Penulis: Unie Khansa | Praktisi Pendidikan
RADARINDONESIANEWS.COM,JAKARTA– Terpujilah wahai engkau…ibu bapak guru …Namamu akan selalu hidup
Dalam sanubariku…
Sebait lagu yang tidak asing di tengah masyarakat yang selalu dilantunkan saat Hari Guru entah untuk menghargai atau hanya sekadar seremoni.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Hari Guru Nasional juga tetap diperingati. Laman tirto.id tertanggal 13 November 2023 mengungkapkan bahwa tema HGN tahun ini adalah “Bergerak Bersama Rayakan Merdeka Belajar” yang mengibaratkan seluruh satuan pendidikan dan siswa-siswinya bergerak bersama menyemarakkan kurikulum yang berlaku sekarang, demi kemunculan SDM unggul.
Relevankah tema itu dengan kondisi guru dan pendidikan saat ini?
Hal yang pasti, tugas guru saat ini menjadi semakin berat. Guru harus berkompetisi dengan gawai yang menguasai siswa. Guru juga harus berhadapan dengan wali murid yang tidak paham makna mendidik. Belum lagi berlomba dengan tugas administrasi yang menggunung.
Sementara, manakala ada siswa yang berbuat salah, semua kesalahan ditimpakan kepada guru. Di sisi lain saat guru berupaya meluruskan kembali siswa, sering harus berhadapan dengan hujatan bahkan tuntutan wali murid. Begitu suram potret pendidikan di negeri ini.
Sering berganti kurikulum tidak lantas menjadikan pendidikan berkualitas. Karena, keberhasilan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kurikulum. Semua elemen: negara, masyarakat, dan keluarga, menentukan keberhasilan pendidikan.
Akibat tidak adanya kekompakan ketiga elemen tadi, keberhasilan pendidikan sangat jauh dari harapan.
Generasi, buah dari pendidikan, sangat mengecewakan. Alih-alih menunjukkan perilaku terpuji, generasi muda sekarang malah menunjukkan perilaku yang buruk. Generasi muda sekarang sering bermasalah, mulai dari masalah ringan sampai masalah yang serius.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita kriminal yang pelakunya adalah para pemuda, remaja, bahkan anak-anak. Selain itu, kita juga sering disuguhi berita tentang buruknya kesehatan mental generasi muda saat ini. Mental mereka buruk dan rapuh, yang lebih miris lagi, mereka dengan mudah mengakhiri hidupnya bila menghadapi suatu problem.
Semua itu adalah buah dari sistem kapitalisme, liberalisme, dan sekularisme yang diterapkan saat ini. Kapitalisme mengukur segalanya dengan materi. Mereka menganggap bahagia kalau banyak harta; sukses dalam usaha/profesi; berkedudukan tinggi di masyarakat, dsb.
Liberalisme beranggapan bahwa manusia bebas berbuat apa pun yang penting menyenangkan bagi dirinya, tanpa memedulikan aturan apalagi aturan agama.
Sekularisme beranggapan bahwa kehidupan tidak ada kaitannya dengan beragama sehingga perilakunya cenderung sesuka hati.
Semua hal itu menunjukkan bahwa sistem kapitalisme, liberalisme, dan sekularisme tidak mampu mencetak generasi berkualitas/generasi harapan.
Lain halnya dengan sistem Islam. Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas berasas akidah yang mampu membentuk generasi berkualitas.
Setidaknya ada tiga tujuan pendidikan dalam Islam. Pertama adalah membentuk syakhsiyah atau kepribadian Islam. Kedua untuk menanamkan tsaqafah Islam. Ketiga mengajarkan life skill atau ilmu kehidupan.
Pada pendidikan tingkat awal, hal pertama yang ditanamkan pada para pelajar adalah akidah pembentuk syakhsiyah islamiyah (kepribadian islami) sehingga sejak dini para pelajar sudah memiliki akidah yang kuat.
Dengan akidah yang kuat, pelajar tidak mudah goyah keyakinannya. Akan teguh pendiriannya. Jiwanya terlatih kuat menghadapi berbagai problem karena sandarannya hanya kepada Yang Maha Kuasa. Dengan demikian akan terbentuk generasi tangguh yang berkepribadian Islam.
Pada jenjang pendidikan menengah difokuskan pada penanaman tsaqafah Islam. Hal ini sangat diperlukan untuk melakukan ijtihad dan istinbat hukum agar problematika kehidupan manusia terpecahkan sehingga kehidupan tertata sesuai dengan syariat Islam.
Pada jenjang pendidikan tinggi, ketika pelajar/pemuda sudah memiliki syakhsiyah yang kuat dan tsaqafah yang luas maka diajarkan life skill yang diarahkan dalam koridor Islam demi menopang kehidupannya. Karena, Islam menyadari bahwa manusia memerlukan ilmu dan tata cara untuk bertahan mengarungi kehidupan.
Selain itu, Islam mengatur bahwa tanggung jawab pendidikan atau pembentukan generasi merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan negara. Keluarga sebagai madrasatul ula yang pertama mengenalkan dan menanamkan pada anak/generasi tentang ketauhidan dan keimanan serta terus menerus menjaganya.
Masyarakat sebagai kontrol sosial yang akan selalu menjaga apabila anak/generasi melakukan penyimpangan. Negara menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan demi terciptanya generasi berkualitas. Wallahu alam bissawab.[]
Comment