Oleh: Ummu Aafiyah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA- Dalam Islam, kebutuhan atas pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi kewajiban negara.
Namun sayang, pemerintah tampak kurang serius dari kewajiban menjamin berbagai kebutuhan dasar yang menjadi hak rakyat tersebut. Salah satunya adalah jaminan kesehatan. Saat ini jaminan kesehatan masyarakat menggunakan sistem asuransi sosial dalam kerangka Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Negara menyerahkan wewenang dan tanggung jawab yang begitu penting kepada BPJS Kesehatan. Dalam hal ini BPJS Kesehatan lebih mampu dalam pengelolaan pelayanan kesehatan daripada negara meskipun hingga kini anggapan itu tidak pernah terbukti.
Dapat kita lihat fakta saat ini, sedari awal BPJS Kesehatan terus didera tekanan keuangan yang semakin berat dari tahun ke tahun. Di sisi lain kemampuan BPJS Kesehatan begitu buruk dalam menjamin kebutuhan pelyanan kesehatan tiap orang, sebagaimana tampak dari banyaknya ketidakpuasan dalam hal pelayanan.
Adapun sejumlah orang yang merasakan manfaat BPJS Kesehatan, jelas tidak dapat menegasikan fakta kurang sedap ini. Bahkan itu hanyalah manfaat semu. Manfaat di atas adalah penderitaan orang lain yang bersusah payah membayar premi tapi belum tentu butuh dan saat membutuhkan belum tentu mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan BPJS Kesehatan sebenarnya tidak pernah bermaksud memberikan manfaat secara tulus karena ada orientasi ekonomi di sana.
Fakta lain yang sangat mengejutkan rakyat adalah BPJS Kesehatan mengalami surplus, sebelumnya sepanjang lima tahun terakhir BPJS Kesehatan selalu mengalami defisit dan gagal bayar hingga mencapai puncaknya pada tahun 2019, defisit mencapai Rp 15,56 triliun dan utang klaim dalam proses Rp 1,56 triliun.
BPJS Kesehatan mengumumkan dalam laporan keuangan Unaudited pada 31/12/2020 arus kas dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan tercatat surplus Rp 18,7 triliun (Bisnis.com,9/2/2021)
Apakah dengan adanya surplus ini pelayanan kesehatan rakyat menjadi lebih baik, optimal dan maksimal? Atau ada sesuatu di balik Surplus BPJS Kesehatan?
Ternyata di balik Surplus BPJS Kesehatan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan Surplus BPJS Kesehatan disebabkan berbagai faktor.
Salah satu faktornya adalah penyusaian iuran JKN-KIS. Di sisi lain Ia menyampaikan ada 3 pilar yang menjadi perhatian BPJS Kesehatan dalam menjalankan program JKN.
Pertama: Pilar yang berkaitan dengan bagaimana BPJS Kesehatan membelanjakan dana yang merka terima.
Kedua: Pengumpulan iuran
Ketiga: Harapan adanya kesadaran masyarakat tentang program JKN. Program yang katanya tidak hanya untuk orang sakit tapi juga untuk mereka yang sehat. Seperti slogannya, “Dengan gotong royong semua tertolong.”
Jadi ketiga pilar ini memiliki pesan yaitu, rakyat harus bayar iuran bila ingin mendapat layanan kesehatan. Inilah ternyata di balik surplus BPJS Kesehatan, rakyat bukannya menjadi gembira tapi menambah sengsara.
Logis Surplus dikarenakan peserta BPJS naik, iuran naik, pelayanan kesehatan pasien non-Covid berkurang. Pemasukan dari iuran bertambah, sementara pengeluaran berkurang karena rumah sakit lebih banyak menangani pasien Covid selama pandemi.
Jaminan kesehatan seharusnya dijamin dengan baik dari pelayan ataupun pembiayaan sedangkan BPJS Kesehatan membayar iuran termahal sekalipun belum tentu ada jaminan mendapatkan pelayanan kesehatan maksimal.
Layanan Kesehatan dalam Sistem Kapitalis
Dalam sistem Kapitalis tidak ada istilah,” makan siang gratis”. Pelayanan kesehatan yang baik seperti barang langka. Kapitalisasi kesehatan tetap terjadi, atas nama gotong royong, rakyat diminta membayar iuran sebagai kompensasi untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Mereka selalu mendengungkan,”iuran Anda menyelamatkan mereka yang sakit.” Seharusnya negara sebagai penyelenggara utama sistem kesehatan berkewjiban memberikan layanan kesehatan secara gratis tanpa memungutnya dalam bentuk iuran dan premi. Tugas negara adalah melayani, bukan sebaliknya.
Peran negara tergerus oleh sistem kapitalisme yang hanya sebagai regulator bagi kepentingan kapitalis. Karena kesehatan masuk dalam salah satu sektor jasa. Liberalisasi sistem kesehatan suilt dihindari dan ditolak. Akibatny, negara tak lagi menjadi pemain tunggal sebagai penyelenggara sistem kesehatan untuk rakyat. Konsep inilah yang sebenarnya menjadi penyakit bagi sistem kesehatan hari ini. Gratis tidak ada dalam arus kapitalis.
