Oleh: Suhaeni, M.Si
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Dunia kembali gempar dengan hadirnya varian baru virus corona yang saat ini sedang melanda Inggris. Kasus Covid-19 melonjak tajam, meningkatnya kasus rawat inap dan kematian akibat virus ini tak bisa dihindarkan. Menurut Ilmuan Inggris, varian baru virus corona mengandung 17 mutasi, tampak lebih mudah ditularkan dan lebih sulit dikendalikan dalam hal penyebaran.
“Mengingat semua bukti biologis dan epidemiologis yang telah dikumpulkan dalam beberapa minggu terakhir, saya pikir gambaran tersebut semakin konsisten dengan sesuatu yang cukup serius,” kata ahli epidemiologi Nick Davies, yang memimpin penelitian seperti yang dilansir npr.org.
Davies adalah bagian dari sekelompok ilmuwan di Inggris, yang disebut SPI-M, yang tugasnya menggunakan model matematika untuk memprediksi bagaimana penyakit akan menyebar untuk memandu keputusan pembuat kebijakan, seperti dilansir dalam Kontan.co.id (30/12/2020)
Lalu apakah varian baru virus corona sudah ditemukan di Indonesia?
Sampai saat ini belum ditemukan data secara pasti apakah varian baru virus corona tersebut sudah masuk di Indonesia atau belum.
Seperti kata peneliti, “Kapasistas Indonesia yang terbatas untuk memeriksa mutasi virus menyebabkan hingga saat ini belum diketahui pasti apakah varian baru virus corona yang pertama kali ditemukan di Inggris sudah menyebar di dalam negeri atau belum.
Dalam upaya pencegahan penularan varian baru virus corona, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan pelarangan WNA masuk Indonesia mulai tanggal 1 Januari 2021. Namun demikian, sejak awal pekan ini, sekitar 200 orang dari luar negeri sudah tiba di Indonesia.
Seperti yang ramai dikabarkan media social, tersebar foto kerumunan manusia di pintu kedatangan Terminal Tiga Bandara Soekarno Hatta pada senin (28/12). Pengelola bandara berdalih bahwa seluruh penumpang pesawat sudah berhasil dikarantina di sejumlah hotel yang ditunjuk pemerintah. Namun demikian, kekhawatiran kita tidak otomatis hilang.
Apalagi mutasi virus Covid-19 ini disebutkan para ilmuwan menular secara lebih cepat (70% lebih menular), meskipun belum ada bukti yang menunjukkan menyebabkan sakit yang lebih parah pada mereka yang terjangkit.
“Walaupun belum terdeteksi di Indonesia, bukan berarti varian virus baru belum masuk ke Indonesia”, menurut ahli virus Sidrotun Naim.
Indonesia masih terbatas dalam mendeteksi mutasi virus melalui whole-genome sequencing atau pengurutan gen virus secara menyeluruh. Jadi belum diketahui keberadaannya. Meskipun saat ini terdapat banyak kasus positif covid 19. Belum bisa dipastikan apakah varian baru virus corona atau bukan. Proses untuk mengetahui varian baru ini terkadala banyaknya biaya dan waktu. Lagi-lagi Indonesia memiliki keterbatasan untuk itu.
Apalagi kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam penangangan covid dengan melakukan pinjaman ke luar Negeri. Hal ini bertujuan untuk memulihkan perekonomian yang telah dihantam resesi.
Keberadaan virus corona ini bukan hanya mengancam kesehatan dan jiwa, tapi juga telah mengancam keberlangsungan ekonomi. Bahkan telah menghantarkan Indonesia pada jurang rsesi.
Alih-alih bisa menyelesaikan pandemi, malah membuat masalah baru dengan bertumpuknya utang baru. Yang membuat miris, masih ada pejabat tak berhati yang tega mengkorupsi dana bantuan covid. Sungguh sangat Ironis!
Kurang lebih beginilah cara pandang kapitalis dalam mengatasi pandemi. Semua dilihat hanya dalam kacamata materi semata. Terbukti dalam penanganan pandemi pun metode yang digunakan lebih mementingkan aspek ekonomi, dibandingkan keselamatan nyawa manusia.
