RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belum genap satu bulan memimpin Partai Golkar, Airlangga Hartarto justru telah membuat blunder politik dengan mengingkari janji hasil Munaslub akhir 2017 lalu, yaitu Golkar Bersih. Padahal, terpilihnya Airlangga menggantikan Setya Novanto cukup menolong citra Partai Golkar yang terlanjur distigma sebagai partai koruptor.
“Dengan menunjuk Kahar Muzakir sebagai Ketua Komisi III DPR RI, maka slogan Golkar Bersih yang diusung saat Munaslub, hanyalah pepesan kosong semata. Airlangga Hartarto sebetulnya diharapkan mampu membawa perubahan besar di dalam tubuh Partai Golkar yang selama ini pimpinan dan kader-kadernya terjerembab dalam skandal kejahatan tindak pidana korupsi,” ujar Direktur Nusantara Anti Corruption Monitoring (NusaCOM), Santanu Wijaya melalui keterangan tertulis kepada media, Selasa (23/1/2018).
“Bukankan Kahar Muzakir pernah ditunjuk Novanto menempati posisi Ketua MKD DPR RI guna membela Novanto dalam skandal Papa Minta Saham yang sangat menimbulkan kegaduhan yang luar biasa hingga menyeret nama Presiden Jokowi. Beberapa tindakan Kahar sangat kontroversial dan kontraproduktif saat memimpin MKD”, tegas Santanu yang pernah jadi aktivis mahasiswa saat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Dia menerangkan, slogan Golkar Bersih ditafsirkan publik bahwa Airlangga hendak membawa partai yang dipimpinnya keluar dari bayang-bayang politik kotor, menjadi bebas dari korupsi, untuk menjemput zaman keemasannya.
Namun, salah satu faktor yang akan membebani citra Golkar, dan juga citra parlemen adalah penempatan Kahar Muzakir yang diduga terlibat dalam skandal korupsi PON XVIII Riau dan korupsi anggaran Wisma Atlet Hambalang.
“Dalam skandal korupsi PON XVIII Riau yang merugikan negara mencapai ratusan miliar rupiah, Kahar Muzakir diduga bersama-sama dengan Setya Novanto memiliki peran penting dalam mendesain kejahatan korupsi dengan meminta komisi sebesar Rp.290 miliar. Begitu pun dengan dugaan keterlibatan di skandal Wisma Atlet Hambalang yang juga merugikan negara sangat besar,” kecam Santanu.
Alumnus Magister Hukum UI tersebut menilai, penunjukan Kahar sebagai Ketua Komisi III DPR RI juga rentan terjadinya konflik kepentingan dengan penegak hukum, terutama KPK.
Alasannya, Kahar Muzakir berkepentingan mengamankan kasusnya yang setiap saat dibuka oleh KPK. Komisi III DPR akan kembali disandera dan dibenturkan dengan KPK.
Selain itu, Kahar yang sangat dekat dengan Novanto, dapat mengatasnamakan sebagai Ketua Komisi III DPR RI untuk bertindak mengamankan Setya Novanto dalam sejumlah dugaan korupsi, seperti dugaan korupsi e-KTP, korupsi PON Riau, Bank Bali, dll.
“Penunjukan Kahar Muzakir sebagai Ketua Komisi III DPR RI adalah wujud ketidakberdayaan Airlangga Hartarto dalam memilih kader-kader bersih yang akan menyelamatkan dan memenangkan Partai Golkar,” tegas Santanu.
Ke depan, NusaCOM berharap agar Airlangga Hartarto dapat merasakan keprihatinan publik yang semakin muak terhadap perilaku korupsi elite. Jika Kahar Muzakir yang bermasalah secara hukum tak segera ditarik dari posisinya sebagai Ketua Komisi III, maka impian Golkar Bersih dan parlemen yang bebas korupsi akan sulit terwujud.
“Demi menegakkan kembali wibawa parlemen yang telah runtuh, langkah yang tepat adalah menarik kembali Kahar Muzakir sebagai Ketua Komisi III DPR-RI. Publik menunggu komitmen Golkar bersih!” pungkasnya.[Nicholas]
Comment