Sistem layanan kesehatan yang bertumpu pada kapitalisme dan liberalisme tidak akan pernah menjadikan rakyat sebagai perhatian utama.
Negara dalam sistem ini tidak akan bersikap adil dalam kepengurusan kesehatan rakyat. Pelayanan kesehatan sistem politik demokrasi, cerminan kerusakan dan kegagalan peradaban barat sekuler. Penyelesaian sistem kesehatan hanya bisa dilakukan secara tuntas jika dirombak secara total dengan sistem yang amanah.
Konsep Jaminan Kesehatan Dalam islam
Konsep jaminan kesehatan dalam islam berasal dari Allah SWT. Terpancar dari mata air yang bersumber dari-Nya, yaitu Al Quran dan As-Sunnah.
Dipersiapkankan Allah SWT agar menjadi rahmat, kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, bahkan alam semesta. Adapun di antara yang prinsip dari konsep agung tersebut adalah:
Pertama: Kesehatan/Pelayanan Kesehatan adalah Pelayanan Dasar Publik.
Pelayanan Kesehatan sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah SWT, yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Aspek kedua, pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dalam pemenuhan pelayanan kesehatan. Dari kedua aspek tersebut jelas bahwa kesehatan/pelayanan kesehatan ditetapkan Allah SWT sebagai jasa sosial secara totalitas, berkualitas sesuai prinsip etik dalam Islam dan tidak boleh dikomersialisasikan.
Kedua: Negara Bertanggungjawab Penuh
Pemerintah /Negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya.
Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya, “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.”(HR AL- Bukhari).
Sehubungan dengan itu, di pundak pemerintah pula tanggung jawab segala sesuatu yang diperlukan bagi terwujudnya keterjaminan setiap orang terhadap pembiayaan kesehatan, penyediaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Ketiga: Pembiayaan Berkelanjutan yang Sesungguhnya
Pembiayaan jaminan kesehatan dalam islam adalah model pembiayaan berkelanjutan yang sesungguhnya, yaitu pengeluaran untuk pembiayan kesehatan yang telah ditetapkan Allah SWT sebagai salah satu pos pengeluaran pada Baitul Mal dengan pengeluaran yang bersifat mutlak.
Jika dana di pos tidak mencukupi untuk pelayanan kesehatan, dibenarkan adanya penarikan pajak yang bersifat sementara sebesar yang dibutuhkan saja. Pajak tersebut hanya diambil dari harta orang kaya yang didefinisikan secara Islami.
Selain itu sumber-sumber pemasukan untuk pembiayaan kesehatan, sesungguhnya telah diatur Allah SWT sedemikian rupa sehingga memadai untuk pembiayaan berkelanjutan, itu adalah hal yang pasti bagi Allah. Salah satunya berasal dari barang tambang yang jumlahnya berlimpah.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara tidak sedikitpun harta yang masuk maupun yang keluar kecuali sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Pembiayaan dan pengeluaran tersebut diperuntukan demi mewujudkan pelayanan kesehatan gratis dan berkualitas bagi semua individu masyarakat.
Dengan demikian Islam tidak mengenal pembiayaan berbasis pajak, asuaransi wajib, pembiayaan berbasis kinerja, karena semua itu konsep batil yang diharamkan Allah SWT.
Kempat: Kendali Mutu yang Sesungguhnya
Konsep kendali mutu jaminan kesehatan Dalam islam berpedoman pada tiga strategi utama, yaitu administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal kapabel. Berdasarkan tiga strategi utama tersebut, haruslah pelayanan kesehatan dalam Islam memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Berkualitas dan memiliki standar pelayanan yang teruji.
b. Individu pelaksana yang kompeten dan amanah
c. Semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat mudah diperoleh dan selalu tersedia.
d. Lokasi pelayanan kesehatan mudah dicapai, tidak ada lagi hambatan geografis.
Kelima: Upaya Promotif Preventif Berbasis Sistem
Sistem kehidupan secara keseluruhan bersifat kontsruktif terhadap upaya promotif preventif agar terwujud masyarakat dengan pola hidup sehat dan terjaga dengan baik.
Demikianlah konsep-konsep prinsip jaminan kesehatan Islam cermerlang, yang bersumber dari mata air ilmu dan kebenaran, yaitu Al Quran dan As Sunnah.
Inilah fakta pelayanan kesehatan yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban Islam. Pelayanan kesehatan terbaik, buah dari penerapan sistem kehidupan Islam secara kaffah. Karenanya dibutuhkan sistem politik Islam yang kuat untuk menerapkannya.
Sebagaimana Allah SWT berfirman Di dalam QS. Al-Baqarah: 147, yang artinya, “Kebenaran itu dari Rabmu, maka janganlah sekali-kali Engkau (Muhammad) termasuk orang yang ragu.” Wallahu a’lam bishawab.[]
* Praktisi pendidikan
____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment