adalah kelompok rentan yang kerap dieksploitasi dan diperdagangkan. Mereka ditipu dengan iming-iming kesenangan dan kesejahteraan tetapi berujung pada penghianatan.
Hal ini meripakan ekses negatif sistem ekonomi kapitalistik di tengah kehidupan masyarskat. Kemiskinan kian menyelimuti keluarga. Buruknya perekonomian keluarga memaksa rakyat menghalalkan segala cara untuk memenuhi dan kebutuhan dan bertahan hidup.
Selama sistem ekonomi kapitalis ini masih menjadi acuan, kemiskinan akan terus terjadi secara otomatis. Pasalnya, sistem ini tidak memberikan akses ekonomi pada orang yang tidak memiliki modal. Si miskin akan tetap miskin, bahkan bisa bertambah miskin ketika harga kebutuhan hidup melonjak.
Sistem ini juga telah memandulkan peran negara dalam hal mengurusi rakyat sehingga harus tertatih untuk bertahan hidup sendiri. Sumber daya alam berlimpah yang seharusnya dikelola negara demi kesejahteraan rakyat, justru dikelola dan keuntungannya diambil oleh segelintir pemodal tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat.
Dengan demikian, kunci pemberantasan TPPO ada di tangan negara. Negara wajib menyejahterakan rakyatnya sehingga faktor pemicu perdagangan orang tidak akan terjadi. Ketika rakyat sudah sejahtera, mereka tidak akan terdorong untuk menjual anggota keluarganya demi kesenangan dan materi.
Pemberantasan TPPO butuh dukungan sistem. Dukungan tersebut hanya ada dalam sistem Islam. Sistem politik Islam memposisikan penguasa sebagai raa’in (pengurus) dan mas’ul (penanggung jawab) sehingga tidak akan bersikap lepas tangan.
Imam Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkam ash-Shultaniyah menyebutkan bahwa salah satu kewajiban pemimpin dalam Islam adalah memberi perlindungan dan rasa aman terhadap segenap rakyat dari berbagai macam gangguan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Negara dengan konsep islam membuka dan menjamin lapangan pekerjaan di dalam negeri secara massal sehingga setiap laki-laki yang mampu akan mendapatkan pekerjaan. Sedangkan kaum perempuan tidak wajib bekerja sehingga mereka kembali ke tugas utamanya sebagai ibu dan pengatur rumah. Anak-anak juga tidak perlu bekerja karena kebutuhan mereka sudah dipenuhi oleh orang tua atau walinya dan negara.
Negara juga membina ketakwaan individu yang menjaga akal agar tetap waras ditunjang dari sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Hal ini sangat penting untuk menghasilkan manusia yang memiliki kepribadian dan pola pikir Islam, terikat kuat dengan syariat, penuh kasih sayang dalam proses pengasuhan, sabar dalam menghadapi cobaan, serta yakin akan rezeki dari Allah.
Jika perdagangan orang terjadi, negara menerapkan sistem sanksi yang sama bagi pelaku baik muslim ataupun nonmuslim dengan menetapkan uqubat (hukuman) secara adil. Sebab, dalam pandangan Islam, sifat dasar manusia adalah sama. Sama-sama mempunyai potensi untuk melakukan kebaikan dan keburukan.
Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an:
وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ
“Dan dalam hukuman kisas itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran agar kalian bertakwa.”(QS Al-Baqarah: 179)
Sanksi tersebut bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Hal ini bermakna agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah agar tidak melakukan tindak kriminal serupa. Jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, maka insyaallah dapat menebus dosanya. Wallahu ‘alam.[]
Comment