Kebijakan new normal kemarin merupakan salah satu contoh kebijakan pemerintah yang lebih mementingkan aspek ekonomi dibandingkan kesehatan atau nyawa rakyat.
Penanganan yang lamban pun kerap dipertontonkan oleh pemerintah dalam penanganan pandemi. Sebenarnya corona bukan semata-mata masalah teknis, tapi masalah sistemik. Sehingga penyelesaiannya pun harus dilakukan secara sistemik.
Sistem Kapitalis yang tidak memprioritaskan kesehatan dan nyawa sudah tidak pantas dipertahankan. Ada sistem alternatif yang sangat mengutamakan nyawa manusia, yaitu Islam.
Nabi saw. bersabda, “Sungguh lenyapnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim.” (HR an-Nasai, at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Lalu bagaimana cara Islam mengatasi pandemi ini?
Pertama, lakukan isolasi atau karantina. Tindakan karantina atas wilayah yang terkena wabah dimaksudkan agar wabah tersebut tidak meluas ke wilayah lain. Seperti sabda Nabi, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah kalian keluar dari wilayah itu.” (HR al-Bukhari).
Sejak awal langkah yang diambil pemerintah Indonesia sudah sangat lambat. Kebijakan karantina wilayah tidak lakukan dengan cepat, maka hari ini virus sudah menyebar ke seluruh daerah.
Padahal dengan penerapan isolasi atau karantina, pemerintah bisa memonitor pergerakan virus di setiap daerah. Mana daerah yang wajib isolasi, mana yang tidak. Selain itu, penguasa juga wajib untuk menyuplai berbagai kebutuhan untuk daerah yang dikarantina.
Tindakan cepat karantina hanya dilakukan pada daerah yang terjangkit wabah saja. Daerah lain yang tidak terjangkit wabah, tidak perlu di karantina. Mereka bebas melakukan aktivitas ekonomi. Sehingga perekonomian secara keseluruhan tidak begitu terdampak.
Kedua, melakukan 3T disamping 3M. 3T (Test, Treatment, Tracing) seacara masif, akurat dan gratis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui siapa yang sakit dan yang sehat. Selain gencar mengkampanyekan 3 M (Menjaga jarak, Mencuci tangan dan Memakai masker).
Penerapan 3T tentu berbeda dengan 3M yang lebih menekankan pada kesadaran individu. Dalam penerapan 3T sebenarnya pemerintah memiliki power lebih besar.
Misalnya, ketika ada warga yang tidak mau dites, bisa dicari tau alasannya. Bisa jadi alasannya karena biaya tes yang tidak murah. Jangankan buat tes, buat makan sehari-hari saja sulit. Alasan lain kenapa warga tidak masu tes, bisa jadi karena ketika di tes hasilnya positif, waga dipaksa harus isolasi, tidak bisa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Hal ini yang mejadi salah satu penyebab sebaran virus sulit di kendalikan.
Dalam sistem islam, tes dilakukan secara cepat, massif, akurat dan gratis. Selanjutnya dilakukan tracing kontak orang yang hasil tesnya positif dan dilakukan penanganan lebih lanjut.
Warga yang terkonfirmasi positif akan mendapatkan perawatan secara gratis. Kebutuhan diri dan keluarganya akan ditanggung oleh negara.
Ketiga, pemerintah memfasilitasi para peneliti untuk melakukan riset. Hal ini sangat penting, karena dengan riset bisa mendeteksi mutasi virus lebih awal. Misalnya melalui whole-genome sequencing atau pengurutan gen virus secara menyeluruh.
Dengan demikian bisa ditentukan langkah penanganan yang lebih tepat. Lalu dari mana sumber pendanaan tersebut? Tentu bukan dari pajak, apalagi utang luar negeri. Sumber pendanaan diperoleh dari pemasukan dan pendapatan sumber daya alam yang dikelola dengan baik sesuai syariat Islam.
Tidak seperti dalam sistem kapitalis saat ini, SDA diserahkan kepada asing, sementara Indonesia hanya mendapatkan dampak kerusakannya saja. Wallahu a’alam bishawab.[]
*Penulis adalah Dosen Unsika, Karawang
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment