Islam Solusi Paripurna Terhadap Keamanan Dunia

Opini261 Views

 

 

Penulis : Muna Nurul Izzati | Mahasiswi Ma’had Pengkaderan Dai

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti ditulis republika.co.id mengatakan bahwa saat ini dunia membutuhkan rumah yang aman. Hal ini disampaikan Jokowi saat mengikuti sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di India yang mengangkat tema ‘One Family’ di Bharat Mandapam, IECC, Pragati Maidan, New Delhi, India, pada Sabtu (9/9/2023).

Jokowi menyatakan, hal ini tentunya bukan tanpa alasan. Hal ini dapat dilihat dari betapa tidak amannya negara-negara yang ada saat ini. Masalah terus terjadi seakan tidak ada waktu untuk memperbaiki semuanya. Inilah konsekuensi ketika masyarakat jauh dari nilai-nilai agama yang seharusnya mengatur seluruh sendi aspek kehidupan kita.

Dalam publikasi yang dirilis Bank Dunia pada Selasa (31/10/2017), dalam laporan Poverty and Shared Prosperity, ternyata 10,7% dari populasi global berada dalam jurang kemiskinan. Tercatat 767 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan internasional di mana mereka mencukupi kebutuhan dengan pengeluaran US$ 1,90 per hari atau sekitar Rp 25.000 per harinya.

“Hampir 11 orang dari setiap 100 orang di dunia atau 10,7% dari total populasi global berada di bawah garis kemiskinan yang paling dalam,” demikian dikutip dalam laporan Bank Dunia. (Sumber :www.detik.com)

Kemiskinan menjadi isu sehari-hari, ketidakadilan, hingga nyawa dengan mudahnya melayang. Ditambah lagi, masih banyak negara saat ini yang berada dalam hegemoni negara lain- dikendalikan secara otoriter maupun halus untuk mencapai tujuan materi yang diinginkan.

Hal ini wajar sekali terjadi ketika kapitalisme diterapkan. Aturan yang berlaku berasal dari pemahaman para pemilik modal tentang kehidupan, sumbernya dari akal mereka yang terbatas. Mengatur diri sendiri dan sekitarnya dengan materi sebagai tujuan dari segalanya.

Mereka menganggap agama hanya berlaku di ranah individu saja, hanya untuk mereka-mereka yang agamis. Itupun jika ta’at, jika tidak? Bukankah agama tidak hanya mencakup persoalan ibadah saja? Bagaimana mungkin ciptaan Tuhan hidup dengan aturan selain dari Tuhan?

“Falsafah ‘Satu Keluarga’ semestinya bukan semata jargon. Melainkan sebuah pola pikir untuk menentukan arah pembangunan dunia. Kita semua harus bertanggung jawab dan pastikan seluruh masyarakat dunia tanpa terkecuali hidup dalam damai, stabil, dan sejahtera,” kata Presiden Jokowi di Jakarta, Ahad (10/9/2023).

‘Satu Keluarga’ yang disebut Jokowi tentu saja pernah terealisasi dalam sejarah. Ketika berbagai perbedaan dapat disatukan di bawah perisai kaum muslimin. Tidak memandang suku bangsa, agama, bahkan warna kulit, semuanya mendapatkan hak mereka selama tunduk kepada syari’at. Tidak ada kedzaliman-kedzaliman yang dilakukan penguasa selagi Islam dijadikan tolak ukur dalam berbuat.

Masyarakat pun bertingkah laku sesuai halal dan haram, menjadikan kehidupan mereka stabil, aman, dan tentunya bebas maksiat.

Sejak Rasulullah SAW menerapkan konsep Islam secara paripurna di Madinah, maka secara nyata keadilan dan kerukunan terus terjadi. Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan antarbangsa apalagi antarsaudara.

Umat Islam selalu mengedepankan ukhuwah Islamiyah dalam aktivitas sehari-harinya. Terbukti dari betapa pemurahnya kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin padahal mereka tidak ada ikatan darah.

Sejarah juga kembali membuktikan Islam tidak menyepelekan masalah sekecil apapun. Ketika kemuliaan wanita ternodai, Pemimpin kaum muslimin ketika itu bahkan menyiapkan pasukan untuk menyerang pelaku hingga membebaskan kotanya.

