Penulis: Fauziah Nabihah | Mahasiswi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Krisis air bersih melanda di sejumlah wilayah di Indonesia. Banyak wilayah yang terdampak kekeringan dan air bersih untuk pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga sehari-hari, seperti memasak, mencuci, mandi, dan minum.
Hal ini seperti yang dialami warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat. Puluhan tahun mereka kesulitan mendapat air bersih yang layak konsumsi. Sumur-sumur yang tersedia di daerah mereka tidak bisa digunakan untuk masak dan minum karena terasa asin seperti ditulis tvonenews.com, 07/08/2023).
Ditambah lagi, prediksi BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang menyatakan bahwa dampak kekeringan dari musim kemarau 2023 telah berlangsung sejak Maret dan puncaknya diperkirakan terjadi pada bulan Agustus-September (pu.go.id, 08/08/2023).
Pada daerah lainnya, warga di dua dusun wilayah Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, juga kesulitan mendapatkan air bersih akibat kekeringan yang melanda setiap musim kemarau tiba. Mereka hanya mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah untuk kebutuhan sehari-hari.
Apabila tidak mendapatkan bantuan, mereka harus rela berjalan sejauh 3 kilometer ke sumber air. Kekeringan ini juga bisa berdampak pada pengairan lahan yang mempengaruhi ketahanan pangan masyarakat.
Upaya Pemerintah Mengatasi Krisis Air Bersih
Di Jawa Barat, meski pemerintah setempat sudah memberikan bantuan dengan menggali sumur bor sedalam 100 meter, air yang dihasilkan masih asin dan kotor sehingga tidak layak dikonsumsi masyarakat.
Untuk mengatasi kekeringan di wilayah-wilayah yang memiliki tingkat intensitas hujan rendah, seperti di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Maluku, Sulawesi Selatan, dan Papua, pemerintah telah memberikan bantuan berupa sumur bor di beberapa provinsi. Selain itu, pemerintah mengoptimalkan pula fungsi tampungan air pada bendungan, situ, embung, dan danau.
Kontradiksi dalam Tata Kelola Liberal
Berbagai upaya penanganan telah dilakukan oleh pemerintah namun kekeringan dan krisis air bersih yang dialami warga tak juga kunjung usai. Apalagi mengingat sudah banyak lahan pertanian yang mengalami kekeringan parah.
Indonesia merupakan kepulauan maritim, menandakan terdapat banyaknya air laut yang sebenarnya masih dapat diolah menjadi air bersih. Dengan kekayaan sumber daya airnya, Indonesia masuk peringkat kelima di dunia. Namun, masih saja pemerintah belum bisa mengolahnya secara optimal. Dengan potensi air hujan yang mencapai 7 triliun meter kubik, hanya 20% yang dikelola untuk kebutuhan domestik, industri, dan lahan pertanian.
Sedangkan sebagian besarnya terbuang ke laut. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang kesulitan menikmati air bersih. Bahkan, rakyat harus membeli air dengan harga mahal. Pada 2025, Jakarta diprediksi akan defisit air hingga mencapai 23.720 liter/detik.
Di sisi lain, terdapat air kemasan yang dijual melimpah di jalan-jalan.
Upaya Islam Mengatasi Masalah dengan Tuntas
Allah Swt. menciptakan air dengan siklusnya sehingga bisa mencukupi kebutuhan manusia. Seperti firman Allah, “Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (TQS Al-Mu’minun [23]: 18).
Dalam memenuhi kebutuhan manusia, Islam memiliki mekanisme yang terbaik. Negara diwajibkan menjadi pengurus rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ».
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hal ini, termasuk perkara dalam upaya mengatasi bahaya kekeringan dan krisis air bersih. Penyelesaian krisis air bersih akan terselesaikan dengan konsep Islam melalui kebijakan politik dan ekonominya. Islam menetapkan bahwa air termasuk milik umum yang tidak boleh dijadikan sebagai bahan komoditas yang diperjualbelikan.
Tidak boleh ada pihak swasta yang menguasai sumber air sehingga menyulitkan rakyat mengakses air bersih. Individu dilarang menggunakan teknologi pengeboran yang menjadikan sumur-sumur warga di sekitarnya mati.
Negara menentukan langkah untuk menindaklanjuti masalah tersebut agar kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dan mereka terhindar dari bahaya.
Negara juga melakukan berbagai kebijakan dalam upaya mengatasi krisis air, mulai dari pembiayaan riset, pengembangan teknologi, serta pengimplementasiannya untuk menyelesaikan masalah. Dengan begitu rakyat tidak akan khawatir mengalami krisis air bersih yang dapat menghambat pemenuhan kebutuhan sehari-hari.[]
Comment