Penulis: Novita Darmawan Dewi | Mahasiswi Jurusan Manajemen, Universitas Terbuka
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Jutaan remaja Indonesia kini menghadapi masalah kesehatan mental yang semakin serius.
Berdasarkan Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2024, tercatat bahwa 34,9 persen atau sekitar 15,5 juta remaja mengalami gangguan kesehatan mental. Fenomena ini semakin menjadi perhatian nasional yang mendesak untuk segera ditangani. Jumlah ini tentu mengerikan bagi masa depan generasi. Apa jadinya generasi masa depan bermental rapuh.
Menelusuri Faktor Penyebab
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang terkena mental. Salah satu faktor terbanyak adalah depresi karena persoalan hidup yang tidak kunjung usai. Makin banyaknya pemuda bunuh diri sesungguhnya menggambarkan realitas generasi hari ini. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dengan bunuh diri untuk menyelesaikan masalah.
Mereka juga menjadi generasi yang mudah menyerah dalam menghadapi gelombang kehidupan. Alhasil, sikap putus asa, hopeless, stres, hingga depresi, menjadi penyakit mental yang mudah hinggap dalam kehidupan mereka. Mereka berpikir dengan bunuh diri, semua beban masalah dan mental mereka akan terlepas dan berakhir.
Mencari Akar Masalah
Mengapa generasi kita menjadi seperti ini? Faktor utamanya ialah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sistem ini mengeliminasi peran tiga pilar pembentuk generasi.
Pertama, keluarga. Generasi yang memiliki mental rapuh kebanyakan dialami oleh mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua.
Belakangan ini, ramai perbincangan terkait Indonesia yang disebut sebagai negara fatherless ketiga terbanyak di dunia. Orang tua ada, tetapi kehadiran mereka seperti tidak ada. Anak tidak merasakan peran dan kehadiran ayah atau ibunya, baik secara fisik maupun psikis.
Kedua, sekolah dan masyarakat. Kurikulum pendidikan yang berlaku hari ini adalah kurikulum sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan Allah Taala. Hasilnya, generasi kita terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekularisme. Standar kebahagiaan hidup tertinggi adalah meraih sebanyak-banyaknya materi dan kesenangan duniawi.
Ketika mereka gagal meraihnya, depresi menjadi hal yang tidak terhindarkan. Perilaku mereka tidak lagi terkendali dalam standar halal-haram. Masyarakat yang terbentuk adalah individualis kapitalistik.
Ketiga, peran negara. Remaja dan pemuda merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap perilaku bunuh diri. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan dari kasus bunuh diri adalah terjadinya copycat suicide, tindakan bunuh diri yang dilatarbelakangi ingin meniru kasus bunuh diri sebelumnya.
Contohnya, kasus puluhan pelajar SMP di Bengkulu yang melukai lengan kirinya dengan benda tajam. Usut punya usut, mereka melakukan itu karena mengikuti tren di media sosial. Mereka mengalami krisis identitas sehingga tidak mampu menyaring mana yang harus jadi panutan dan mana yang tidak layak dijadikan teladan.
Pada era digital, internet telah menjadi sumber utama informasi yang memberikan penggambaran tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental. Apalagi jika melihat tayangan/tontonan yang mengangkat perihal bunuh diri. Media berperan sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa tiap individu.
Sistem Islam Mengendalikan Media Sosial
Media sosial adalah produk digital. Alhasil, sebagai sarana teknologi, Islam membolehkan memanfaatkan teknologi untuk kebaikan. Akan tetapi, jika media sosial digunakan untuk menyebarluaskan konten atau aktivitas kemaksiatan atau kejahatan, hal ini diharamkan dalam Islam.
Dalam Islam, media sosial dapat bermanfaat dalam banyak hal selama dalam koridor yang dibenarkan syariat Isam. Apa pun teknologinya, jika paradigma Islam yang dipakai, akan memberi dampak positif dan kemaslahatan bagi umat manusia.
Negara akan memberikan dukungan, baik dalam bidang pendidikan dan finansial demi tercapainya kemaslahatan bagi umat manusia. Negara mendorong cendekiawan muslim menciptakan teknologi atau platform media sosial yang mengedukasi bagi seluruh lapisan masyarakat. Negara tidak akan membiarkan konten porno atau nirfaedah bertebaran di media sosial.
Negara juga menindak dengan tegas siapa saja yang memproduksi dan mendistribusi konten berbau kemaksiatan yang berpotensi memberi kerusakan pada pendidikan generasi. Kehadiran media sosial adalah semata-mata untuk menyebarkan dakwah amar makruf nahi mungkar serta menebar kebaikan untuk seluruh umat manusia.
Jika dahulu dakwah Islam tersebar dengan melewati berbagai wilayah dan menjelajahi bumi yang luas, kini dakwah Islam bisa tersebar luas melalui media sosial. Wallahu’alam.[]
Comment