Penulis: Nelliya Azzahra |Pegiat Literasi Jambi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Permasalahan yang terjadi terhadap anak-anak di negeri ini bukan hal sepele yang bisa kita abaikan atau tutup mata. Krisis keamanan pada anak-anak telah mencapai puncaknya sehingga memunculkan kekhawatiran dan dilema bagi orang tua dan berbagai pihak.
Mereka tidak bisa membiarkan anak-anak terus berada di dalam rumah. Sedangkan jika di luar atau di tempat umum bahaya senantiasa mengintai.
Oleh karena itu, permasalahan ini butuh perhatian khusus dan harus diselesaikan secara tuntas. Jika tidak menggunakan solusi tuntas, maka tidak akan menyentuh akar masalah. Permalasahan seperti stunting, kekerasan pada anak, pornografi, perundungan, masih ada anak yang tidak sekolah, anak jalanan dan pekerja anak, penggunaan gadget pada anak yang tidak terkontrol, dan lain sebagainya. Masalah-masalah ini harus segera diatasi.
Sejalan dengan itu ada upaya yang dilakukan pemerintah . Dilansir dari Kompas.com, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bakal menghadirkan program Ruang Bersama Merah Putih. Menteri PPPA Arifah Fauzi menjelaskan, inisiasi ini melanjutkan program menteri sebelumnya untuk membentuk desa maupun kota yang ramah perempuan dan anak.
“Kami akan menguatkan seluruh komponen masyarakat yang berada di desa tersebut untuk mendapatkan data tunggal tentang perempuan dan anak,” ujar Arifah dalam acara International Symposium on ECED yang digelar Tanoto Foundation, Jakarta Pusat, Rabu (20/11/2024).
Namun, perlu diperhatikan bahwasannya permasalahan seputar anak tidak terlepas dari jaminan keamanan dan perlindungan. Faktanya dalam sistem hari ini kedua hal tersebut belum terwujud secara ideal. Untuk mewujudkan jaminan perlindungan dan keamanan terhadap anak-anak dibutuhkan beberapa komponen. Tidak cukup hanya keluarga atau orang tua saja tapi juga diperlukan kerjasama masyarakat dan negara.
Sementara itu, orang tua terutama ibu yang dianggap harus optimal menjaga anak-anaknya malah terbentur dengan dunia kerja. Di mana mereka turut memikirkan soal ekonomi keluarga. Hal ini tidak terlepas dari masifnya opini emansipasi dan kesetaraan gender yang memang menitikberatkan pada pemberdayaan perempuan di dang ekonomi.
Sehingga peran ibu yang harusnya bisa memberikan perlindungan dan pengasuhan kepada anaknya tidak lagi optimal. Keadaan ini jelas tidak sesuai dengan fitrah perempuan.
Sedangkan masyarakat kebanyakan hidup secara individualis. Kepekaan mereka tergerus dan semakin terkikis. Perbedaan cara pandang juga menjadi penyebab hal ini terjadi. Negara yang menganut sistem kapitalisme menganggap bahwa anak-anak hanya sebagai angka statistik yang bisa dimanipulasi demi kepentingan ekonomi.
Sejatinya negara memiliki peran penting dalam upaya melindungi dan memelihara hak anak-anak. Sedangkan Islam memandang bahwa anak-anak adalah amanah besar yang harus dilindungi baik oleh keluarga, masyarakat, maupun negara. Sebab mereka generasi yang harus dijaga keberlangsungannya.
Untuk itulah Islam hadir memberikan solusi. Menurut pandangan Islam hak anak-anak meliputi hak untuk hidup, berkembang, memperoleh pendidikan, perlindungan, rasa aman, dan perlindungan keluarga. Negara harus menjamin hak-hak tersebut terpenuhi dengan baik.
Sehingga bukan hanya hak-haknya saja yang dijamin, tapi juga kebutuhan hidupnya turut diperhatikan. Seperti kebutuhan dasar sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Islam menjamin semua itu terpenuhi tanpa memandang status sosial atau ekonomi keluarga. Negara sebagai rain’ (pengurus) mengerahkan segala upaya dan sumber dayanya untuk kemaslahatan masyarakat.
Selain itu, Islam juga mewajibkan orang tua untuk menjaga dan melindungi anak sebaik mungkin. Sebab anak adalah amanah. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal [8]: 27).
Menciptakan iklim ekonomi yang baik sehingga ayah bertanggung jawab penuh memenuhi kebutuhan keluarga sedangkan ibu menjalankan perannya sebaik mungkin sebagai ummun warobbatul bait.
Kemudian masyarakat. Dalam Islam, kontrol masyarakat berjalan dalam bentuk amar ma’ruf nahyi munkar sehingga satu dan lainnya saling peduli. Tidak ada yang individualis.
Lalu negara. Negara memiliki titik sentral untuk mengontrol semua kebijakan termasuk memberikan sanksi tegas terhadap kekerasan pada anak. Negara sebagai junnah (pelindung) menjalankan tugasnya secara optimal.
Kekerasan dalam Islam dengan tegas dan jelas adalah suatu hal yang dilarang kecuali dalam hal-hal yang bersifat mendidik. Namun, pemberian hukuman dalam Islam tetaplah tidak diizinkan dengan jalan kekerasan. Maka sanksi kekerasan atau penganiayaan dalam Islam akan dikenakan qishas, diyat, atau ta’zir disesuaikan dengan tingkat kriminalitas yang dilakukan.
Jadi, untuk menjamin dan mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi anak-anak diperlukan kerjasama semua komponen. Harus bersinergi. Baik itu keluarga atau orang tua, masyarakat, dan negara. Dan dalam sistem Islam lah hak itu dapat diwujudkan. Dengan sistem sohih yang datang dari Sang Khalik.
Secara tabiatnya sistem Islam membawa keteraturan karena berasal dari Allah SWT, Pembuat hukum yang sempurna. Wallahu a’lam bishshawab. []
Comment