Penulis: Ummu Rasyid | Aktivis Muslimah, Pemerhati generasi, Pegiat literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– NATARU (Natal dan Tahun Baru) sudah berlalu, Ramadhan sebentar lagi. Seperti biasa, akan banyak dan lebih diperketat lagi Razia “penyakit masyarakat” termasuk razia minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol).
Miras dan Minol yang dirazia hanya yang ilegal, namun apakah penjual miras skala besar dirazia juga? Pabrik produsen miras yang memiliki izin/legal dihukum dan ditindak tegas? Jawabannya tentu tidak.
Miras yang haram hanya ditertibkan, diatur tapi tidak dilarang. Diperketat hanya menjelang momen tertentu seperti NATARU dan Ramadhan, tidak setiap saat. Menjadi ilegal jika dijual dan dibeli di tempat yang tidak berizin, tapi menjadi legal jika dijual dan dibeli di tempat yang memiliki izin.
Dalam UU minol, miras masih boleh diperjualbelikan di tempat tertentu sesuai dengan aturan UU. Ini menjadi bukti bahwa, saat ini kita diatur dengan sistem kapitalisme-sekuler.
Wajarlah jika eksistensi miras tidak dapat diberantas karena negeri ini terkungkung dengan aturan ala kapitalisme, aturan yang berpihak kepada apapun dan siapapun yang mendatangkan keuntungan materi besar. Karena Miras dan Minol salah satu pemasukan negara dari pajak.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) seperti ditulis Kontan.co.id (11/09/2024) melaporkan penerimaan cukai dari minuman mengandung alkohol (MMEA) hingga September 2024 telah mencapai Rp6,31 triliun atau 67,66% dari target yang ditetapkan sebesar Rp9,33 triliun (Kontan.co.id, 11/09/2024).
Miras bukanlah suatu yang haram di negeri ini. Keberadaannya tidak dilarang, tetapi diatur dan diawasi. Sementara masih banyak terjadi pelanggaran dan kelonggaran pengawasan. Buktinya banyak anak di bawah umur yang dengan mudah mengakses dan membeli miras. Bahkan pengonsumsi miras paling banyak adalah kaula muda.
Harga miras legal selangit, sudah tentu tidak dapat dijangkau oleh mereka yang sudah kadung kecanduan miras namun kontong pas-pasan. Akhirnya mengkonsumsi miras oplosan yang ramah di kantong dan mudah didapat menjadi pilihan.
Padahal, tidak dapat dipungkiri bahwa terjadinya tindak kriminal, kecelakaan lalulintas, pembunuhan, pemerkosaan yang terjadi akibat miras sebagai pemicunya. Miras juga menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi peminumnya. Mulai dari keracunan, kerusakan organ penting, kerusakan syaraf hingga kematian.
Paradigma kapitalisme inilah sesungguhnya yang menyebabkan penyelesaian kasus miras tak ada ujungnya. Akhirnya kasus serupa terus saja terjadi dan berulang. Sementara kerusakan moral, kerusakan sosial, rusaknya generasi sudah sangat jelas di depan mata.
Tak heran, karena di negeri yang menganut kapitalisme-sekuler, kepentingan pemilik modal lebih didengar sementara aturan agama dan negara dikesampingkan.
Miras harus diberantas hingga ke akarnya. Standarnya Tidak boleh legal atau ilegal. Tapi harus dihapuskan semua produksi-distribusi miras dengan alasan apapun yang bertentangan dengan syariat.
Jika sudah sangat merusak, mengapa masih saja paradigma kapitalistik yang digunakan? Padahal Islam sudah sangat jelas menyatakan bahwa semua yang memabukkan itu haram, termasuk miras. Maka bukan hanya mengkonsumsinya, memproduksinya, menjualnya dan lain-lain pun tidak diperbolehkan.
Dari Anas ra. “Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat dalam khamr sepuluh personel yaitu: pemerasnya (pembuatnya), distributor, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan uang hasilnya, pembayarnya, pemesannya.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzhi).
Islam akan menutup rapat keran Miras dari hulu sampai ke hilir. Memberikan hukuman yang tegas bagi siapa saja yang melanggarnya. Islam memandang bahwa menjaga keamanan, kehormatan rakyat, dan keselamatan generasi adalah tanggung jawab negara yang jauh lebih berharga nilainya dibandingkan dengan keuntungan materi.
Penerapan syari’at Islam secara kaffah bukan solusi setengah hati tapi solusi tuntas semua masalah dan kerusakan yang ditimbulkannya. Dengan begitu akan mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi sebab Allah ridho karenanya. Menjadi Rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam bishawaab.[]
Comment