Di masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satupun rakyat yang miskin. Terbukti dari melimpahnya harta zakat karena tidak ada lagi yang menjadi penerima zakat. Pendidikan dan kesehatan saja merata didapatkan umat, apalagi hanya sekadar kebutuhan pangan.

Bagaimana mungkin Islam dianggap sebagai agama otoriter padahal dalam melakukan futuhat (pembebasan) tidak pernah melakukan pemaksaan apalagi kekerasan.

Dalam memimpin seluruh jazirah Arab, Syam, Irak, Turki, sebagian Asia Tengah, Afrika bagian Utara, sebagian Eropa Barat, Asia Tenggara, dan bahkan Asia Selatan, dipastikan seluruh umat di dalamnya mendapatkan hak hidup mereka.

Kita bisa mengambil contoh dari pembebasan Konstantinopel. Sang pembebasnya adalah seorang pemuda didikan Islam berusia 21 tahun yakni Muhammad Al Fatih. Beliau berhasil membebaskan kota yang telah bertahun-tahun menjadi saksi dari gagalnya para pendahulu beliau untuk mewujudkan bisyarah Rasulullah SAW tersebut.

Pada 29 Mei 1453, setelah Konstantinopel berhasil dibebaskan, beliau berjalan masuk ke Hagia Sophia, sebuah gereja milik kaum Kristen Ortodoks. Seluruh rakyat Konstantinopel di dalamnya ketakutan, terutama pendetanya.

Mereka takut pasukan kaum muslimin akan membantai mereka habis-habisan. Padahal nyatanya Muhammad Al Fatih menyerukan keamanan kepada seluruh penduduknya. Beliau juga tidak mengambil Hagia Sophia secara paksa. Betapa toleransinya ajaran Islam yang justru sekarang hal ini disalahgunakan.

Sungguh berbanding terbalik dengan sistem sekulerisme hari ini, banyak pemimpin yang hanya mementingkan kekuasaannya, padahal ada rakyat yang menjadi tanggungan. Banyak sekali orang-orang yang pemikirannya jauh dari kata bangkit sehingga mereka hidup hanya untuk mencari materi.

Betapa banyak kasus yang telah terjadi bahkan masalah baru telah siap mengantri. Masalah yang ditimbulkan hari ini rata-rata adalah hasil dari lelahnya masyarakat atas hidup yang tak kunjung sejahtera.

Memilih pemimpin baru pun rasanya tidak akan ada perubahan. Solusi atas segala problematika hidup yang diberikan negara kapitalis bukanlah solusi primer atas segalanya. Sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera bagi seluruh pelaku kemaksiatan.

Bagaimana mungkin keamanan tercapai jika individu dan masyarakatnya hidup tanpa arah, tanpa junnah yang mampu membimbing mereka untuk beramar ma’ruf nahi munkar, dan tanpa aturan dari yang Mahapengatur?

Dalam konsep Islam, seharusnya negara menjadi institusi paling tepat yang mampu menjalankan perannya sebagai pelayan umat, pelindung ummat, dan pembimbing ummat. Islam dengan seluruh ajaran mulianya itu bahkan berhasil menguasai 2/3 dunia selama hampir 14 abad.

Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak main-main dalam membangun sebuah peradaban. Peradaban mulia yang bersumber dari Allah SWT. Peradaban ini yang menyatukan ummat dari berbagai belahan dunia dalam ikatan ukhuwah islamiyyah. Tidak ada batasan-batasan teritorial yang baku di dalamnya.

Bahkan tidak hanya manusia, makhluk hidup lainnya pun hidup dengan nyaman bersama Islam, karena Islam memiliki pemimpin yang bertanggung jawab atas seluruh makhluk yang dipimpin.

Pemimpin seperti inilah yang umat butuhkan, tidak gila harta bahkan gila jabatan. Justru pemimpin yang layak dan penuh ikhtiarlah yang Allah ridhai setiap langkah perbuatannya.

Umat yang dipimpin pun bukan yang hanya fokus pada kebutuhannya sendiri, melainkan umat yang siap diriayah untuk beramar ma’ruf nahi munkar, umat yang mengemban Islam di seluruh tatanan kehidupan.

Semoga peradaban penuh rasa tentram ini kembali hadir di tengah umat, membawa harapan kaum muslimin dan manusia pada umumnya agar hidup jauh dari kata sengsara dan penuh dengan hal-hal yang Allah ridhai. Wallahu a’lam bisshawab.[]

Comment